Memori : Kesadaran akan kembalinya ingatan masa lampau yang hidup kembali.
*****
Direct-Love?
Bab 29
*****
Aruna mengerjapkan mata, merasakan kepalanya terasa berat. Ternyata kepalanya dan kepala Jati saling menumpu. Merasakan kereta yang masih melaju dengan teratur, dan dengkuran halus Jati, Aruna memejamkan matanya lagi, tidak pernah membayangkan bahwa dia akan ada di posisi ini sekarang. Berdekatan dengan laki-laki selain Arjuna--bahkan ia dan Arjuna tidak pernah ada di posisi seperti ini sebelumnya.Kehadiran Jati sudah lebih dari cukup untuknya. Tetapi, ketika pria ini membiarkan bahunya menjadi bantal semalaman penuh untuknya, membuatnya mengosongkan jadwalnya selama satu minggu penuh, dan memberinya liburan, Aruna benar-benar merasa tersentuh. Jati memperlakukannya seperti seorang putri. Pria itu sangat mengertinya, bahkan dari hal sederhana yang mungkin orang lain tidak penah pikirkan.
Aruna tidak bisa bergerak banyak, karena sebagian tubuh Jati juga bertumpu padanya. Menandakan semalaman penuh, mungkin saja mereka tidak berjarak, karena ketika terbangun yang pertama kali Aruna hirup adalah aroma tubuh Jati, sedangkan tangan kiri laki-laki itu, menggenggam lemah jemari tangan kirinya. Anehnya, Aruna tidak keberatan dengan hal itu. Samar-samar dia masih mengingat jika Jati menjaganya dengan sangat baik. Kepalanya nyaris terantuk jendela kereta, tetapi Jati melindunginya dengan telapak tangannya yang besar. Mungkin, beberapa jam sebelum ini pria itu cukup kerepotan karena dia bergerak cukup banyak.
Jati berkata, mereka akan tiba saat subuh, kembali membuka mata, ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul empat. Apa artinya sebentar lagi mereka akan sampai? Aruna sudah tidak mengantuk, ia memilih melihat-lihat sekitar, sampai dia merasakan pergerakan Jati yang ada di sampingnya.
"Jam berapa?" Pria itu bertanya.
"Empat lebih lima menit."
Kemudian, Aruna bisa merasakan kepala Jati menjauh. Dengan sadar diri, Aruna menegakkan tubuh, supaya Jati bisa melakukan peregangan badan. Aruna siap memberikan counterpain atau koyo jika saja lengan kiri Jati menjadi kebas karenanya. Namun, Aruna sama sekali tidak mendengar laki-laki itu mengeluh.
"Sebentar lagi kita sampai." ucap Jati.
Jati mengeluarkan ponselnya. Lantas membuka mode kamera depan, dan mengarahkannya sehingga mendapati wajahnya dan Aruna berada dalam satu frame.
"Senyum! Mau laporan dulu sama Ibu."
Aruna melotot, tepat saat Jati menyentuh icon kamera.
"Kalau kamu begini, berasa aku lagi culik kamu. Ulangi yang cantik coba." Jati berkata dengan santai, seolah reaksi Aruna bukanlah suatu hal yang di khawatirkan.
Tanpa Aruna duga, Jati menarik sebelah pipinya, membuat wajahnya semakin aneh, sedangkan laki-laki itu semakin terbahak.
"Nggak, tunggu dulu!" Aruna meraih ponsel Jati lantas menjauh.
"Ini kamu laporan bukan bukan karena Ibu jemput di Stasiun, kan?"
Aruna mengutarakan yang ada dalam pikirannya. Ia tidak ingin merepotkan siapapun, apalagi, Ibunda Jati sangatlah baik padanya. Ia tidak bisa membayangkan jika wanita paruh baya super baik itu ikut menjemput mereka saat langit masih gelap seperti ini.
"Ibu lagi masak besar di rumah sama Mbak Nana."
Aruna mengembuskan napas lega, lantas mengembalikan ponsel milik Jati. Namun, laki-laki itu enggan menerimanya.
"Ambil foto dulu yang benar, baru kamu kasih ke aku. Kayaknya kita belum pernah punya foto bareng."
Pemaksa adalah nama tengah Jati. Seharusnya Aruna harus mengingat itu, meski laki-laki itu semakin bersikap manis, sikap menyebalkannya sama sekali tidak hilang. Tidak ada salahnya juga, karena hubungan yang mereka jalani sudah jelas, kan? Jadi sudah sewajarnya mereka melakukan hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Direct-Love?
Romanzi rosa / ChickLitSejak orang-orang terkasihnya pergi meninggalkannya, Aruna merasa hatinya tak lagi ada. Ketika Ayahnya berubah dan harus bertanggung jawab atas seluruh perbuatannya, Aruna merasa tak ada artinya lagi jika hidup di dunia. Belum lagi, pemberitaan tent...