"Kapan kamu akan kembali?" tanya Amel pada Zaka dengan nada sedih. Jari-jari mereka masih saling menyatu. Zaka pun membiarkan Amel menyandarkan wajahnya di dadanya, membiarkannya mendengar detakan jantung yang terpompa.
"Secepatnya, Mel," jawab Zaka lembut bermaksud menenangkan.
"Ya tapi kapan?" Amel seakan mengharapkan waktu yang pasti karena secepatnya adalah kata yang bersifat abu-abu alias tidak pasti dan dirinya tidak suka dengan ketidakpastian.
Zaka meletakkan kedua telapak tangannya di pipi Amel lalu mengarahkannya ke wajahnya agar Amel melihat matanya. "Lihat aku, Mel," pinta Zaka. Awalnya Amel tidak mau karena meskipun ia sudah menjalin hubungan dengan Zaka selama tiga tahun lebih, ia masih saja malu apabila Zaka mendapatinya menangis, namun Zaka kembali memintanya untuk memandang matanya. Amel pun menatap mata kekasihnya itu, mata yang membuatnya jatuh cinta. "Aku sudah janji sama kamu, Mel. Ke mana pun aku pergi, aku akan selalu kembali ke kamu, Mel. Karena cuman kamu tempat aku kembali. Kamu itu rumah aku, Mel."
Sebelum Amel sempat membalas, Zaka terlebih dahulu mendaratkan ciuman manis di bibir merah Amel. Lama mereka berciuman di depan orang-orang yang tengah menunggu kereta menuju Jakarta berangkat. Mereka tidak peduli dengan tatapan aneh atau risih orang-orang. Mereka bak sepasang kekasih yang tahu bahwa mereka akan pisah untuk waktu yang lama. Keduanya saling mengulum bibir, membasahinya dengan cinta dan nafsu.
Pengumuman keberangkatan kereta menuju Jakarta dari Bandung telah terdengar. Mereka saling melepas bibir mereka dengan ketidakrelaan. Zaka mengecup kening Amel lalu berkata, "Aku akan kembali, Mel."
Amel tidak menjawab apa-apa karena merasa lidahnya terasa kaku untuk menjawab. Pun ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia tidak rela bila Zaka pergi dan meninggalkannya sendirian. Selama ini hanya Zaka yang mampu memberinya kenyamanan. Seringkali ia mendengar bahwa kenyamanan adalah hal yang penting dalam menjalin hubungan dan ia percaya akan hal itu. Lalu kini bagaimana? Bagaimana bila kenyamanan itu pergi? Entah untuk sementara atau.... tidak-tidak, Amel tidak ingin memikirkan hal yang tidak mungkin terjadi. Ya, Zaka tidak akan pernah pergi untuk selamanya. Amel percaya itu dan ia tidak akan membiarkan satu hal pun menggoyahkan kepercayaannya.
Zaka memutar badan lalu berjalan menuju pintu masuk kereta. Pandangan Amel mengikutinya hingga kereta itu berjalan dan tenggelam oleh kejauhan.
Aku ada di sini, Zak. Aku akan selalu ada di sini nunggu kamu. Aku mohon cepat kembali untuk aku dan juga cabang bayi ini.
Amel memang sengaja tidak memberitahu Zaka bahwa dirinya kini tengah hamil karena ia khawatir berita itu akan mengganggu konsenstrasi Zaka belajar di Jakarta. Zaka memang pergi untuk melanjutkan kuliahnya di Universitas Indonesia, Depok. Ia mendapatkan beasiswa di sana guna mendapatkan master dalam bidang Filsafat dan Sastra Arab. Amel akan mengabarinya nanti setelah ia punya cukup uang untuk menyusul Zaka. Selama itu pula Amel harus bertahan hidup sendirian.
Orangtua Amel telah pergi meninggalkannya beberapa bulan lalu. Saat itu mereka hanya berkata akan berkunjung ke rumah saudara di daerah Bogor. Amel pun tidak merasakan firasat buruk meski orangtuanya dijemput oleh beberapa pria berbadan besar dan penuh tato di bagian lengannya.
Semenjak hari itu, Amel tidak pernah lagi mendapat kabar mengenai orangtuanya. Mereka seakan ditelan bumi atau diterbangkan ke langit tujuh. Amel menduga mungkin orangtuanya kini tengah berkumpul bersama orang-orang di padang Mahsyar. Bila dugaannya benar, maka ia tetap berdoa pada Tuhan agar orangtuanya digabungkan bersama orang-orang baik. Bila mereka tidak masuk surga, setidaknya jangan masukkan mereka ke neraka.
Hidup sendiri tanpa orangtua untuk beberapa bulan tanpa penghasilan sementara uang kuliah dan kontrakan bak serigala yang mengejar buruan terbilang sulit. Amel harus banting tulang untuk menutupi itu semua. Tak pelak ia harus mengambil kerjaan di sore hari setelah pagi harinya ia habiskan berkuliah meski pikirannya pergi entah ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penulis Toilet
Short StoryBuku Penulis Toilet adalah kumpulan cerita pendek yang menjadi wadah penulis untuk menuangkan imajinasi liarnya. Dengan seguhan cerita-cerita yang menarik dan nyentrik, penulis berharap para pembaca mampu menikmati setiap cerita yang termaktub di da...