10

339 39 10
                                    

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Keesokan harinya, artinya sudah terhitung dua hari Dewi menghilang, Nathalia selaku bunda dari Dewi menemui seseorang untuk membantunya menemukan sang putri. Berjanji bertemu di Cafe dengan ruangan privasi, Natha sudah menunggu lebih dari 30 menit.

"Bersabarlah, sayang... Bunda akan segera menemukan mu. Selama itu juga, bertahanlah dimana pun kamu berada..." Lirihnya dengan menggenggam ponsel Dewi.

Pandangan mata melihat ke arah pintu yang tertutup, berharap seseorang yang ia harapkan segera datang.

Dan benar saja, seseorang yang ia tunggu datang bersamaan dengan pelayan yang membawakan minuman. Matanya mengernyit saat orang yang ingin dia temui tidak datang sendirian, melainkan bersama dengan wanita yang sangat dia benci.

Natha berdecih, "Kenapa kau membawanya juga?"

Orang yang Natha ajak bicara tidak menjawab, melainkan hanya duduk sambil mempersilahkan wanita yang dia bawa untuk duduk juga.

Pengabaian itu, membuat Natha semakin membenci si wanita. Sudah bertahun-tahun berlalu, tetapi rasa sakit itu masih terasa. Beruntungnya, dia wanita yang tegas dan mandiri, jadi ketika bertemu lagi dengannya, yang tertinggal hanya rasa benci.

Wanita yang menjadi objek kesinisan Natha tetap mengulas senyum. Tak ayal, dia duduk mendempet pada si pria yang mengajaknya. Meski tersenyum, Natha tahu bahwa itu bukan senyuman tulus, tetapi senyuman yang penuh dengan rasa kompleks. Tetap tidak ada yang berubah. Dari segi penampilan dan attitude, tidak ada yang bisa dicontoh.

"Selamat pagi menjelang siang, Nyonya Nathalia," sapa si wanita.

Natha mendengus sinis dalam hati. Raut wajahnya berubah datar, mengabaikan sapaan basa basi yang diberikan. Fokusnya pada pria yang ia minta untuk datang.

"Langsung saja," ucap Natha melirik sekilas pada wanita di depannya yang sudah memerah. Dia meletakkan ponsel milik Dewi ke hadapan mereka.

"Bantu aku, Jef," matanya memandang si pria dengan berkaca-kaca, "Tolong bantu aku menemukan putriku, Dewi."

"...."

"... Jef?"

Pria yang dipanggil Jef, tetap bergeming. Bahkan tatapan matanya tetap dingin memandang Natha. Tak ada raut apapun selain itu yang ditunjukkan.

Natha meremas kedua tangannya gugup. Apa ia telah salah meminta bantuan pada pria ini? Batinnya.

"Jef-"

Ucapan Natha terpotong ketika Jef mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel milik Dewi yang sudah disodorkan Natha di atas meja. Melihatnya sekilas, lalu menyerahkan ponsel itu pada wanita di sampingnya.

Dewa dan Dewi (Hiatus-On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang