ROMEO
Gue keluar dari kamar mandi dan mendapati Moza duduk di tepi tempat tidur dengan pakaian yang sudah rapi.
"Kamu lama banget sih mandinya. Aku buru-buru," keluhnya sembari melirik jam tangannya.
"Ya udah tinggal berangkat aja, kenapa nungguin?"
"Habisnya tadi kamu tiba-tiba ngilang. Terus baju kamu lempar sembarangan. Aku 'kan udah sering bilang, taruh di keranjang cucian.... Posisinya udah deket pintu kamar mandi kok."
"Oh, jadi kamu nungguin cuma mau ngomel?"
"Bukan..." kilahnya, kemudian berdecak. "Ya udah deh. Aku berangkat!"
Sebelum ia benar-benar meninggalkan kamar, gue memaggilnya. "Moz..."
"Ya?" Langkah Moza terhenti.
"Kalo kamu nggak keberatan... bisa nggak, kamu kasih tahu aku kamu pergi berapa hari? Biar aku nggak kelihatan bego-bego amat kalo ditanya orang."
Moza berbalik menatap gue, matanya sedikit memicing. "Bego? Kenapa tiba-tiba mikir ke sana? Nggak ada yang nganggep kamu bego cuma karena nggak tahu detail jadwal aku. Kamu bukan sekretaris."
"Tapi seenggaknya aku harus tahu istri aku ke mana, sama siapa, berapa lama..."
Kalimat itu mendiamkan Moza. Bukan, kalimat itu mendiamkan kami. Hingga akhirnya napas gue yang sempat tersengal karena sempat meninggikan suara, kembali tenang.
"Kalo aku belum pulang sampai kamu akhirnya berangkat, apa kamu masih nggak ngasih tau aku dan biarin aku tau dari Gandhi? Kalo aku nggak nanya kamu pergi berapa lama, apa aku bakal tetep kamu biarin nggak tahu sampai nanya sekretaris kamu?"
Moza meremas handle tasnya, lalu gue menangkap gerakan seperti menelan ludah.
"Aku pergi selama tiga hari. Hari Sabtu udah di sini. Is that all you wanna hear? Lain kali aku akan bilang ke kamu."
Detik berikutnya ia berbalik dan keluar kamar. Sementara gue termenung dalam jeda yang cukup sunyi.
Samar-samar terdengar deru suara mobil. Tanpa sengaja mata gue menatap jaket milik Moza yang tertinggal di dekat tempat tidur.
Sebelum Moza benar-benar meninggalkan rumah, gue segera mengambil jaket itu dan menyusulnya.
"Moz!" Gue memanggilnya, ketika ia hendak memasuki mobil. "Jaket kamu. Ini awal Februari, di sana masih dingin."
Moza mengulurkan tangannya untuk meraih jaket itu. "Thank's."
Gue mengangguk.
Moza mendongak menatap gue. "Aku..."
Dan sebelum ia melanjutkan kalimatnya, gue menarik tangannya yang baru saja mengambil jaket dari gue. Sebuah kecupan gue daratkan di bibirnya.
"Take care." Gue berucap begitu tautan bibir kamu terlepas.
Moza menarik bibirnya ke satu sisi. Membentuk senyum kecil yang agak canggung. "See you. Nanti aku kabari kalo udah sampai."
Gue mengangguk, kemudian melepasnya pergi.
*****
Satu demi satu hentakan dari kaki dan rope jump memukul lantai, mendekati target angka exercise gue malam ini. Kebetulan hari ini nggak terlalu banyak agenda sehingga gue bisa pulang seenggaknya saat jarum jam belum menunjuk angka sembilan.
Ini adalah Jumat malam. Dua hari sejak Moza bertolak ke negeri gingseng, atau sekarang lebih dikenal dengan negeri Oppa?
Begitu lompatan mencapai angka seratus, gue menghentikan lompatan dan mulai mengambil gerakan pendinginan.
Gue sebenarnya nggak terbiasa exercise di malam hari. Namun karena Moza nggak ada di rumah dan pikiran gue cukup kalut, terutama sejak pertengkaran kecil dengan Moza beberapa hari lalu, membuat gue menjadikan aktivitas fisik sebagai sarana untuk melepas penat.
Gue masih berada di ruang gym pribadi, ketika ponsel gue bergetar. Nama Darryl muncul di layar. Dia adalah salah satu kenalan gue di tongkrongan. Perkenalan itu pun menjadikan gue sebagai salah satu investor di studio boxing yang ia kelola bersama teman-teman lain, yang mana masih satu tongkrongan juga.
"Hei, what's up bro?" Gue menyapa.
"Wah, nggak nyangka langsung diangkat sama big boss."
"Keberuntungan lo kali," balas gue bercanda, yang disambut tawa olehnya.
"Lo lagi di mana? Ada agenda, nggak? Anak-anak lagi kumpul nih di Sky Life. Johan abis menang kasus lawan abang tirinya. Warisan jatuh ke dia semua. Jadi party tipis-tipis. Wanna come?"
Gue menenggak air sesaat, kemudian melirik jarum jam yang kini menunjuk angka sepuluh.
"Kalo Moza nggak ngebolehin, ajakin aja sekalian," kekehnya.
Gue ikut tertawa. "Lagi nggak di sini dia. Ada urusan di Korea."
"Nah! Itu pawang lo lagi jauh. Gabung lah... Chill bentar. Ada Blaire juga di sini. Dia pasti seneng lo gabung."
Blaire. Cewek yang dengan sangat halus gue akhiri kencannya hanya sampai makan malam, karena waktu itu gue sudah melamar Moza. Namun demi kesopanan, gue nggak membatalkan janji untuk menemaninya menikmati pertunjukan live music di salah satu bar, tepatnya CJ's Bar Hotel Mulia.
Malam itu gue juga mengatakan bahwa gue akan menikah dengan Moza. Awalnya dia juga terkejut dan menyangka Moza sudah hamil anak gue, atau bahkan anak Arsen. Karena berita sebelumnya tersebar secara luas bahwa mereka adalah pasangan.
Namun dugaan itu nggak bertahan lama setelah gue merangkai kata atau mungkin dongeng manis bahwa gue dan Moza sama-sama baru menyadari bahwa kami ditakdirkan bersama dan saling membutuhkan satu sama lain. Bahwa nggak ada niat pula untuk mengabaikan atau menyakiti Blaire. Bukan pula memilih Moza karena lebih baik darinya. Semuanya memang karena kami baru menyadari kecocokan saja.
Beruntungnya, dongeng manis itu mampu meluluhkan hati Blaire hingga memberikan selamat sebagai kata perpisahan malam itu. Bukan makian.
Kini, setelah tiga bulan nggak berkomunikasi... sepertinya bukan hal buruk menyapanya untuk sekedar bertukar kabar. Apalagi gue juga udah nggak terlalu ingat kapan terakhir kali gue gabung untuk berpesta dengan mereka.
"Oke, gue mandi dulu. Baru kelar work out." Gue berucap pada Darryl, sebelum sambungan itu berakhir beberapa kalimat setelahnya.
-----------------------------------to be continued
Duh.. mau juga dikecup manja sama Rommy sebelum berangkat kerja wkwk
****
Hmmm, gimana nih. Kira-kira, apakah Romeo akan bergabung dalam party dan ketemu Blaire?
Vomment yang banyak buat tau jawabannya 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTIDOTE
عاطفيةMoza : I was poisoned by the thing called love Runnin' deep inside my veins Burnin' deep inside my brain I needed an Antidote. And Romeo was there Romeo : Coba sebutin, berapa persen kucing yang nolak dikasih ikan? Berapa persen singa yang nolak di...