SELAMAT MEMBACA
🌳
"Tata, ikut mimi aja. Kita pindah ke Surabaya."
"Tata akan ikut saya. Dia akan tinggal bersama adiknya di Yogyakarta, jangan lupa bahwa hak asuhnya jatuh ke tangan saya."
"Itu karena kamu memaksa hakim. Mengeluarkan semua kata-kata busuk kamu hingga hakim memberikan anakku untukmu," ujar Yasti menatap mantan suaminya terluka.
"Aku tidak peduli. Ayo, Ta kita pulang," kata Rahman pada Karta yang diam sedari tadi.
"Rahman. Dia anakku, biarkan Tata ikut denganku."
"Tidak akan. Aku tidak percaya denganmu."
"Harusnya aku yang tidak percaya. Kamu yang pergi meninggalkan kami, kamu yang berselingkuh bahkan menikah secara diam-diam dan memiliki anak. Aku yang tidak percaya jika kamu bisa mengurus Tata."
"Aku pergi karena kamu. Kamu tidak becus menjadi seorang isteri, tidak pernah berada di rumah. Tidak pernah melayani suami dan sibuk mencari uang padahal suamimu sudah cukup membiayai kehidupanmu dan anakmu."
"Tata mau tinggal di rumah."
Yasti dan Rahman menoleh pada Karta yang menunduk. Bahu remaja itu bergetar, dia tengah menangis dalam diam.
"Tata bisa tinggal dirumah. Pipi sama Mimi bisa pergi kemanapun kalian mau, Tata bisa tinggal sendirian. Nanti Tata bisa minta uang sama Kakek."
"Kamu harus ikut pipi, nak. Pipi akan membiayai semua kebutuhan kamu, kita tinggal sama ibu dan adik kamu yang baru," ujar Rahman membuat Karta menatapnya tajam.
"Yang lama aja rusak. Apalagi yang baru. Pipi pikir Tata ini apa? Tata ini butuh pipi sama Mimi. Bukan perpisahan ataupun orang lain. Tata sakit, untuk sembuh gak akan semudah itu. Apalagi menerima orang baru, gak semudah itu."
Yasti menangis melihat Karta, dia pikir Karta bisa menerima keputusan mereka dan ikut salah satu dari mereka.
"Gak ada anak yang baik-baik aja setelah perpisahan orang tuanya. Mungkin Tata bisa bilang kalau Tata terima kalian pisah, tapi Tata tetap gak ikhlas."
"Tata..."
"Biarin Tata tinggal di rumah. Tata gak mau pindah kemanapun, Tata gak mau tinggalin sahabat Tata sama kayak mimi dan pipi yang tinggalin Tata," ujar Karta berjalan keluar dari gedung pengadilan.
Remaja itu berjalan dengan sangat cepat, sesekali mengusap air matanya dengan kasar. Beberapa orang yang melihat Karta merasa ikut sedih, mereka memang tidak tahu apa yang terjadi, tapi siapapun yang keluar dari ruang pengadilan dengan menangis pasti sedang tidak baik-baik saja.
Karta melajukan mobilnya cepat, tujuannya sekarang adalah rumah. Karta ingin segera kembali ke rumah dan melepaskan semuanya.
Remaja itu masih menangis, dia berjalan masuk ke dalam rumah dan mengeraskan tangisannya. Memeluk lututnya sendiri dan menyembunyikan kepala di lututnya. Karta hancur, bohong, dia berbohong jika dia menerima keputusan orang tuanya. Dia sedang tidak baik-baik saja, Karta merasa sangat hancur.
"Hiks.., mimi ja-hatt huwaa pipi jugaaa hiks..," isak Karta tak terbendung.
Hari itu, menjadi hari terburuk bagi seorang Karta. Tidak ada yang bisa dia lakukan lagi, dia merasa tidak akan ada lagi cahaya yang masuk ke dalam hidupnya.
Bahkan hingga malam tiba, Karta tidak keluar dari kamarnya. Kamar yang tak bercahaya itu terasa sangat sunyi, Karta menutup segala akses cahaya yang masuk, dia juga tidak menghidupkan lampunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PONDOK SUARA [SELESAI]
Ficção AdolescenteSPIN OFF MIYOZA (Akan lebih baik jika membaca cerita MIYOZA dan ADORE Uterlebih dahulu) Ini adalah cerita tentang Rafi Bagaskara bersama teman-teman dan keluarganya. Bagaimana dia melewati masa remaja yang di idam-idamkan para bocah. Hidup yang tak...