Samuel daritadi melirik Adis yang nampak kesakitan. Sepertinya ada pembengkakan di kakinya. "Sakit banget kakinya?" Adis mengangguk, "Iya."
"Sabar ya Dis, bentar, gue cari klinik atau rumah sakit dekat sini." Ujar Samuel khawatir. Ini yang dari tadi dia takutkan, gadis itu akan dikerjai lagi oleh teman-temannya. Dia tidak habis pikir, kenapa Vanila dan siswa lainnya sangat tidak menyukai Adis.
Dari awal Samuel masuk ke sekolah ini, dia sudah tahu ada yang tidak beres antara Adis dan teman sekelasnya. Gadis itu selalu sendirian, dan dia sangat jarang ikut berkumpul dengan yang lainnya. Ya, Samuel memperhatikan Adis sejak awal masuk sekolah. Saat dia baru saja kembali dari toilet, dia langsung tertarik dengan gadis itu.
"Lo kenapa bisa ditinggalin sih sama kelompok lo?" tanyanya. Adis menghela nafas, dia malas menanggapi pertanyaan seperti ini. Lebih tepatnya, malas membuat kegaduhan yang disebabkan oleh dirinya.
"Gak usah dibahas ah, males." Ucapnya.
"Kan udah gue bilang, lo gak usah ikut jelajah malam." Omel Samuel.
"Samuel, gue tadi tuh udah gapapa." Ucap Adis, berusaha meyakinkan Samuel. Sebenarnya, kakinya sangat sakit. Tapi, daripada laki-laki itu membuat kegaduhan lagi dengan Vanila karena dirinya, lebih baik dia bersikap baik-baik saja. Lagipula, ini bisa sembuh dengan sendirinya.
"Ini buktinya apa?" tanya Samuel, sembari menunjuk kaki Adis. laki-laki itu tidak bisa dibohongi dengan mudah. Dia selalu tahu kapan Adis sedang tidak baik-baik saja. Entah kenapa, dari awal dia selalu memperhatikan Adis. Samuel selalu berusaha menjadi temannya, walaupun sudah ditolak mati-matian oleh Adis.
Kalau apa yang Zeta bilang itu benar, bahwa laki-laki ini menyukainya, dia jadi bingung sendiri. Samuel adalah orang yang baik, pengertian, dan harus Adis akui, dia juga tampan.
Tapi, entah kenapa dia masih bimbang dengan hatinya. Jika dibandingkan dengan Raka, laki-laki ini jauh lebih baik. Samuel selalu ada untuknya, sedangkan Raka tidak. Ia jadi ingat dengan kata-kata Zeta tadi siang, gadis itu sangat mendukungnya untuk dekat dengan Samuel.
"Lo pikirin ya Dis. Samuel tuh udah ganteng, iya. Pinter, iya. Kaya? Ga perlu ditanya deh! Dia juga selalu ada buat lo. Dibanding sama Raka, jauh banget! Emangnya tuh cowok pernah belain lo kayak Samuel? Sampai ngaku-ngaku jadi pacar juga. Dia tuh ngelirik lo aja gak pernah. Lagipula gue heran Dis sama lo, suka kok sama patung."
Adis tersenyum geli mengingatnya, dasar Zeta. Sok menasehati orang, tapi dia sendiri juga seperti itu. Gadis itu juga bertingkah menyebalkan bila dekat dengan Kaivan. Tidak tahu kenapa. Katanya, dia pusing dekat dengan orang macam Kaivan, kalau sering-sering, dia bisa-bisa alergi dengan orang kaya.
"Udahlah, gak apa-apa kok." Ucap Adis, berusaha memotong percakapan ini. Tak perlu ada yang dibahas lagi, semuanya sudah terjadi.
"Gak semua hal harus di gapapa-in Dis." Samuel menghela nafasnya kasar, gadis ini selalu bertingkah sok kuat di depan semua orang. Tidak sadar kalau luka dalam dirinya sudah semakin besar.
"Kalau lo kenapa-napa, emangnya lo bakal terus bilang 'gak apa-apa'?" tanyanya lagi. Adis tetap diam, perkataan Samuel benar-benar tidak bisa dia jawab. Dia kalah telak disini.
"Iya, maaf." Gumamnya pelan. Samuel menatap gadis itu, "Minta maaf ke diri lo sendiri, udah berapa kali lo korbanin diri lo demi orang lain?"
***
Luka Adis baru saja selesai dibalut, gadis itu merasa lebih baik sekarang. Ia meraba balutan itu, sedikit bengkak, dan masih agak sedikit nyeri. Mau tidak mau, dia harus bolos sekolah beberapa hari ini.
Oh tunggu, lalu alasan apa yang harus dia beri pada orangtuanya? Dia tidak akan bilang kalau dia ditinggalkan teman-temannya saat jelajah malam. Pasti itu akan membawa masalah baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remaja dan Lukanya [END]
Ficção AdolescenteTentang enam remaja yang berusaha mencari jati dirinya, tetapi masing-masing mempunyai luka yang masih belum tuntas. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Tentang gadis be...