15

37 4 0
                                    

HAPPY READING✨🌼

Sudah seharian penuh Arthur menunggu Rhea  yang tak kunjung membuka mata pasca operasi beberapa jam yang lalu. Wajah Arthur tampak lelah, dibuktikan dengan mata sayu dan lingkaran hitam dimatanya. Tak terasa sudah waktunya Arthur untuk menunaikan kewajibannya sebagai muslim. Ia beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. setelah selesai, ia segera menggelar sajadah miliknya kemudian segera memulai salatnya dengan khusyuk.

Arthur menengadahkan tangannya dan berdoa dengan tulus agar Rhea dapat segera sadar. Setelah selesai, Arthur segera melipat sajadah miliknya dan menyimpannya nakas samping sofa ruangan VIP rumah sakit milik keluarganya.

Arthur memegang tangan kanan Rhea yang tak dipasang infus dan menggenggamnya dengan erat. Ia memandang sendu banyaknya luka di wajah maupun tangan Rhea, "Sakit banget ya, Rhe?"

Arthur tak habis pikir dengan jalan pikiran lelaki yang dipanggil oleh Rhea dengan sebutan Daddy itu, dia bahkan belum datang sama sampai sekarang saat mengetahui anak yang ia pukuli hampir meninggal berada dirumah sakit. Arthur ingin melaporkan Daddy Rhea pada polisi. tapi sebelum itu terjadi, ia mendapatkan pesan ancaman apabila ia ikut campur maka seluruh keluarganya akan dalam bahaya. Dewa maupun Dimas juga tak bisa berbuat apapun karena mendapatkan hal yang sama.

Lamunannya berakhir saat pintu berderit menampakkan Bagas dan Naya. Arthur segera berdiri dan membiarkan Naya menduduki kursi yang sebelumnya ia duduki. ia menghampiri Bagas yang sedang menata kotak makan dimeja, "Makan dulu, Thur. udah gue bawain." ucapnya.

Tanpa banyak pertanyaan, Arthur segera melahap makanan tersebut tanpa bertanya karna jujur saja perutnya sedikit sakit karna lapar sejak tadi, "Dewa gak ikut kalian?" Tanyanya sembari melahap sayuran dihadapannya.

"Dia nemuin kakeknya buat nanya solusi masalah ini. Berhubung kakeknya mantan Jenderal jadi kemungkinan bakal tau apa yang harus dilakuin saat ini," Bagas tampak prihatin saat mengetahui kisah kelam gadis yang ia sebut anggap kejam itu.

"Trus kenapa lo bisa sama Naya kesininya?"

"Oh it—" Sebelum Bagas sempat menjawab, ucapannya terpotong saat pintu kamar rawat Rhea terbuka menampilkan pria dan wanita yang ia tebak seumuran dengan ibunya.

Sang wanita segera menghampiri ranjang Rhea dan menangis hingga menyebabkan Naya sadar diri untuk sedikit menyingkir.

"Kamu kenapa, Nak? Bangun sayang, ini Mommy," Pria disampingnya segera merangkul wanita tersebut saat tangisnya pecah. "Kamu marah sama Mommy jadi gak mau bangun, hm? Mommy minta maaf."

Arthur, Bagas maupun Naya tampak bingung dengan situasi saat ini. "Kalian siapa, ya?" Tanya Arthur memberanikan diri.

Mendengar suara dibelakangnya, membuat dua orang tersebut menyadari bahwa didalam ruangan ini tak hanya ada mereka. Sang wanita segera menghapus air matanya. "Saya Mommynya Rhea. Kalian temennya, Rhea?" Tanyanya.

"Iya, Tan." Jawab Naya kemudian segera menyalami kedua orang tersebut diikuti Arthur dan Dimas.

"Nama saya Arthur dan ini teman saya namanya Dimas dan Naya."

"Nama tante Roselyne. Dan ini Om Bramasta." Ucapnya lembut. Bramasta hanya tersenyum sekilas kepada mereka.

"Kalian udah lama?" Tanya Bramasta.

"Kami baru aja dateng, kalo Arthur dari kemarin belum pulang, Om." Jawab Bagas.

"Astaga, kamu gak cape?"

"Nggak, Tan. Kalau dirumah malah kepikiran Rhea gak ada yang jagain."

"Maaf jadi ngerepotin kalian. Daddy Rhea gak kesini?" Tanya Bramasta.

RHEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang