13: Quiet for A Moment

1.8K 369 27
                                    

CHAPTER 13
Quiet for A Moment

[Playlist: The Rock Diamond – I'II Protect You]

***

Suara gemericik air yang tertuang dari botol ke dalam sebuah gelas kaca dalam genggaman seorang pria kini membelah keheningan ruang. Warna bening mampu membiaskan cahaya rembulan yang menggantung tak sempurna di langit malam itu, menjadi objek pandang sosok perempuan yang diam terduduk di tepian ranjang.

Sepasang bola mata sayu, wajah tanpa ekspresi, dan jemari yang dimainkan kuku-kukunya seperti menahan kegelisahan. Selalu, perempuan itu berakhir demikian jika tiba masanya Jeffrey menghampiri dengan sebuah nampan yang terisi oleh segelas air dan beberapa botol kecil.

Meski merasa sedikit dipukul rasa berdosa karena menyadari hal itu, Jeffrey tetap duduk di samping Rosé lantas berucap lembut, "Waktunya minum obat."

Atensi Rosé perlahan bergulir pada Jeffrey. Dan, rasanya, Jeffrey ingin membuang apa yang ada di atas nampan dalam genggamannya kini melihat raut wajah Rosé yang masih sama muram. Jika tidak ingat tujuannya datang kemari adalah membuat Rosé sembuh dari kegilaan, Jeffrey jelas tak akan bersikap demikian: memaksa perempuan itu menelan butiran obat yang sangat pahit katanya sampai dia ingin muntah.

Mengambil tangan Rosé, Jeffrey meletakan beberapa di sana. Sayangnya, sebelum sempat memastikan benda itu masuk ke dalam mulut Rosé, suara getaran ponsel dari saku celana Jeffrey mengalihkan perhatiannya. Satu nomor tak dikenali menelpon Jeffrey. Kini pria itu ditubruk bimbang kala melihat layar ponsel dalam genggaman. Antara membersamai Rosé atau pergi mengangkat panggilan itu, Jeffrey mengambil sedikit jeda guna mempertimbangkan.

Sebab nomor ponselnya kini hanya diketahui Alice dan Mingyu, Jeffrey cukup merasa risau juga penasaran siapa gerangan sang penelpon dan ada urusan apa. Namun, Jeffrey memilih mengesampingkan rasa yang berkecambuk di dada demi menunggui Rosé. Ia menolak panggilan itu dengan niat akan menelpon balik nanti. Saat ini yang paling penting adalah Rosé dan sebentuk upaya yang Jeffrey pikir akan membuat perempuan itu sembuh segera.

Namun, ketika sebuah pesan singkat masuk sesaat kemudian, terpampang pada layar di bagian kolom pemberitahuan, apa yang Jeffrey anggap penting saat ini seketika berubah haluan.

Ini aku Mark.

Bukan lagi Rosé, melainkan Mark. Pemuda yang telah Jeffrey anggap sebagai keluarganya sendiri; yang Jeffrey tinggalkan tanpa kabar di Italia sana hanya demi menyelamatkan dirinya di tengah kekacauan situasi. Sungguh, Jeffrey memiliki kekhawatiran yang menggunung, kala-kala Mark menjadi incaran Keluarga Anderson karena Jeffrey menghilang tanpa jejak. Jeffrey teringin cepat-cepat mengetahui kabar Mark meski Alice tempo hari telah memberikan informasi bahwa Mark baik-baik saja dalam pantauan wanita itu.

Bagaimana pun juga, Jeffrey perlu memastikannya sendiri. Maka, tangan pria itu terulur, meletakan nampan di atas pangkuan Rosé.

"Saat ini aku ada urusan mendesak." Jeffrey mengangkat benda pipih di tangan. Berikut, ia fungsikan tangannya yang lain meraih puncak kepala Rosé dan mengusapnya pelan seraya berkata, "Aku percaya kamu. Tunggulah sebentar, aku akan segera kembali."

Dengan begitu, meski ada keraguan dalam dada Jeffrey kala melangkahkan kaki dan menyampatkan diri beberaa saat menoleh memandang Rosé di sana, Jeffrey akhirnya benar-benar keluar dari kamar resort mereka dan berlarian tergesa menaiki elevator.

Sementara itu, Rosé memandang nanar benda yang berada pada pangkuannya. Genggaman tangan perempuan itu pada gelas kaca tanpa sadar mengerat. Tak ingin berakhir mengecewakan sang suami setelah pria itu mengatakan ia mempercayainya, maka Rosé tanpa pikir panjang mulai menelan satu per satu resep obat yang ada.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang