Bukti Cinta Si Kurus

6 0 0
                                    

Di sudut kamar berukuran tiga x dua meter itu, seorang remaja laki-laki berumur 16 tahun yang biasa dipanggil kurus tengah menyumbat kedua telinganya dengan gumpalan kertas putih yang ia robek dari buku tulisnya sendiri. Dinding penuh coretan menjadi saksi butiran bening yang keluar dari sudut matanya, mengalir melewati hidung dan pipinya hingga menggantung di dagu lalu jatuh dan pecah saat bertemu lantai kusam penuh debu.

Tidak ada suara yang menemani kecuali hinaan dan umpatan yang keluar dari kedua mulut orangtuanya di luar kamarnya. Mereka beradu mulut, mengungkit semua kesalahan yang si Kurus pikir telah diselesaikan. Dada si Kurus sesak setiap kali mata dan telinganya memutar memori kepedihan yang terukir dalam luka keluarganya. Setiap detik hembusan nafasnya terasa menyakitkan, setiap detik pikirannya terasa ditusuk, setiap detik hatinya terasa hancur dan remuk.

Birunya langit sudah berubah menjadi hitam sepekat kopi saat ia harus memukul-mukul kepalanya sendiri dengan kepalan tangannya karena berusaha menghentikan teriakan-teriakan itu muncul.

"Kamu emang nggak pernah bisa ngehargain saya!" bentak sang suami, "saya nih capek! Kamu enak tinggal di rumah!"

Tidak mau kalah, sang istri naik pitam, "Kamu pikir saya betah tinggal di rumah kecil gini?! Kamu pikir saya nggak capek bersihin rumah sendirian?! Kamu pikir saya sanggup jalanin ini semua sama kamu?! Memangnya kamu pikir saya ini pembantu?! Iya?!"

"Saya enggak pernah meminta kamu untuk bersihin rumah! Saya nggak pernah meminta kamu tinggal sama saya! Dan saya nggak pernah meminta kamu untuk menikah dengan saya! Kalo bukan karena orangtua kamu maksa saya tanggung jawab, saya nggak akan tanggung jawab!"

"Kurang ajar! Setelah kamu masukin burung kamu seenaknya, dan setelah kamu tinggalkan benih di rahim saya tanpa ikatan pernikahan, kamu berani bilang begitu?!"

Si Kurus memang anak yang tidak diinginkan. Ia tercipta dari kesalahan kedua orangtuanya. Ia hadir saat nafsu dari keduanya menggebu-gebu, ingin merasakan nikmatnya menyatu dan berolahraga tanpa perlu kemana-mana. Bahkan statusnya sebagai anak haram sudah menyebar dan terdengar di telinga tetangga hingga para siswa dan guru di sekolahnya. Ayahnya yang pengangguran hanya bisa menafkahi dirinya dengan kerja serabutan, tidak jarang si Kurus melihat ayahnya sedang menjadi kuli bangunan, kuli angkut barang, dan tukang parkir di daerah Cisalak. Sedangkan ibunya hanya pembuka jasa cuci baju keliling, bahkan si Kurus pernah melihat ibunya sedang mencuci seragam milik salah satu siswa sekolahnya.

Si Kurus tidak akan menjalani hidup dalam kemiskinan jikasanya ibunya tidak diusir oleh keluarganya. Setelah ayah dari ibunya mengetahui bahwa anak tunggalnya hamil saat usainya baru menginjak 19 tahun, sang ayah yang memiliki posisi khusus di mata para ulama memaksa ayah si Kurus untuk menikahi anaknya. Ia menduga, dengan memaksa ayah si Kurus menikahi anaknya, berita-berita busuk tentang anaknya akan berhenti dan berguguran, namun dugaannya salah. Ia malah dicap sebagai ayah yang buruk dan tidak becus mendidik anak, bahkan dirinya diguncingkan oleh orang-orang berjubah putih dengan bhewok yang lebat.

Merasa gagal, sang ayah mengusir putrinya dan memintanya untuk tidak kembali lagi ke rumah ini karena rumah ini tidak pantas diinjak oleh perempuan kotor. Ayah si Kurus yang hidup sendirian karena kedua orangtuanya telah meninggal terlindas kereta api di stasiun Pondok Cina menghela napas berat dan berusaha menerima keadaan. Ia pun mengajak istrinya untuk mencari tempat tinggal, hingga berakhirlah langkahnya di rumah kecil ini, rumah yang tengah menjadi asal suara teriakan dan umpatan itu.

Setelah hampir 30 menit telinganya panas, si Kurus tidak lagi mendengar keributan di luar kamarnya. Namun ia bisa pastikan ia mendengar bantingan pintu yang keras, menandakan ayahnya pergi dari rumah, kebiasaan yangs sering ia lakukan saat rumah terasa gerah. Dan beberapa detik kemudian si Kurus memejamkan mata dan memasang kembali telinganya untuk menangkap tangis sunyi ibunya.

Penulis ToiletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang