Malam ini hujan turun begitu derasnya. Arvin masih berada di tengah jalanan kota tanpa menggunakan mantel hujan. Dia tetap memacu kuda besinya dengan kecepatan tinggi tanpa mempedulikan licinnya jalanan. Bahkan, saat ini ia sudah menerobos traffic light dan hampir menabrak pengendara lain. Rasa kecewa, marah dan sakit sedang berkecamuk dalam benaknya. Ia bahkan belum sempat menyatakan perasaannya kepada Rose, tapi Arvin sudah merasakan sakitnya penolakan secara halus dari seorang Rose Summerset. Seperti saat ini, mereka bahkan sudah saling menjauh secara perlahan. Rose yang kecewa atas sikap Arvin malam itu dan sekarang Arvin menambah kekecewaan lagi dihati Rose. Sedangkan Arvin kecewa pada dirinya sendiri karena terlalu larut dalam perasaannya dan membuatnya hilang akal. Mana mungkin Rose akan memaafkannya jika ia meminta lagi?
Arvin sampai di halaman rumahnya dengan keadaan basah kuyup. Tanpa peduli dengan keadaannya yang demikian, ia langsung masuk rumah melewati pintu samping dan melepas seluruh pakaiannya. Arvin bergegas mandi sebelum badannya mulai menggigil. Dari ruang tengah, seorang wanita menuju tempat baju Arvin tergeletak. Ia memunguti satu per satu pakaian Arvin, memerasnya dan menaruhnya ke dalam mesin cuci. Sambil menunggu Arvin selesai membasuh tubuhnya, ia membuat dua gelas teh panas. Arvin yang mengetahui itu hanya menatap sekilas dan pergi menuju kamarnya. Langkah Arvin terhenti saat Gloria menahan lengannya.
"Darimana saja? Mengapa ponselmu tidak aktif? Aku mengkhawatirkanmu. Aku menunggu kabarmu sejak tadi." Gloria menatap mata Arvin lekat. Namun berbeda dengan Arvin yang menghempaskan tangan Gloria lalu berbalik dan melanjutkan jalannya yang terhenti. Arvin menutup pintu kamar dengan kencang, membuat Gloria sedikit terhenyak kaget. Gloria masih tetap diam ditempatnya berdiri sambil menelan salivanya. Mengatur deru nafasnya, ia berusaha sekuat mungkin menahan air matanya yang hampir terjatuh. Tak lama, Arvin keluar dari kamarnya dan berdiri di hadapan Gloria.
"Aku tadi ada urusan, lain kali tidak usah menungguku pulang. Bukankah aku sudah mengatakan ini padamu berulang kali, Glo? Apa kau benar-benar lupa? Atau selama ini kau memang mengabaikan perkataanku?", ucapan dan pertanyaan Arvin membuat Gloria semakin terbawa emosi.
"Aku hanya mengkhawatirkanmu, itu saja. Lagipula, ada apa denganmu? Mengapa belakangan kau sering sekali melampiaskan kemarahanmu padaku. Apa salahku? Katakan! Oh, atau kau sedang ada masalah dengan gadis itu. Iya kan?", akhirnya pertanyaan yang sejak kemarin Gloria tahan keluar dari mulutnya. Ia sudah tidak tahan lagi, Glo merasa sangat sakit saat mengingat kejadian di malam itu. Saat Arvin akan mencium Rose. Glo mengingatnya dengan jelas. Bahkan saat itu Glo sangat ingin sekali menghampiri lalu menampar mereka berdua, jika bisa. Tetapi Gloria sudah berjanji pada Arvin untuk merahasiakan hubungan mereka, pun termasuk pada rekan kerjanya. Akhirnya, malam itu Gloria langsung pergi tanpa melihat kenyataan yang sebenarnya.
"Apa maksud ucapanmu, Glo?!" Arvin menjawab dengan nada yang tak kalah tingginya. Glo hanya menatap Arvin tegang.
"Lain kali tidak perlu ikut campur dengan urusanku. Urus saja dirimu sendiri!" Kali ini sorot mata Arvin mengandung kemarahan. Arvin berlalu meninggalkan Gloria yang diam mematung dengan air matanya yang sudah jatuh tak tertahan. Ia segera menuju kamarnya dan terisak disana, sendiri. Apa salah Gloria? Padahal, Gloria hanya berusaha menjadi istri yang baik untuk Arvin. Yang menunggu dan menyambut kedatangan suaminya sepulang bekerja, yang menyiapkan makan ataupun keperluan suaminya, yang berbagi cerita dan kabar. Tapi sepertinya Arvin memang tidak menginginkan hal itu terjadi dalam biduk rumah tangganya. Ya, mereka berdua memang sepasang suami istri. Namun, Arvin tidak mencintai Gloria sebagaimana Gloria sangat mencintai Arvin. Cintanya bertepuk sebelah tangan, namun Glo tetap pada pendiriannya untuk takkan melepaskan Arvin hingga maut memisahkan mereka berdua.
Pernikahan mereka didasari keputusan kedua orang tua Gloria juga Arvin. Perjodohan itu tidak bisa Arvin hindari karena sampai batas waktu yang diberikan kedua orang tuanya, Arvin belum juga memiliki pasangan. Bagi Arvin ini adalah mimpi buruk. Mengingat dirinya menganggap Gloria hanya sebatas sahabat atau bahkan seperti adik. Namun bagi Gloria, hal inilah yang ia nantikan sejak dulu. Gloria adalah teman masa kecil Arvin meski mereka hanya berbeda satu tahun. Sebagaimana persahabatan seorang laki-laki dan perempuan pada umumnya, tidak mungkin jika salah satu tak menaruh hati pada sahabatnya sendiri. Laju perasaan Gloria pada Arvin semakin memuncak semenjak mereka masuk masa sekolah menengah. Arvin yang saat itu satu sekolah dengannya pun hampir setiap hari menjemput dan mengantar pulang Gloria. Perhatian Arvin tak pernah berubah atau pun berkurang pada Gloria, malah tak jarang teman-teman mereka menganggap Arvin dan Gloria adalah sepasang kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rose
Teen Fiction📌 ON GOING STORY 📌 Rose Summerset, seorang gadis berusia 19 tahun yang jalan hidupnya sungguh penuh liku. Berjuang untuk dirinya sendiri demi mendapatkan kehidupan yang layak. Tentunya setiap jalan yang ia lalui tak sesuai dengan apa yang ia ekspe...