Pada malam hari setelah makan malam bersama orang tuanya dan melakukan rutinitas sebelum tidur (menggosok gigi, membersihkan wajah serta mengaplikasikan skincare), Junhui hanya berbaring terlentang di atas kasur empuk kesayangannya.
Setelah berbaring dua jam pun, ia tak kunjung terlelap sebab memikirkan apa yang dikatakan Wonwoo tadi sore bahwa keputusan Junhui ada di tangan Junhui sendiri; bukan di tangan orang lain.
Meskipun ingin sekali menghubungi Wonwoo, Junhui tak bisa melakukannya sebab kontak pria itu sudah dihapus oleh Mingyu.
Pikiran Junhui pun beralih pada Mingyu; teman-sekaligus-idolanya itu belum memaafkan kesalahannya berupa berbalas pesan dengan Wonwoo. Ah sial! Junhui baru mengingatnya. Harusnya ia minta maaf sejak tadi siang.
Baru akan menelepon guna menyampaikan permintaan maaf, layar ponsel Junhui tiba-tiba menampilkan notifikasi panggilan video dari Mingyu.
Junhui segera menerima video call tersebut disertai senyuman yang mengembang. Dari layar, tampak Mingyu yang tengah bersandar pada sandaran sofa dengan sebuah gitar akustik di pangkuannya.
"Gyuuuu~ aku baru saja akan meneleponmu. Tapi kau malah mendahuluiku."
Mingyu menaikkan kedua alis, "Meneleponku untuk apa? Karena belum yakin untuk tidak pulang ke China?"
Junhui menggeleng cepat berkali-kali.
"Bukan, bukan tentang itu. Aku meneleponmu untuk minta maaf karena aku sudah membuatmu tersinggung gara-gara berbalas pesan dengan Wonwoo. Padahal kau itu orang yang tidak suka diabaikan ... tapi aku malah mengabaikanmu sampai-sampai terus menggerakkan kakiku sehingga tanpa sengaja membangunkanmu. Maaf ya, Gyu. Aku takkan mengulanginya lagi."Disertai senyuman, Mingyu berkata lembut, "Aku sudah memaafkan Jun Hyung. Kalau belum, aku tak mungkin berkomunikasi dengan Jun Hyung seperti sekarang."
Wajah Junhui seketika menjadi sumringah. "Oh, syukurlah ...." tiba-tiba matanya membola, menyadari sesuatu mengenai sifat sang lawan bicara. "Gyu! Sepertinya aku semakin mengenalmu. Kau itu tipe orang yang kalau marah, akan meluapkan kemarahanmu di saat itu juga. Selanjutnya kau akan menghindari orang yang membuatmu marah hingga kemarahanmu reda. Setelah itu, kau akan bersikap baik lagi seperti biasanya. Bagaimana? Aku benar, 'kan?"
Mata Mingyu sontak melebar. Namun sesaat kemudian ia mengangguk sambil tersenyum simpul. "Benar. Jujur aku terkejut Jun Hyung menyadari itu."
"Karena kita sama, Gyu! Aku juga begitu. Tanya saja pada Soonyoung kalau tak percaya."
"Tapi kemarahan Jun Hyung tidak pernah bertahan lama. Sementara kemarahanku bisa bertahan sampai bertahun-tahun lamanya."
"Sok tahu!" seru Junhui lalu tertawa nyaring. "Aku ini masih marah pada mantan kekasihku. Padahal kami sudah tujuh tahun tidak pernah bertemu. Jadi ya ... kita sama, Gyu. Kau sendiri marah sampai bertahun-tahun pada Ibu Tirimu gara-gara beliau pernah mengusirmu, ya?"
Mingyu mengangguk lemah. Ia menghembuskan napas berat sebelum mengungkapkan sebuah kejujuran yang selama ini ia sembunyikan. "Iya. Dan pada satu orang lagi yang telah mengadukan orientasi seksualku pada wanita benalu itu."
Mata Junhui membola, terkejut mengetahui Mingyu pernah menjadi korban sebuah pengkhianatan. "Uhh ... Orang itu jahat sekali."
"Orang itu adalah Jeon Wonwoo."
Junhui terperangah tak percaya; ia bahkan berharap Mingyu salah menyebutkan nama.
"W-wonwoo? Dia?" lirihnya setelah sekian detik terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look at Me [WONHUIGYU]
FanfictionYang Junhui tahu, dirinya hanya menyukai Mingyu. Di sisi lain, Wonwoo mengetahui apa yang Junhui sebenarnya tidak ketahui. _______ _____ Junhui tentu merasa bersalah pada Wonwoo. Namun ia sendiri tak mampu membayangkan bila Wonwoo lah yang lebih dul...