22. Kebenaran

357 41 13
                                    

"Aku emang penderita OCD kaya yang orang-orang bilang, karena faktor genetik. Aku selalu terima dengan sangat baik apa yang dokter bilang, aku juga terima semua pengobatan dan beberapa terapi. Dan lagi setelah browsing, kondisi ini dinyatakan sebagai hal yang umum."

Ettan mendengarkan apa yang keluar dari bibir Stela hari ini. Gadis itu pasti benar-benar sedang putus asa karena mau bercerita pada Ettan dengan sukarela

"Sampe akhirnya aku sadar, apa yang aku lakuin selanjutnya itu berat banget dan cukup menguras emosi. Kalo kamu bayangin OCD itu penyakit yang buat pengidapnya takut kuman dan 'cinta' segala sesuatu yang terstruktur atau terorganisir, nggak, karena aku jauh dari kata itu. Aku dulu bahkan bisa berhari-hari gak mandi karena males"

"Serius?" Ettan terkejut dengan fakta yang baru didapatnya "Orang sesempurna lo bahkan pernah gak mandi?"

"Serius."

"Terus gimana lo bisa terdiagnosis OCD, karena setau gue, OCD itu bukannya yang suka kebersihan kan ya?"

"Itu yang aku tau, tapi ternyata gak semuanya kayak gitu. Akhirnya aku ngerasa kalo ada yang salah sama diri aku, karena aku selalu ngerasa khawatir sama hal yang gak wajar. Misalnya aku ngerasa bakal disambar petir kalo aku gak noleh tiga kali ke arah kanan. Atau ngerasa percaya, kalo adekku bakal kecelakaan kalo aku gak berenti di anak tangga yang berangka ganjil. Kaki dan tangan aku selalu gak berenti pegang sesuatu berulang kali sampai merasa pas. Gak jarang aku colok dan cabut charger laptop kalo di rumah. Dan gak jarang dalam hati aku itung angka-angka ganjil sampe perasaan aku jadi lebih tenang. Bayangan negatif kayak gitu bisa gampang banget penuhin pikiran aku"

"Stela, lo bener-bener gak ada masalah kan?" Ettan khawatir "Apa alasan dibalik sikap gamblang lo ini?"

"Karena aku pengen sembuh" Stela tersenyum "Aku sadar, kalo mental illnes itu harus dilawan lebih keras supaya bisa sembuh, dan salah satunya penerimaan diri."

"Tapi kenapa gue?" Heran Ettan

"Pertanyaan bagus, kenapa kamu?"

Ettan menyelesaikan makanannya dan menatap Stela dengan serius. "Lo udah konsultasi ke dokter? Mau gue temenin?"

"Kamu ada waktu? Bisa anter aku sore ini?"

***

Sylvie dan Poppy menghampiri Adena yang sedang memeriksa materi seminar proposalnya, dan menyindir Adena dengan nada marah

"Lo seneng kan, karena keluarganya Nala pilih buat gak perkarain ini?" Tanya Poppy sinis

Adena diam tak menanggapi, dan Poppy melanjutkan

"Seharusnya lo seneng, karena itu gak menghambat kuliah lo, bahkan lo masih sempet buat materi seminar."

"Gue gatau kalo lo orang yang bener-bener-bener gak tau malu. Bisa-bisanya lo rencanain masa depan disaat orang yang udah lo celakain itu gak bisa lakuin apa yang lo rencanain"

"Lo bener-bener keluar dari ekspektasi gue, gue pikir lo baik, gak taunya itu cuma cover lo doang buat nutupin halaman lo yang udah jelek?"

Keduanya terus menyindir Adena bergantian dengan mempertahankan nada marah disetiap kalimat yang mereka layangkan, namun Adena tidak menanggapi semua itu dan terus diam. Fokusnya untuk memeriksa mareri menjadi hilang sejak kedua orang itu menghampiri mejanya.

"Tapi gue salut sama lo" ujar Sylvie "Dikeadaan kayak gini, lo masih bisa belajar dengan baik"

"Lo gak malu sama Nala? Atau sama anak kampus yang ngomongin lo?"

Oedipus ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang