Chapter 38: How We Restarted Our Life (END)

30 2 22
                                    

Zeta memakai selendang hitam yang dia gunakan untuk menutupi rambutnya, ia berkaca sebentar, memastikan bahwa penampilannya sudah rapi. Dia mengambil bunga mawar putih di meja belajarnya, lalu keluar dari kamar. Sang ibu yang heran melihat anaknya yang berpakaian serba hitam pun bertanya, "Neng, mau kemana?"

"Ibu tau lah, aku mau kemana." Zeta hanya menjawab dengan singkat, sembari tersenyum. Indah hanya mengangguk, dia tahu kemana gadis itu akan pergi.

Ke makam Kaivan.

"Ya sudah, hati-hati." Ujarnya. Zeta tersenyum, lalu menyalami wanita paruh baya itu untuk berpamitan, ibunya sudah paham tanpa dia harus berbicara.

"Assalamualaikum." Pamitnya.

"Waalaikumsalam."

Zeta melangkah keluar rumah, hari ini tepat seratus hari kepergian Kaivan. Dia ingin berziarah ke makam laki-laki itu. Taksi yang ia pesan sudah sampai, ia lalu memasuki kendaraan berwarna biru itu, lalu pergi menelusuri jalanan ibukota.

***

Bagas membenarkan dasinya yang sedikit miring. Hari ini dia akan tampil dalam sebuah acara dengan Chelsea. Semenjak mereka memutuskan untuk mempublikasi hubungannya, banyak acara televisi dan media yang ingin meliputnya. Pasalnya, Chelsea adalah penyanyi, aktris, dan juga model yang terkenal di kota ini, jadi tak heran jika hidupnya selalu disorot.

"Ini pertama kalinya aku tampil di depan banyak orang, jadi gugup deh." Ujarnya sembari menata jas berwarna abu-abu itu. Dia melihat sekilas ke arah Chelsea, gadis itu hanya tersenyum kecil.

"Aku tahu, tapi kamu tenang aja, semuanya bakal baik-baik aja." ucapnya. Gadis itu berdiri, lalu membenarkan dasi bagas yang sedikit miring. Setelah dirasa sudah sempurna, dia mengusap pipi laki-laki itu.

"Aku udah ganteng belum? Ada yang aneh?" tanya Bagas.

Chelsea terlihat berpikir, dia menelusuri tampilan laki-laki itu dari atas sampai bawah. Bagas jadi salah tingkah sendiri jika dinilai seperti itu. Tak lama, gadis itu mengangguk kecil, ia menatap Bagas, "Hmmm, ada sih..." ucapnya. Gadis itu menatap lekat manik mata Bagas.

"Hah? Apa?" heran laki-laki itu.

"Kamu aneh banget, soalnya kalau aku lihat kamu terus, jantung aku jadi berdebar." Ucapnya pelan, tapi pasti. Bagas langsung tertawa, rupanya gadis ini tengah merayunya?

"Astaga, kamu belajar kayak gini darimana?" ujarnya sambil terkekeh. Chelsea tertawa kecil, "Kebanyakan digombalin sama Kai sih, sewaktu kamu gak ada. Jadi kebawa deh." Ucapnya polos.

"Ahhh, si curut itu. Berani-beraninya godain pacar cantik aku ini." Bagas berujar sembari memegang dagu gadis itu. Raut wajah Chelsea langsung berubah menjadi ragu, "Emang aku cantik?" tanyanya.

Bagas mengangguk,

"Banget. You're the greatest gift from God. Kayaknya waktu kamu dilahirkan, Tuhan lagi seneng deh." Ucapnya sambil tersenyum sumringah, pandangannya tak lepas dari mata gadis itu.

Chelsea langsung tertawa, laki-laki ini masih saja membual dengan kata-kata romantis, "Dih, apaan sih gombalnya."

"Aku serius." Ujar Bagas sambil terus menatap lekat gadis itu. Chelsea diam, dia terbius dengan tatapan yang dilayangkan laki-laki itu.

"Kamu cantik... banget." lanjutnya lagi.

"Percuma cantik tapi ditinggalin." Ceplos Chelsea. Momen romantis yang dibangun Bagas hancur seketika, gadis itu memajukan bibirnya, cemberut. Dia hanya tertawa kaku, merasa tersindir dengan ucapan gadis itu.

"Hehehe... maaf." Ucapnya sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Tapi sekarang janji kan gak akan ninggalin aku?" ucap Chelsea sambil menatap Bagas lagi. Laki-laki itu mengangguk dengan mantap, "Janji."

Remaja dan Lukanya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang