two

51 35 40
                                    

°°°
Happy reading
°°°

Suasana sekolah pagi itu sudah mulai ramai. Koridor pun mulai penuh dengan anak anak yang berjalan menuju kelas ataupun hanya sekedar duduk di sana.

"Joy!" Panggil seseorang dengan berteriak, membuat si empunya nama menoleh. Dia Ardan, teman (dekat) Joy (mungkin).

Ardan dengan senyuman manisnya tanpa rasa apapun langsung merangkul pundak Joy. Mungkin pagi ini suasana hati Joy tidak baik sehingga dia melepas rangkulan Ardan, "Kenapa sih? Masih pagi juga," tanya Ardan.

Joy mengerang dengan menghentak hentakan kakinya, "Gue itu kesel banget sama Air!" Teriakannya membuat orang didekatnya menoleh.

"Dia selalu nyusahin!" Lanjutnya.

Ardan hanya tertawa menanggapinya. Dia tidak tahu harus bagaimana, karena dia tidak mau ikut campur dengan urusan keluarga orang lain.

"Selain Air yang ngeselin, Lo juga ngeselin!" Joy menoyor dahi Ardan yang sedang menertawakannya.

"Apa sih?" Ardan mengusap dahinya, "Mending ke kantin," saran Ardan yang tidak diindahkan Joy, dia langsung pergi meninggalkan Ardan.

Saat tengah menuju kelas, langkah Joy terhenti.

"Mana Air?" Tanya Gaza yang sekarang sedang menghadangnya. Suara Gaza mampu mengheningkan sekitar, "Mana!" Teriaknya dengan mendorong bahu Joy.

Dengan muka santainya, dia balik mendorong Gaza, "Gue udah pernah bilang, kalau Lo punya urusan sama Air, jangan bawa bawa gue!" Itu peringatan Joy pada Gaza untuk kesekian kalinya.

"Lo tuli?" Tanyanya lirih dan mendapat tatapan tajam dari Gaza. Joy tidak ingin berurusan lebih lama dengannya, dia pergi dengan menabrak bahu Gaza sampai dia sedikit terdorong.

Gaza hanya berdecak dan mengumpat dalam hati.

Dari arah lain, ada Meta, Zahra, dan Loly yang mendengar dan melihat mereka, "Gue denger, Air sekarang lagi nggak tahu dimana," ucap Zahra.

***

"Air?" Alea yang sedang duduk termenung, kaget melihat Air-anaknya pulang. Alea langsung mendekatinya dengan langkah tergesa-gesa, "Kamu dari mana? Mama khawatir nyariin kamu," lanjutnya.

"Mah, aku capek, mau istirahat," tanpa menjawab apapun, dia langsung naik tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Alea mengejarnya namun Air mempercepat langkahnya, dan langsung menutup pintu kamar tanpa memberi kesempatan untuk mamanya masuk.

Di luar, Alea terus mengetuk pintu sambil memanggil nama Air, berharap anaknya mau membuka pintu.

"Aku mau sendiri," suara dari dalam ruangan membuat Alea sedih. Dia mengartikan jika Air mengusirnya secara halus. Air matanya perlahan jatuh.

Didalam, Air sedikit tidak tega berbicara seperti itu pada mamanya. Dia hanya terpaksa, dia hanya tidak ingin mengingat kejadian dan ucapan papanya kemarin malam.

Dia mengambil handphone dan melihat banyak panggilan masuk dari Gaza. Dia duduk dan membuka laptopnya hanya untuk sekedar bermain game.

***

Alunan musik terdengar menenangkan, dia sana ada Angel yang sedang mengangguk angguk menikmatinya. Ruang tamu posisinya sekarang. Jari telunjuknya naik turun menyentuh layar handphonenya.

Jarinya berhenti ketika sekelebat ingatannya datang. Air, cowok aneh yang tiba-tiba datang kerumahnya. Iya, sekarang dia sedang mengingat cowok itu.

"Gimana caranya dia ngebalikin Hoodie gue? Apa dia mau datang lagi?" Tanyanya berpikir.

Lamunannya buyar ketika handphonenya bergetar. Nama Mama tertera di sana, "Halo?" Sapanya.

"Kamu udah tahu mau sekolah dimana?" Tanya Yura to the point.

"Ini lagi nyari, tapi belum nemu yang cocok," jawabnya.

"Mau masuk ke sekolah yang mama saranin gak? Sekolahannya bagus, pendidikannya juga nggak kalah,"

"Dimana?"

***

"Neng," panggil Sri, ART di rumah Joy. Joy menoleh, "Kenapa mba?" Tanyanya.

Jarum jam sekarang menunjuk pada angka satu, "Udah nyiapin makan belum mba, aku laper," lanjutnya sambil memegangi perut.

"Nanti dulu neng," Sri menepuk lengan Joy.

"Kenapa sih mba?" Tanyanya heran dengan sikapnya.

"Seharian si Ibu sedih terus, Mas Air nggak mau keluar kamar, dipanggil buat makan juga nggak jawab," jelasnya.

"Air udah balik?"

"Udah," jawab Sri yang langsung mencekal lengan Joy yang hendak pergi, "Ini kunci serep kamar Mas Air, mba tadi mau kasih ke ibu tapi takut ibu makin sedih," lanjutnya dengan memindahkan kunci dari tangannya ke tangan Joy.

Saat hendak naik tangga, Joy melihat ibunya sedang menundukkan kepalanya sambil membuka buka buku album.

Brakk

Setelah masuk, dengan keras dia menutup pintu. Membuat si punya ruangan yang sedang duduk kaget lalu menoleh kebelakang.

"Dari mana aja?" Tanya Joy datar.

"Keluar!" Pinta Air dengan muka yang tak kalah datar.

Joy belum puas mendengar jawaban kakaknya itu. Dia menendang meja dan membuat Air berhenti menulis.

Joy mendekat, dengan berani dia merebut bolpoin dari tangan Air dan mencoret coret bukunya, "Jangan pernah bikin Mama nangis lagi, gue nggak suka!" Ucapnya lalu pergi tanpa menutup pintu.

Saat itu, Air hanya bisa menghela napas. Dia dengan adiknya itu tidak akan akur sampai kapanpun. Mereka punya sifat dan sikap masing masing.

Joy turun kembali menghampiri mamanya, "Mama kenapa sih, sayang banget sama Air?" Itu benar benar pertanyaan retoris, "Udah deh, pulangin aja dia ke LA, nggak guna dia disini," sarannya yang membuat Alea mendongak lalu berdiri.

"Dia kakak kamu, dia juga nggak pernah menyusahkan mama," jawab Alea selayaknya seorang ibu. Joy hanya berdecak mendengarnya.

Handphonenya bergetar, seseorang mengirim pesan sesuatu padanya, "Mama ke kamar dulu," Joy mengangguk menanggapinya.

Joy kaget ketika melihat nomer yang tidak dikenal mengirim foto, foto orang yang membuatnya sangat kaget, "Air?Kok bisa?" Tanyanya bingung.

°°°
SEEYOUNEXT
°°°

Look Back [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang