35: Italy is Distopia

1.4K 254 13
                                    

CHAPTER 35
Italy is Dystopia

[Playlist: Lee Seung Yoon – This is Mine]

***

Ponsel diletakkan ke dalam sebuah loker. Berikut, Lucas melucuti jaket kulit miliknya untuk kemudian kaos hitam yang nampak pas dengan badan proporsional ditimpa oleh seragam putih bercorak merah muda cerah. Sungguh bukan selera pria itu, tapi apa boleh buat. Ini hanya untuk satu hari, kata Jeffrey, konon.

Pagi buta, Lucas telah meninggalkan sebuah bangunan instansi penyedia jasa layanan kebersihan. Mobil bak dikendarainya tenang menuju kawasan elit Kota Seoul, tempat di mana gedung-gedung perusahaan penggerak ekonomi negara berdiri angkuh tak tertandingi. Orang awam mungkin akan terkagum saat memandangnya, tetapi Lucas tak demikian. Pria itu lebih dari paham, bahwa di balik gedung-gedung tersebutlah, manusia-manusia tamak bersembunyi dan hidup dengan nyaman.

Label AA Fashion and Mode terpampang di setiap pendar mata Lucas manakala berjalan mendorong troli berisi peralatan bebersih mengarungi koridor-koridor senyap. Kala menemukan segelintir pegawai 'rajin' yang masuk lebih awal ketimbang teman-temannya, Lucas menghampiri. Satu gelas kertas berisi kopi ia letakkan di meja. Senyum disuguhkan ketika sang penghuni menoleh dan memandangnya keheranan.

"Saya belum meminumnya." Lucas berdehem sejenak. "Begini Tuan, saya terburu-buru datang kemari. Dan, saya lupa mengisi presensi di laman perusahaan kami. Kebetulan saya juga tidak membawa ponsel." Ia bergestur merogoh seragamnya agar pemuda bertampang cukup cantik di sana segera menaruh percaya.

"Jadi, selagi Anda menikmati kopi ini, bolehkah saya meminjam komputer Anda sejenak?"

Pemuda dengan kaca mata yang membingkai wajah manisnya tersebut agak gamang dalam beberapa detik. Sampai akhirnya Lucas mengangkat kelima jari dan berujar memohon, "Lima menit."

Senyuman lebar terkuak dari bibir Lucas begitu si pemuda beranjak dari kursi, menyambar kopi yang ia berikan lalu berjalan sambil sedikit mengoceh, "Kalau sempat membeli kopi, kenapa tidak sempat mengambil ponsel? Aneh sekali orang-orang jaman sekarang."

Jika saja Lucas tidak sedang dalam misi penting, alat penyedot debu di tangannya sekarang pasti sudah mendarat di tengkuk pemuda itu. Untuk saat ini, Lucas hanya sebatas berdecih pelan dan mengumpat dalam hati. Lima menit adalah waktu yang sangat tidak menjamin Lucas mampu membereskan misinya: memasukkan virus ke dalam komputer di hadapan dan menyebarkannya ke seluruh jaringan komputer di perusahaan ini.

Semestinya, Lucas meminta waktu lebih dari itu. Namun, apa daya, ia tak sudi kembali menerima ocehan pegawai yang mungkin akan mengatainya lebih dari sekedar orang aneh. Orang bodoh, misalnya.

Menghembuskan napas pelan demi membuat tubuhnya rileks di atas kursi yang tak seberapa nyaman, jemari Lucas mulai bergerak lihai di atas papan ketik. Dua bola mata menghunus layar dengan fokus luar biasa, kadang kala menyipit bersama lipatan yang muncul di dahi. Sedikitnya ia merasa resah, sesekali menjulurkan leher demi memantau kedatangan si pegawai.

Empat menit berlalu, Lucas belum kunjung selesai. Bibir digigit keras-keras. Ia jelas tak hendak menjadi petugas kebersihan lebih dari satu hari. Maka, mau tak mau, ia mesti menyelesaikan misi dari Jeffrey hari ini juga.

Tombol 'enter' ditekan. Diska lepas segera Lucas cabut dari komputer.

"Apa yang kau lakukan?"

Dan, suara tersebut menghantarkan keterkejutan luar biasa sampai Lucas terlonjak dengan bola mata nyaris pergi dari sarangnya. Gemetar, ia menunjukkan diska di tangan seraya berucap, "Di kontrakan saya tidak ada jaringan internet gratis. Jadi, saya baru mengunduh 'game' di sini."

SILHOUTTE: After A Minute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang