01. Brother

1.5K 93 1
                                    

"Plakkkk!!!!" tangan itu menampar keras wajah Kim Seokjin tanpa ampun, wajah laki-laki setengah baya yang adalah ayahnya sendiri itu, memancarkan aura kemarahan yang mampu membuat siapapun yang melihatnya bergidik ketakutan.

"Beraninya kata-kata itu keluar dari mulutmu Kim Seokjin!!!" raung ayahnya berang,

"Sayang, sudahlah, tak seharusnya kau sampai menampar Seokjin! Ku mohon hentikan!" jerit ibu Seokjin menahan tangan suaminya yang masih terangkat seolah akan menghabisi putra sulungnya itu.

"Bisa-bisanya anak laki-laki yang aku besarkan sampai sekarang-" sang ayah berhenti, terengah-engah menahan emosinya sendiri. Menekan dadanya yang tiba-tiba nyeri.

Seokjin menunduk miring, pipi kanannya memerah akhibat tamparan hebat ayahnya itu.

Tak ada kata-kata yang terlontar dari mulutnya. Dia tetap diam meski kemudian ayahnya berlalu dari hadapannya, meninggalkan ibunya yang segera mendekatinya. Menangkup wajah Seokjin dengan satu tangannya.

"Kau tidak apa-apa Seokjin?" tanyanya sedih, mengelus pipi Seokjin yang kemerahan karena tamparan ayah Seokjin itu.

Seokjin mengangguk pelan, pipinya sedikit perih tapi tidak seperih hatinya sekarang.

Seokjin terbangun dengan kaget, keringat dingin membasahi wajahnya. Nafasnya tersenggal, sesuatu seakan mencekik lehernya. Seokjin bangun dan menuju dapur apartemen tempat tinggalnya, menuju lemari pendingin untuk mengambil minum.

Pria tampan berusia 29 tahun itu mengumpat, dia ketiduran dan bangun setelah petang lewat, alasan kenapa dia mimpi buruk tadi. Dia bisa melihat cahaya lampu berkedip di balik kaca rumahnya, menampakan pemandangan malam.

"Anak itu belum pulang ternyata," gumam Seokjin, menyalakan semua saklar lampu dan mengecek seluruh rumah.

Apartemen Seokjin terdiri dari dua kamar, dapur dan ruang tengah yang dia gunakan sebagai ruang tamu dan tempatnya bersantai berisi satu sofa panjang, meja dan sebuah televisi besar.

Seokjin mendudukan dirinya di sofa, matanya merah karena masih menyesuaikan cahaya. Semalam dia lembur dan paginya harus ke kantor lagi. Sepulang dari kantor tegah hari dia menganti baju kantor dengan kaos dan celana boxernya dan tertidur di ranjangnya. Kelelahan.

Sebenarnya Seokjin benci tidur di sore hari, itu membuat moodnya memburuk saat mendapati matahari sudah menghilang. Meninggalkan perasaan tak nyaman yang sulit di jelaskan jika dia melewatkan senja.

Dia sudah mengambil sekaleng soda dan menghabiskannya sekali teguk.

"Ah sial!" umpatnya lagi,

Dia lupa menelfon atasannya.

Seokjin mengambil ponselnya di nakas setelah setengah berlari dari ruang tengah.

"Maaf aku ketiduran Joon," panggilnya di telfon.

"Aku sudah pergi bersama Yoongi hyung, kau tak perlu datang," saut Namjoon dari telfon.

Namjoon adalah sahabat dekat Seokjin yang beda umur dua tahun dengannya, sekaligus Namjoon adalah atasannya di kantor. Mereka akan janjian pergi makan sore tadi pukul lima sore, namun karena Seokjin ketiduran dia jadi melewatkan janjinya dengan Namjoon. Kalo ini urusan kantor Namjoon pasti sudah mencak-mencak sekarang.

Seokjin mematikan ponselnya dengan kesal. Dia bisa saja menyusul mereka, tapi Seokjin ingat hubungan dengan Yoongi sedang tidak baik. Seokjin malas bertemu laki-laki pucat sombong itu.

Seokjin mendesah melihat tumpukan piring di westafel, dia memakai sarung tangan cuci piring dan mulai mencuci alat makan satu persatu.

Bunyi klik di sertai pintu terbuka mengalihkan perhatiannya,

Over The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang