Chapter 13: Menatap, Bukan Menetap

21 3 7
                                    

*Before you read, please play the audio as the back song*

Chelsea mengedipkan matanya perlahan, dia tidak sedang bermimpi kan? Bagas datang menjemputnya? Ia tidak mengerti bagaimana bisa laki-laki itu datang kesini dengan salah satu mobil mewah Kai. Laki-laki itu pasti membujuk Bagas untuk mau menjemputnya. Entah dia harus berterima kasih dengan cara apa ke sahabatnya itu.

"Kok diem? Capek ya? Mau langsung pulang aja?" tanya Bagas, menyadarkan lamunan Chelsea.

"Makan dulu aja yuk?" ajaknya. Bagas mengangguk, lalu melajukan mobil mewah berwarna hitam keluaran terbaru itu.

Gadis itu tidak mengalihkan pandangannya sedetik pun dari Bagas. Dia benar-benar masih tidak percaya kalau laki-laki itu ada di sampingnya sekarang. Katakanlah dia berlebihan, tapi baginya, Bagas adalah separuh hidupnya.

Mobil itupun masuk ke pekarangan masjid Istiqlal yang dinobatkan menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara. Chelsea melihat bangunan itu kagum, tak lama Bagas pun memarkirkan mobilnya, lalu menghadap ke arah gadis itu.

"Aku mau shalat maghrib dulu, kamu gapapa kan?" tanyanya. Chelsea mengangguk,

"Iya, yang khusyuk ya shalatnya." Ucapnya.

Bagas lalu tersenyum, ia melangkah keluar dari mobil dan memasuki masjid bergaya modern itu. Merasa bosan, Chelsea pun ikut turun dari mobil. Dia melihat sekitar, memutuskan untuk berjalan-jalan melihat bangunan suci ini sambil menunggu Bagas yang sedang beribadah.

Dia sangat familiar dengan tempat ini. Tentunya bukan di bangunan ini, tetapi dengan yang ada di seberangnya. Iya, gereja Katedral. Dia baru sekali ini menginjakkan kaki di masjid ini. Masjid ini bergaya arsitektur Islam modern internasional. Terdapat bentuk-bentuk geometri sederhana seperti kubus, persegi, dan kubah bola, dalam ukuran raksasa untuk menimbulkan bekas agung dan monumental. Ragam hias ornamen masjid pun bersifat sederhana namun elegan.

Setelah puas berkeliling, dia tertarik untuk menyaksikan apa yang ada di hadapannya. Ada sepasang insan yang kira-kira sepuluh tahun di atasnya, tidak terlalu tua. Hal yang paling menarik baginya adalah adanya gadis kecil yang tengah berlari kecil diantara mereka dengan riang. Sepertinya dia adalah putrinya. Chelsea tersenyum kecil. dia melihat laki-laki itu menggendong putrinya dengan sedikit menggoda gadis kecil itu, sementara sang ibu hanya tertawa kecil, lalu mereka masuk untuk beribadah bersama.

Dia tersenyum kecut, Bagas dan dirinya tidak akan mungkin bisa seperti itu sampai kapanpun. Masuk di rumah ibadah yang sama, lalu bersembahyang dengan cara yang sama pula. Mereka tidak mau egois, Chelsea yang tidak ingin memaksa Bagas ikut dengannya, ataupun sebaliknya. Tangan Chelsea yang menggenggam, tidak akan bisa bersanding dengan tangan Bagas yang menengadah. Dia lalu berjalan menuju mobil yang terparkir di depan, lalu melihat ke arah rumah Ibadahnya yang ada di seberang. Menara agung dan tujuh gerbang Asmaul Husna yang hanya saling bertatapan. Hanya tatap, bukan untuk menetap.

Dia lalu masuk ke mobil kembali, lalu mengeluarkan Rosario miliknya dan menggenggamnya erat.

"Salam Maria.."

***

Bagas baru saja menyelesaikan wudhunya, ia masuk ke ruang utama masjid. Dia melihat sekitar, masjid ini benar-benar sangat luas, terdapat 12 tiang penopang kubah utama disusun melingkar tepi landasan kubah, dikelilingi empat tingkat balkon. Rancangan interior masjid ini sederhana, minimalis, dengan adunan minimal berupa ornamen geometrik. Sifat gaya arsitektur dan ragam hias geometris yang sederhana, bersih dan minimalis ini mengandung makna bahwa dalam kesederhanaan terkandung keindahan. Pada dinding utama yang menghadap kiblat ada mihrab dan mimbar di tengahnya. Pada dinding utama ada ornamen logam bertuliskan aksara Arab Allah di sebelah kanan dan nama Muhammad di sebelah kiri, di tengahnya ada kaligrafi Arab Surah Thaha ayat ke-14. Bagas membaca ayat tersebut dalam hati, lalu langsung terdiam saat mengetahui artinya.

Remaja dan Lukanya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang