31: Hyacinth

1.6K 308 50
                                    

CHAPTER 31
Hyacinth

[Playlist: Jung Sae Rin – Warmth That Melts Loneliness]

***

"Aku tidak bisa pergi ke kantor hari ini."

Susah payah, benda pipih persegi panjang dilekatkannya pada telinga menggunakan bantuan bahu kanan selagi dua tangan sibuk membuka tutup botol lantas menuangkan air dingin ke dalam sebuah baskom. Pria pemilik punggung tegap tertutup sweater abu-abu di sana menyimpan setengah cemas di balik raut tenang luar biasa.

"Kenapa?"

Lantas, suara berat seseorang dari balik ponsel menyapa. Tak sampai satu detik berselang bibir tipis Jeffrey bergerak menjawab, "Rose—," dan tak sampai satu detik pula, ia terkatup rapat.

"Rose?"

Akal di kepala segera menebak pertanyaan apa yang akan terlempar berikutnya setelah seseorang membeo lirih.

"Rose kenapa?" Ada was-was dan juga keingintahuan besar yang tersemat pada suara Kim Mingyu, pria yang Jeffrey hubungi sepagi ini, di kala sang mentari baru menyibak sedikit tirai persembunyian.

Seperti yang diduga, setelah mengucap satu nama itu, maka pembicaraan mereka tak akan berakhir sesegera yang Jeffrey mau. Mungkin, lain cerita jika tadi Jeffrey hanya sebatas menyuguhkan alasan cuti istirahat sebagai alibi atas konfirmasi absensinya dari pekerjaan. Kini, sedikit penyesalan mencecap perasaan. Pertama, karena ia mesti sudi menjelaskan kondisi Rose kepada Mingyu.

"Rose sakit."

"Apa? Sakit? Seberapa parah? Dia mengeluh sakit kepala lagi? Atau dia tak sadarkan diri lagi? Ayo ke rumah sakit, aku akan datang menjemputnya."

Kedua, Jeffrey sama sekali tak menyukai reaksi berlebihan Mingyu. Tak sepenuhnya salah lantaran Jeffrey telah mengetahui keberadaan sebuah rasa yang Mingyu simpan teruntuk Rose. Kekhawatiran pria itu boleh dikatakan wajar. Jeffrey dipaksa memahami, sebab ia pun tengah merasakan hal yang serupa sekarang—baik khawatirnya maupun rasanya, dan sialnya untuk perempuan yang sama pula.

"Kali ini, biarkan aku menanganinya," ujar Jeffrey pelan, sarat akan penekanan.

"Apa maksudmu?"

Satu tarikan napas diambil, kemudian dihela pelan. Jeffrey meletakan botol di atas meja bersama tatapan yang menerawang ke depan, tetapi tak fokus pada satu pun objek yang nampak di mata. Akal pria itu sedang sibuk memproyeksikan bayangan saat dirinya tengah berdiri di balik podium demi menguraikan sejumlah paparan di dalam forum, dan saat dirinya mendapati Kim Mingyu keluar dari aula dengan raut cemas kentara yang mencoba disembunyikan. Setelah mengulik penjelasan dari Mola, Jeffrey kini tahu jelas bahwa saat itu Mingyu pergi membawa Rose yang tak sadarkan diri ke rumah sakit tanpa sepatah kabarpun.

"Rose harus segera ditangani, jangan sepelekan apa pun tentangnya!"

"Kau pikir, sedang apa aku bangun sepagi ini?"

Sungguh, Jeffrey bukanlah individu yang pandai mengumpulkan kesabaran. Ia lebih kepada pribadi yang tak punya takaran emosi saat meluap-luap, sebagaimana tempo. Dan, ia masih meluap-luap di saat tahu dirinya sedang berhadapan dengan siapa—Rose, perempuan dengan kondisi mental setengah abnormal. Kini, di kala ucapan Mingyu terdengar meninggi, pun di kala nalar segera menangkap klaim tersirat bahwa Jeffrey kerap menjelma manusia ceroboh yang tak memperhatikan Rose dengan baik, agaknya Jeffrey akan kembali meluap jika tidak segera mengendalikan seisi jiwa yang gemuruh.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang