Luka Cinta Pertama

2 0 0
                                    

Mereka bilang cinta pertama itu sulit dilupakan. Pertama kali jatuh cinta terasa bahwa dunia hanya milik kita. Jatuh cinta untuk pertama kalinya mengantarkan kita pada cerita yang berbeda. Itulah yang dirasakan pimpinan para preman pasar Cisalak kerap dipanggil si Tompel. Panggilan itu disematkan padanya karena sekali waktu para pedagang pasar Cisalak terkejut dengan keributan yang terjadi di jalan Gadok. Keributan melibatkan sepuluh preman berbadan besar melawan satu remaja lelaki kurus berumur 16 tahun-an.

Hanya bermodal tawakkal pada Tuhan, remaja lelaki itu berani bertengkar dengan sepuluh preman itu. Para pedagang dan para pengunjung mundur puluhan langkah seakan memberikan ruang tanding bagi mereka. Barang dagang berantakan dan berserakan. Sayur-sayuran hancur terinjak. Perkelahian mereka menjadi drama action bagi warga sekitar, termasuk orang gila yang saat itu tidak terlihat gila karena dengan tenangnya ia duduk di atas gerobak tukang rongsok dan menonton.

"Di mana otak anak itu?! Dia pikir dia anak dewa berani melawan preman-preman itu?" tanya salah satu penjual buah heran.

"Aku tidak tahu dia anak siapa, tapi yang aku tahu otaknya ada di kepala," jawab penjual yang lain.

Perkelahian berlanjut hingga malam. Jual beli serangan tidak terhentikan. Bahkan para penonton meninggalkan tempat itu karena sudah mulai merasa bosan. "Biarkan malaikat maut yang jadi jurinya," celetuk salah satu penjual.

Seperti keajaiban dunia, esok harinya warga sekitar mendapati sepuluh preman itu bergeletakan seperti ikan yang diangkat dari air, wajah mereka sulit dikenali, beberapa kali dan tangan mereka patah tidak berarah. Sedangkan remaja lelaki itu masih berdiri dengan kedua kaki meski punggungnya sudah tergores berbagai macam luka dan mengeluarkan darah segar. Lebih dari itu, sebagian wajah remaja lelaki itu hitam.

"Pasti para preman itu melemparkan areng ke wajah remaja itu!" ungkap salah satu penjual dengan yakin.

Namun keyakinan itu tidak awet saat ia dan para warga melihat remaja lelaki itu membasuh wajahnya berkali-kali dan hitam yang menempel di wajahnya tidak hilang.

"Dasar bodoh! Itu bukan areng, tapi tompel!" penjual yang lain menepuh pundak yang meyakini bahwa itu areng.

Semenjak keributan itu, para warga memanggilnya dengan sebutan si Tompel. Si Tompel sendiri tidak merasa terganggu dengan panggilan itu. Setiap ada yang bertanya kenapa ia terima dengan panggilan itu, ia akan menjawab, "Ini hadiah dari Tuhan." Jawabannya itu mampu menarik hati warga Cisalak. Meskipun mereka tidak tahu asal-usul si Tompel, namun mereka senang karena si Tompel menjaga kedamaian di pasar itu dengan baik. Beberapa warga pun tidak sungkan memberinya makan di pagi, siang dan malam hari.

Sepuluh preman yang berhasil dikalahkannya pun secara otomatis menjadi pengikutnya. Berbeda dengan anak buahnya yang memiliki puluhan tato di tubuhnya, si Tompel tidak ingin memiliki tato. Alasannya pun sederhana, "Saya sudah punya tato terindah dari Tuhan." Tentu anak buahnya serta warga sekitar tahu maksud dari tato itu yang tak lain adalah tompelnya.

Hari demi hari si Tompel jalani dengan menjaga ketentraman pasar Cisalak hingga ia tidak menyadari bahwa sudah hampir tiga tahun ia tumbuh di pasar ini, memakan pemberian warga dan tidur di pos ojek warga Cisalak. Seketika dirinya merasa jenuh, ia merasa ada sesuautu yang mengusik ketentramannya. Tidak! Bukan satu hal yang bisa disentuh dengan tangan atau dilihat oleh mata. Dengan sekali gerakan, satu hal itu mampu memporak-porandakan ketentraman dirinya.

Anak buahnya pun mulai khawatir karena akhir-akhir ini mereka melihat pimpinannya uring-uringan tidak jelas. Makan, minum bahkan buang tai pun malas. Beberapa pedagang mengeritkan kening melihat ada yang tidak beres dalam diri si Tompel. Hingga seorang anak laki-laki berumur sebelas tahun yang tengah melihat majalah bertuliskan PlayBoy menyeletuk di depan si Tompel dan anak buahnya, "Mungkin kau butuh kekasih."

Penulis ToiletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang