nol tujuh | teman-teman Kak Azka

36 7 0
                                    

Aku terdiam saat mendengar ucapan Kak Azka.

"Kalau saya mau jadi dokter, saya gak akan masuk sini, Kak." Ungkap ku sambil tersenyum.

"Iya juga."

Kami terdiam, aku memasukan kotak obat yang sebenarnya bukan kotak juga, itu hanya sebuah tas berisi alat dan obat, kedalam tas.

Niat nya akan kubawa pulang, soalnya pintu kelas tadi terlanjur ku kunci dan pintu nya sudah ku taruh di atas pintu.

"Makasih ya, Nay." Katanya setelah kami terdiam cukup lama.

Aku menoleh, "Sama-sama, Kak."

"Usahain jangan banyak gerak dulu ya, Kak. Biar cepet ilang lebam nya." Lanjut ku.

Kulihat Kak Azka mengangguk. Anak pintar.

"Kak Azka pulang nya gimana?" Tanyaku.

Kak Azka menoleh, menatap ku tepat dimata, yang dimana sontak membuat ku menundukkan kepala.

Bukan nya menjawab pertanyaan ku, Kak Azka malah berkata hal yang tidak aku duga.

"Kenapa ga suka liatin aku lagi?" Katanya.

Aku terdiam, merasa tertangkap basah, jadi Kak Azka tau ya aku suka curi-curi pandang padanya.

Aku makin menunduk, merasa malu. Kalau sudah begini, mau bagaimana?

"Maaf, Kak." Ungkap ku dengan penuh penyesalan, sambil meremas rok sekolah ku kuat.

Tak ada jawaban dari Kak Azka, yang membuat ku mengangkat pandangan ke arah nya.

Kulihat Kak Azka malah menatap ku lembut, dan tersenyum.

Aku kebingungan, kenapa Kak Azka tidak marah karena aku selalu mencuri pandangan padanya?

Aku lihat bibir Kak Azka akan terbuka untuk menjawab ucapan ku.

Namun, tertahan akibat suara pintu terbuka dan teriakan seseorang.

"JANU KAMPRET! DIMANA MANEH."

Aku terkejut, ketakutan juga iya. Apa Kak Azka akan dipukul lagi?

"Disini." Kata Kak Azka.

Aku menoleh kaget, menatap nya tak percaya.

Sampai muncul rupa seseorang yang tadi berteriak, ada 3 orang. Mereka memakai baju bebas.

Aku terkejut, aku pikir saat itu mereka mau memukuli Kak Azka lagi.

Aku refleks pasang badan, aku membentangkan kedua tangan ku kesamping. Melindungi Kak Azka.

"Udah, jangan pukul Kak Azka lagi, luka nya baru diobatin. Nanti nambah parah." Kataku saat itu, sambil menatap ketiga lelaki dihadapan ku, walaupun saat itu aku juga ketakutan setengah mati.

Aku melihat ketiga nya menatap ku bingung, aku menutup kedua mataku, siap jika aku yang akan kena pukul.

Namun, ucapan ku tidak terjadi. Aku malah mendengar tawa yang keluar dari bibir ketiga nya, dan juga Kak Azka.

Aku membuka mataku, menatap ketiga nya dan juga Kak Azka.

Kok pada ketawa? Pikir ku saat itu.

Aku menatap Kak Azka minta penjelasan.

"Mereka temen-temen aku. Mau jemput." Jelas nya.

Detik itu juga rasanya aku ingin menenggelamkan diri ke palung mariana.

Aku hanya meringis malu.

"Duh, maaf ya. Tampang kita ini emang kaya tukang bacok emang." Jelas salah satu diantara ketiga nya, yang memakai Hoodie abu-abu.

Aku pun menggeleng, lalu berdiri.

"Maaf, Kak. Saya salah kira, soalnya tadi datang teriak-teriak." Jelas ku.

"Alah, santai atuh neng, selow." Kata salah satu nya lagi, kali ini yang memakai kemeja kotak-kotak.

Setelah nya, ketiga nya membantu Kak Azka berdiri. Aku pun hanya mengamati.

Setelah nya, Kak Azka sudah berdiri namun harus dipegang oleh dua orang teman nya. Seperti nya lukanya cukup parah.

Kami sudah berada di luar ruang peralatan, setelah aku mengunci pintu. Dan mulai berjalan ke arah luar sekolah.

"Tio anterin Nay pulang sana." Kata Kak Azka pada salah satu teman nya. Yang memakai jaket bomber maroon.

Aku sontak menoleh lalu menggeleng, menolak perkataan Kak Azka.

"Gak, gak usah, Kak. Saya bisa pulang sendiri." Tolak ku.

Namun, Kak Azka menggeleng.

"Udah sore, waktu kamu kebuang buat ngobatin luka aku. Jadi jangan ditolak. Tio, sana!" Final nya.

Yang dipanggil Tio pun maju. Kak Tio tampan, tapi Kak Azka lebih.

"Ayok deh, Neng. Ucapan si Janu mah gabisa diganggu gugat." Ajak nya.

Aku menoleh kearah Kak Azka. Kak Azka hanya menganggukkan kepala nya.

"Si Tio mah gak akan macem-macem. Gak gigit." Kata Kak Azka. Membuat kedua teman yang membopong nya tertawa.

Sementara, aku lihat Kak Tio hanya memasang wajah malas.

Aku pun mengiyakan, percaya pada Kak Azka.

"Nanti jangan lupa pakein salep ke lebam nya Kak Azka." Ucap ku pada dua teman Kak Azka.

"Siap, Neng!"

"Meluncur inimah!"

Aku tersenyum, teman-teman Kak Azka sangat lucu. Namun, aku yakin, mereka tidak sekolah disini. Aku tidak mengenal mereka.

Tak terasa kami sudah sampai diparkiran sekolah. Setelah nya aku berpamitan kepada ketiga nya.

Ternyata Kak Tio membawa motor milik Kak Azka. Sementara Kak Azka ikut ke mobil yang mungkin dibawa ketiga nya saat kemari, mobil nya diparkir diluar sekolah.

Dalam hati aku bersorak, bisa naik motor yang selalu Kak Azka bawa. Namun bukan Kak Azka pengendara nya.

"Ayo, Nay." Ajak Kak Tio sambil memberikan helm. Aku sebenarnya sedikit takut.

Bagaimana jika ban motor Kak Azka kempes? Aku selalu diolok-olok begitu, jika ingin menumpang keteman ku yang lain.

Nanti ban motor ku kempes, males mompa.

Aku terdiam cukup lama, sampai Kak Tio menepuk bahuku.

"Ayok." Katanya.

Aku menarik nafas, lalu menerima helm dan menaiki motor itu.

"Siap?" Kata Kak Tio.

Aku mengangguk.

Sejujurnya, aku bingung.

Kenapa Satpam tadi tidak berkeliling ya? Biasanya satpam sekolah ku akan mengecek kembali keadaan dalam sekolah, untuk memastikan seluruh siswa sudah benar-benar pulang.

Namun, tadi tidak.

Aku dan Kak Tio melewati pos Satpam, aku melirik kedalam nya.

Yang aku lihat, kedua satpam sekolah ku nampak seperti tertidur.

Namun dalam posisi terduduk. Tidak biasanya.

can.da.la

candala ˚˳° jake✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang