Skandal : Perbuatan yang terkadang memalukan, namun dengan mudah menyentuh kata viral.
*****
Direct-Love
Bab 9
*****Mata Aruna sembab, berulang kali dia merutuki dirinya sendiri karena benar-benar menangis di depan Jati. Sebelumnya, kontrol dirinya tak pernah seburuk ini. Rasanya benar-benar canggung jika harus bertemu dengan pria itu. Maka, hanya satu ide yang tercetus dalam pikirannya. Memberi Jati masakannya, dan pria itu tidak akan mengganggunya dalam sehari.
Namun, kesialan yang kembali Aruna dapat. Begitu merasakan hasil masakannya sendiri, rasanya benar-benar jauh dari ekspektasi. Hambar di beberapa bagian, dan terlalu asin di bagian yang lain. Sayangnya, ketika ingin menghubungi Jati, pria itu malah menghubunginya terlebih dulu, buru-buru Aruna mengirimkan pesan agar Jati tidak memakannya. Dan sepertinya terlambat, malahan berujung semakin sial, karena Jati kembali mengejutkannya dengan muncul di ruangannya, dan membuat seisi gedung heboh. Pria itu memaksanya untuk makan siang bersama--yang akhirnya Aruna setujui karena tidak memiliki alasan lain.
Bersama Jati, Aruna selalu mendapatkan banyak hal mengejutkan. Tanpa aba-aba, mereka harus berlakon di hadapan teman pria itu, dan malah berakhir dengan Aruna yang merasakan kesedihan yang selama ini Jati pendam. Semenjak banyak kehilangan, kepribadian melankolis miliknya meningkat drastis. Aruna mudah sekali terbawa perasaan jika mendengar hal-hal menyedihkan. Gadis itu sama sekali tidak menyangka, jika laki-laki sehebat Jati bisa terlihat rapuh hanya karena mendiang ayahnya.
Aruna sangat terkejut ketika Jati tiba-tiba menariknya dalam pelukan. Padahal niat Aruna hanya bersimpati kepada pria itu dengan menepuk punggungnya. Aruna tak punya pilihan, selain tetap menepuk punggung lebar Jati, sebuah tanda jika dia peduli. Hanya sekian menit, hingga pria itu melepas rengkuhannya. Namun, jantung Aruna harus berulah karena Jati menampilkan seulas senyum, bukan senyum meremehkan yang kerap Aruna lihat, melainkan senyuman tulus, seolah menganggap Aruna adalah kawan lama.
"Terima kasih. Mau kembali sekarang?" tanya Jati seolah kejadian sebelumnya sama sekali tidak melibatkan sisi emosionalnya.
Mengangguk canggung, Aruna membiarkan Jati kembali menggenggam tangannya. Diam-diam gadis itu merasa malu karena dia dan Jati baru saja berpelukan di ruangan terbuka. Aruna sudah tidak sanggup berpikir, bagaimana jika banyak berita yang tidak sesuai dengan kenyataan? Bukankah hal itu bisa mempengaruhi proses akuisisi dan nilai saham?
"Ehm, bagaimana kalau saya pulang sendiri? Saya bisa meminta Amanda menjemput saya sekarang."
Jati menggeleng tegas. "Nggak, bukan begitu etikanya, saya yang menjemput, saya juga yang akan mengantar kamu kembali."
Aruna ingin sekali mengumpat pada Jati, bagaimana mungkin pria itu sama sekali tidak peka dengan kejadian yang baru saja terjadi diantara mereka? Atau mungkin, hari ini otak jenius Jati memang sedikit bergeser, sehingga Aruna mendapat banyak kejutan tak terduga.
"Saya serius." tandas Aruna. "Saya bisa kembali dengan Amanda, saya yakin Pak Jati masih mempunyai banyak pekerjaan."
Pria itu mengerutkan kening, "Saya nggak terlalu sibuk hari ini, bahkan saya baru saja mau menawarkan diri untuk membantu kamu menyelesaikan berkas. Apa ada kesulitan untuk melobi para komisaris? Bagaimana dengan Tantra Barata?"
Aruna semakin pusing saja. Lama-lama dia merasa jika Jati semakin menempel seperti lintah. Sekalipun dia mendapat kemudahan jika pria itu bersamanya, Aruna ingin menjaga jarak demi kewarasan hatinya. Sampai detik ini Aruna terkadang masih bingung, mana yang merupakan sikap asli dari pria itu. Dia tidak mau salah menangkap perlakuan baik Jati.
"Saya baik-baik saja. Ada Amanda dan beberapa staf lain yang saya percayai. Semua masih dalam proses, tetapi jika sudah ada progres saya akan memberitahu Pak Jati secepat mungkin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Direct-Love?
Chick-LitSejak orang-orang terkasihnya pergi meninggalkannya, Aruna merasa hatinya tak lagi ada. Ketika Ayahnya berubah dan harus bertanggung jawab atas seluruh perbuatannya, Aruna merasa tak ada artinya lagi jika hidup di dunia. Belum lagi, pemberitaan tent...