nol enam | katanya aku mau jadi dokter

35 7 0
                                    

Melihat keadaan Kak Azka yang seperti itu, aku terkejut.

Keadaan nya sangat jauh berbeda dengan Kak Azka yang biasa ku pandangi.

Aku terdiam ditempat, bingung harus melakukan apa.

Sampai Kak Azka bersuara dengan suara serak nya.

"Kok diem? Tolongin dong."

Aku terkesiap, lalu mendekat kearah nya. Membantu dia duduk lebih nyaman.

Saat mendekat, aku bisa lihat saat itu. Luka Kak Azka tidak hanya diwajah namun ditangan nya juga ada. Kak Azka ini kenapa sebenarnya?

Setelah mendapat posisi duduk yang lebih nyaman untuk Kak Azka. Aku duduk bertumpu dengan kedua lutut ku disebelah nya.

"Luka nya udah diobatin, Kak?" Kata ku saat itu sambil menahan degupan didalam dada. Baru kali ini, aku berinteraksi hanya berdua dengan nya, diruang tertutup pula.

Kak Azka mendongak, lalu menggeleng kecil.

"Belum, hehe."

Aku terdiam, lagi-lagi bingung mau melakukan apa.

Sampai aku ingat tugas ku menyapu belum selesai.

Lalu teringat, dikelas ada kotak obat yang memang diwajibkan ada disetiap kelas.

Aku menatap Kak Azka yang nampak tengah memegangi tangan nya.

"Kak, saya kekelas dulu, belum piket. Sama mau setor dulu. Kakak jangan kemana-mana, saya nanti kesini lagi bawa kotak obat ya, buat ngobatin luka basah nya." Kataku padanya.

Kak Azka mengangguk, aku tersenyum kecil lalu mulai kembali kekelas.

Dalam hati sebenarnya aku sedih dan bertanya-tanya. Sedih melihat Kak Azka yang seperti itu dan bertanya-tanya, kenapa Kak Azka bisa seperti itu? Apa Kak Azka punya musuh?

Aku dengan cepat melakukan semua kegiatan. Setor dan mengembalikan kunci, namun ternyata penjaga perpustakaan sudah tidak ada, beliau hanya menempelkan post it yang ditujukan padaku, bahwa jika sudah mengambil barang yang diperlukan. Kunci nya bawa pulang saja olehku, besok dikembalikan nya.

Lalu, kembali kekelas, dan menyapu dengan secepat kilat.

Setelah nya, aku mengambil kotak obat milik kelas ku. Sudah tidak ada siapa-siapa dikelas. Alya? Dia pulang duluan.

Aku langsung kembali ke ruang peralatan. Beruntung kunci ruangan ini saat ini ada padaku, saat nanti Kak Azka keluar jadi aku bisa langsung mengunci nya.

Aku pergi ke arah Kak Azka yang nampak nya seperti menunggu kehadiran ku.

Kak Azka tersenyum kecil yang malah membuat ku makin sedih saat melihatnya.

Aku terduduk disebelah nya. Sebetulnya aku tidak pede saat itu, badan ku saat duduk dilantai akan terlihat jauh lebih besar.

Mana saat itu disebelah seseorang yang aku sukai. Namun, aku harus lakukan, karena aku akan mengobati nya.

Jangan ragukan aku, gini-gini aku saat SMP ikut ekskul Palang Merah Remaja sampe lulus. Aktif lagi. Jadi, ya soal mengobati luka, aku sudah hatam.

Aku duduk agak jauh dari nya.

Entah melihat ku yang duduk terlalu jauh darinya atau apa, Kak Azka menyuruh ku mendekat.

"Katanya mau ngobatin, deketan dong."

Aku pun terpaksa mendekat, dengan canggung.

"Kak saya izin obatin luka nya ya." Kataku meminta izin.

Kak Azka mengangguk kecil, tanda memperbolehkan ku menyentuh luka-luka ditubuh nya.

Aku mengobati luka basah yang ada di wajah nya. Sudut bibir kanan, pelipis, tulang pipi.

Cukup banyak, saat aku mengobati luka itu. Kak Azka hanya diam, malah aku yang terus-menerus meringis, seperti merasakan perih saat obat merah menyentuh luka nya.

Entah perasaan ku saja atau memang seperti itu, aku merasakan sedang diperhatikan oleh nya. Kami hanya terdiam saat itu.

Posisi kami memang cukup dekat, dengan wajah ku yang mendekat ke arah nya, untuk melihat luka.

Aku sebenarnya tidak pede, wajahku kan tidak mulus.

Aku menempelkan kasa dan plester diluka basah nya. Luka basahnya sudah kuobati.

Lalu aku beralih ke luka lebam milik nya. Dikotak obat tidak ada salep untuk lebam, jadi aku hanya membersihkan lebam itu dengan cairan alkohol agar kotoran nya hilang.

"Kak maaf, dikotak obat gaada salep buat lebam. Saya cuma bisa obatin luka basah nya." Kata ku tak enak hati. Masa mengobati setengah-setengah.

"Gapapa."

Setelah dia berkata seperti itu, aku mulai membersihkan lengan nya yang juga nampak lebam dan kotor.

"Izin pegang tangan nya, Kak." Kataku.

Dia memberikan tangan nya untuk kubersihkan, aku menunduk.

Lalu kubersihkan tangan nya, sambil berkata, "nanti di apotik bilang aja salep buat lebam, pasti ada. Harga nya juga ga terlalu mahal. Ini harus diolesi salep, biar ga lama sakit nya, jangan banyak gerak juga." Kataku.

Aku tidak mendapat respon dari Kak Azka. Sampai aku menoleh, melihat nya yang terdiam sambil menatap ku.

Aku menjadi kikuk.

"Iya." Jawab nya tiba-tiba.

Selesai, aku telah mengobati Kak Azka.

Aku lalu mulai merapihkan kotak obat yang ku gunakan, memasukan semua alat kedalam nya.

"Kamu pinter ngobatin. Mau jadi dokter?"

Kalau hanya untuk mengobati kamu sih, aku tidak masalah, Kak.

can.da.la

candala ˚˳° jake✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang