Jangan lupa vote dan komen!
Follow juga kalo ikhlas hihi
****
Dewa berjalan angkuh menuju ruangan seseorang yang sejujurnya tidak pernah ingin dia temui. Mereka memang tinggal satu atap, tetapi selama tinggal disini dia tidak pernah sudi datang ke ruangan itu. Menatap pun enggan apalagi datang. Jika bukan karena pelayan itu datang memberitahu, Dewa pasti sekarang masih bermanja dengan Dewi.
Sial sekali!
Dewa mendengus. Sampai kapan dia harus disini?
Perlu berapa lama lagi dia harus terkekang di tempat sialan ini? Ingin nekad tetapi enggan. Jadi, bisa tolong katakan pada Dewa langkah yang buruk itu seperti apa agar dia bisa pergi dari sini.
Seandainya darah yang di tubuhnya tidak mengalir keturunan dari tua bangka itu, dengan senang hati akan berteriak, Yes, finally bisa bebas dari orang-orang bodoh, tolol, dan kolot seperti kalian! Dasar baj*ngan!
Memikirkannya saja sudah sangat-sangat menyenangkan. Harapan tidak sesuai realita ketika sudah sadar.
"Tuan muda,"
Dewa berhenti berjalan dan tersadar dirinya sudah sampai di tujuan. Dia mendengus karena asik melamun. Berterimakasih pada seseorang itu yang telah menyadarkan dirinya. Tetapi, jangan harap kata itu terucap langsung dari mulut Dewa. Dia hanya mengucapkan dalam hati. Bahasa batin! Bisa besar kepala orang itu.
Mata Dewa menajam ketika melihat orang yang di depannya, "Siapa lo?" Menelisik seseorang di depannya ini yang baru pertama kali Dewa lihat, "Orang baru, heh?" Tanya Dewa lagi dengan senyuman remeh.
"Nama..."
Orang di depan Dewa membungkuk sedikit dan memperkenalkan diri. "Maafkan atas kelancangan saya, Tuan Muda. Nama saya, Kris Biansano. Saya asisten baru Tuan besar."
Dewa berdiri tegap, tangan kanan dia masukkan ke dalam saku celana, "Aku hanya menanyakan namamu, bukan pekerjaan mu disini sebagai apa. Hanya Na.Ma! Pahami kata - kata itu!"
Pria yang bernama Kris itu hanya diam. Sebelum datang dan bekerja sebagai asisten disini, dia sudah lebih dulu diberi tahu jika Tuan Muda disini sangat sarkas dan memiliki lidah tajam. Jangan lupakan wajah dingin dan datarnya. Kris...tidak kaget saat menghadapinya sekarang.
Dewa berdecih dalam hati. Orang itu benar-benar mencari asisten pengganti yang buruk. Lebih buruk dari sebelumnya.
"Kau hanya akan terus diam seperti patung tanpa membiarkanku masuk?" Sarkas Dewa. Dia mulai jengkel dengan orang yang berdiri sebagai asisten itu.
"Ah, maafkan saya, Tuan Muda. Silahkan masuk..." katanya, sambil membuka pintu.
Dewa mengabaikan kata maaf yang terlontar dari mulut asisten tak berguna itu. Pintu yang terbuka dihadapannya ini lebih penting. Cih! Mengapa juga dia meladeni pembicaraan dengannya? Waktu Dewa terbuang sia - sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewa dan Dewi (Hiatus-On Going)
Teen Fiction[Warning area 18/21+] Awas, Baper!!! Hati-hati!!! "Dewa..." Dewa menatap Dewi yang duduk dipangkuannya dengan dingin dan datar. Dia hanya menyahut dengan berdeham. Tangan kanannya sibuk mengelus pinggang gadis itu dan tangan kirinya mengelus pipi t...