Bab 14 - Sang Penghibur.

15.6K 2.3K 200
                                    




Sang Penghibur : Yang 'kebetulan' ada untuk menjadi pelipur.
*****
Direct-Love?
Bab 14
*****

Aruna menangis. Entah apa yang terjadi, Jati dengan sigap membawanya dalam pelukan tanpa mengatakan banyak kata. Sebuah tanya kembali bersarang dalam benak Jati. Apa yang terjadi tadi? Jati menahan asumsinya sendiri, tetapi dia yakin, hubungan Aruna dan ayahnya sendiri sedang tidak baik. Jati membiarkan Aruna tersedu, berkaca dari pengalaman yang lalu, Aruna tidak menangis terlalu lama. Bahkan dengan cepat mengubah raut wajah, meski sepasang matanya sembab.

"Kamu... benar-benar bisa saya percayai, kan?"

--seperti sekarang ini, tidak sampai lima menit, dalam sisa tangisnya, Aruna mendongak, menatap Jati sembari berkata lirih. Sedangkan Jati masih terpaku. Dia masih bisa mendengar pertanyaan Aruna dengan jelas. Namun, tidak tahu harus menjawab apa, karena setiap cerita dan perlakuan gadis itu kedepannya, akan memengaruhi rencana Jati.

"Kamu pasti bisa saya percaya, kan?" ucap Aruna lagi.

Jati hanya mengulas senyum menenangkan. Untuk saat ini, dia tak ingin menjawab apapun. Tetapi biarkan dia menghapus kesedihan dari wajah Aruna.

"Mau jalan-jalan? Anggap saja refreshing karena kamu sudah bekerja keras."

Sekali lagi, Jati tidak memiliki pengalaman apapun dengan wanita selain Ibu dan kakaknya. Segala perlakuan yang dia berikan pada Aruna, selalu berjalan spontan dan berada di luar logikanya. Jati harap, inisiatifnya kali ini tidak akan salah, sebab Aruna yang ada di hadapannya sekarang, terlihat sangat tertekan. Jika Aruna baik-baik saja, tentu saja akan membuat rencana Jati berjalan lebih mudah. Toh, di pertemuan mereka sebelumnya, Aruna menceritakan ayahnya sendiri tanpa Jati minta, kan? Semoga saja, hal itu juga berlaku dengan segala hal yang berkaitan dengan Arjuna, karena Jati yakin, prasangkanya tidak pernah salah.

Aruna menyeka sisa tangisnya, kemudian bertanya, "Kemana?"

Jati mengulum senyum, sembari melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Masih ada sisa waktu. Tidak masalah, karena Jati juga butuh sedikit hiburan di sela sisa jadwalnya yang padat.

"Rahasia."

Melingkupi tangan mungil Aruna dengan telapak tangannya yang besar, Jati menarik Aruna dengan hati-hati, membuat mereka berjalan bersisihan, sampai di depan mobil Jati yang terparkir rapi.

Sebelum memacu mobilnya, Jati mengirim voice note pada Ganendra untuk mengatur ulang jadwalnya. Dia juga meminta Aruna melakukan hal yang sama. Tidak hanya untuk Aruna, sesekali, dia juga harus menikmati dunia, kan? Lebih dari separuh usianya bahkan Jati habiskan untuk belajar dan berpikir. Kesempatan seperti ini, juga harus dia manfaatkan dengan sebaik mungkin.

"Really? Dufan?"

Aruna terkejut, tidak menyangka Jati membawanya ke taman hiburan. Sedangkan Jati sendiri hanya tertawa kecil, membiarkan Aruna menikmati keterkejutannya hingga mereka selesai memberi tiket.

Netra Aruna yang masih memindai suasana sekitarnya membuat Jati gemas.

"Memangnya kamu belum pernah ke Dufan?"

Gelengan polos Aruna membuat Jati tersentak. Serius? Aruna? Anak salah satu konglomerat di Indonesia? Kalau Jati sih, wajar. Baru sekali, itu karena Kezia yang merengek saat berkunjung ke Jakarta, sedangkan pada masa kecil Jati, taman hiburan paling indah adalah Pasar Malam.

"Terus, sewaktu kecil kalau main dimana? Masa sih? Saya nggak percaya. Kali aja kamu lupa."

Aruna berdeham, memainkan tali tasnya. "Dulu... ke Disneyland."

Direct-Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang