Chapter 15: Runtuh

14 2 9
                                    

Kai mengajak Chelsea ke satu bangunan tua yang jauh dari keramaian. Rumah bernuansa putih dan mempunyai desain minimalis itu sedikit menarik perhatian gadis itu. Dia menatap Kai heran, untuk apa laki-laki itu membawanya kesini?

"Ini rumah siapa?" tanyanya.

"Rumah Bagas. Ini rumah peninggalan ayahnya. Bagas jual rumah ini buat bantu biaya pengobatan ibunya, Chel." jelas Kai. Chelsea diam sejenak, air matanya kembali berkumpul di pelupuk matanya. Dia menatap Kai nanar.

"Udah ada yang beli rumah ini?" Laki-laki itu mengangguk, "udah."

"Dia jual rumahnya ke perusahaan bokap gue, dan, ketika gue tahu ada iklan rumah Bagas yang mau diterbitin, gue langsung beli rumah ini." Chelsea menatap Kai tak percaya, kenapa laki-laki itu malah membeli rumah ini?

"Lo beli rumah ini, terus lo biarin gitu aja Bagas pergi? Lo itu sahabatnya bukan, sih? Kenapa lo diem aja waktu tahu Bagas mau pergi?!" nada bicara gadis itu meninggi. Kai sudah tahu kepergian Bagas sejak awal, kenapa dia tidak memberitahunya?

"Kenapa lo gak kasih tahu gue dari awal?! Harusnya lo tuh ngomong, Kai! Gue bisa aja—"

"Apa Chel? Lo mau berusaha halangin Bagas? Lo pikir gue juga gak berusaha ngebuat dia tetep disini? Semua cara udah gue lakuin, tapi gue gak bisa halangin Bagas." Potong Kai. Dia menghela nafas pelan, lalu melihat gadis itu.

"Ikut gue, ada yang mau gue tunjukin sama lo."

Kai turun dari mobilnya, lalu berjalan ke arah rumah Bagas, diikuti dengan Chelsea disampingnya. Ia membuka pintu rumah tersebut, lalu memasuki rumah kecil yang usianya sudah tua tersebut. Chelsea mengedarkan pandangannya, nampaknya Bagas menjual rumah ini beserta isinya. Foto keluarganya masih terpajang di ruang tamu rumah itu. Kai terus melewati ruang keluarga Bagas, lalu masuk ke salah satu kamar kosong. Chelsea mengikuti kemana Kai pergi, laki-laki itu menyalakan lampu kamar tersebut.

Matanya menangkap satu pemandangan yang membuat hatinya terasa sesak, ada sebuah lukisan besar dirinya di dinding kamar itu, dia berjalan mendekati lukisan itu. Lukisan bergaya realisme dengan gambar dirinya yang sedang tersenyum lebar. Ia ingat betul dengan foto itu, itu adalah foto yang di ambil oleh Bagas saat mereka berkencan di pasar malam untuk pertama kalinya. Disebelah lukisan itu tertulis sebuah kalimat,

Gadis yang selalu menempati ruang hatiku.

Air mata Chelsea jatuh kembali, kenapa dia baru tahu soal lukisan ini setelah Bagas pergi? Dia menatap lukisan itu lekat, berusaha memutar kembali memorinya pada masa itu.

"Chel, diem dulu, aku mau foto kamu." Bagas memegang kamera tua miliknya, lalu mengarahkannya ke Chelsea. Gadis itu tersenyum lebar.

Bagas tersenyum melihat hasil fotonya, dia memperlihatkan foto itu ke Chelsea.

"Cantik banget kan?" ucapnya. Chelsea mengangguk, ia tetap tersenyum.

"Pacar siapa dulu dong?"

"Bagas! Chelsea punya Bagas sampai kapanpun!" mereka tertawa, lalu berjalan lagi menyusuri pasar malam itu dengan tangan yang menggenggam satu sama lain.

Chelsea menunduk, air matanya sudah menetes kembali di pipinya, dia menyentuh dinding itu, lalu menggenggam tangannya erat.

"Ini gudang rumah Bagas, tapi empat tahun yang lalu, dia ubah gudang ini jadi studio kenangan dia sama lo. Ibunya bahkan juga tahu kalau dia pacaran sama lo. Tante Aisyah tahu kalau lo beda sama Bagas, tapi beliau gak mempermasalahkan itu, dia cuma mau Bagas bahagia. Katanya, jalan kalian masih panjang, jadi gak ada salahnya kalau Bagas mau jagain lo untuk sekarang." Ucap Kai.

Remaja dan Lukanya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang