16|| About Us

80 24 5
                                    

(◡ ω ◡)

"MAU KEMANA NIH?!" Tanya Satya sambil berteriak. "Gak usah ngegas bego, gue denger." Balas Seina

"Oh oke! Mau kemana?" Tanya Satya sekali lagi, "ya gak tau. Kan lo yang ngajakin pulang bareng tadi, lo juga yang bawa motor."

"Ke street food yuk!"

"Enggak ah anjir! Gak ada uang, lo juga kan tadi lupa gak dikasih uang saku!"

"Lah iya ya! Eh tapi kan gue bawa ATM!" Seina segera menepuk bahu Satya, "emangnya di street food nerima pembayaran kredit?!"

"Yaudah, gas ke Mall aja lah!" Final Satya.

.

"Makannya pelan-pelan, Na." Nasihat Mahesa pada Anna, si empu hanya mengangguk pelan, "iya."

Btw mereka sedang berada di warung soto mie dekat rumah Anna, Mahesa yang mengajak kesini. Tadinya ingin mengajak Jena juga, namun gadis itu menolak karena orang tuanya menyuruh gadis itu untuk segera pulang.

"Jadi teh Seina udah tau kalo kita sepupuan?" Mahesa mengangguk, "habisnya waktu itu dia ngira aku suka sama kamu, makanya aku kasih tau aja kalo kita sepupuan."

Anna terkikik, "berarti yang belum tau kita sepupu cuma Jena sama Kevin doang dong."

"Mau dikasih tau gak?" Anna menggeleng, "entar aja, biar aku yang kasih tau."

Mahesa hanya mengangguk asal lalu kembali melanjutkan makannya.

"Aku mau nanya, boleh?"

Mahesa mengangguk kembali, tumben sekali Anna ingin bertanya padanya.

"Kamu kok bisa suka sama Jena? Emang gak sakit hati?"

Mahesa tertawa, "sakit hati kenapa coba?"

"Ya kan kamu tau sendiri kalo Jena itu gak mungkin suka sama sah—

"Iya aku tau, tapi ya namanya perasaan. Udah terlanjur, aku udah suka sama dia." Potong Mahesa

"Kamu mau berjuang buat dia?" Tanya Anna, Mahesa hanya mengangguk pelan. "Aku pengen, banget."

"Tapi gak tau harus berjuang kapan, aku bingung." Lanjut Mahesa

Anna tersenyum, "berjuang bisa dimulai dari kapan aja. Tergantung kamu niat apa enggak."

"Kalo misalnya aku baru pengen berjuang tapi Jenanya udah matahin duluan gimana?" Tanya Mahesa

"Ikutin alur aja."

.

.

Jena baru saja pulang, rumahnya tampak begitu suram dari kelihatannya. Gadis itu baru saja ingin melangkahkan kaki pergi ke kamar sebelum sebuah suara menginterupsi dirinya.

"Bagus, lain kali jangan pulang telat." Celetuk Papahnya

Jena hanya mengangguk pelan, tidak ada niatan untuk membalas sedikit pun.

"Minggu depan ada acara ketemuan lagi, buat nentuin tanggalnya. Kamu ikut ya?" Ujar Papahnya kembali

Tangan Jena mengepal kuat, air mata memulai menggenang di pelupuk matanya. Tubuh gadis itu bergetar kecil, "aku boleh nolak sekali aja gak?"

Raut wajah Papahnya seketika menjadi keras, "cuma nentuin tanggal doang, Jena Malone Vika."

"Papah tau kan aku gak mungkin bisa—

"Kamu bisa, kalo selama ini Papah bisa nurutin semua keinginan kamu, kamu pasti juga bisa nurutin semua keinginan Papah."

Kepala gadis itu menunduk, "aku ke kamar dulu." Ucapnya pelan.

"Dan Papah anggap jawaban kamu, iya."

.

.

"Gak lagi gue pergi ke Mall sama lo, Sat."

"Kok lo jatohnya kayak ngatain gue ya?" Balas Satya, sementara Seina hanya rolling eyes.

"Tapi makan batagor doang enak kok, apalagi dibayarin hehe." Ucap Satya sambil dengan mulutnya yang masih mengunyah batagor

"Uang gue abis cuma buat beliin lo batagor, abis ini beli apa lagi?"

"Cilok! Gila, gue udah lama banget gak makan cilok!"

"Norak dasar," sinis Seina.

Mereka berdua pun kembali melanjutkan makan dengan sesekali mengobrol dibarengi oleh umpatan satu sama lain.

Azka—orang yang sedari tadi menguntit kedua orang tersebut tertawa kecil lalu memotret keduanya, menurut dirinya momen ini harus diabadikan.

Diam-diam pemuda itu masih penasaran dengan hubungan Satya dan Seina, yang ia tahu kedua orang itu memang dekat namun tidak ada status yang jelas diantara keduanya.

"I think motret orang lain tanpa izin orangnya itu gak sopan," celetuk Kevin dari arah belakang Azka.

Azka terlonjak sedikit, "lo kok disini?!"

Kevin hanya tersenyum lalu mendongak melihat ke arah Seina dan Satya, "kalo misalnya mereka ada apa-apa gimana ya?"

Azka terdiam, jika Seina dan Satya punya suatu hubungan khusus maka itu akan menguntungkan baginya. Tidak ada lagi penghalang bagi dirinya untuk dekat dengan Anna.

"Kalo mereka punya hubungan khusus ya bagus, gue jadi gak ada saingan lagi." Ujar Azka

"Terus itu foto buat apaan?" Tanya Kevin. "Disimpen, siapa tau kepake suatu saat nanti." Jawab Azka

"Lo udah berapa lama nguntitin Seina sama Satya?"

Azka mengingat-ingat, "mungkin dari awal gue liat dia sama Satya di toko buku waktu gue lagi beli bahan tugas sama Anna."

.

"Gak mau mampir sebentar?" Tawar Anna. Mahesa menggeleng pelan dan tersenyum, "lain kali aja. Titip salam ke pakde sama bude ya."

Anna mengangguk, "e.. kamu besok ada latihan basket gak?"

"Ada, kenapa?"

Anna tersenyum senang, "besok aku temenin kamu ya!"

"Tumben banget, ngapain? Mau liat Satya?" Anna terkikik lalu mengangguk.

Mahesa hanya tersenyum simpul, "iya, ajak yang lain juga kalo perlu. Aku duluan ya."

Mahesa pun pergi pulang, sementara Anna kini tengah senyum-senyum sendiri membayangkan apa yang akan terjadi keesokannya.

Ah dia tidak sabar untuk melihat Satya, sudah agak lama tidak melihat pemuda itu latihan basket.

<( ̄︶ ̄)>

Choice of You [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang