2 hari sebelumnya..
Malam itu Albertin menyadari ada hal yang aneh dengan Rose. Ia hanya diam saja sepanjang perjalanan. Tidak seperti biasanya yang akan mengajak Albertin sesekali berbicara. Saat sampai di rumah pun tetap saja bersikap demikian. Merasa ada yang mengganjal, Albertin mencoba mendekati Rose yang saat ini tengah berada di kamarnya, kebetulan pintu kamar Rose dibiarkan terbuka. Rose yang sedang mengecek laporan bulanannya itu menyadari kehadiran Albert berdiri diambang pintu kamarnya.
"Ada apa kak? Mengapa menatapku begitu?" Rose hanya melihat Albertin sekilas lalu melanjutkan pekerjaannya.
"Apa aku boleh masuk, Rose? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, sebentar saja." Ucap Albertin yang masih berdiri diambang pintu. Rose melihat ke arahnya dan mengangguk setuju. Albertin sudah duduk di samping Rose, menatap sekilas kertas-kertas diatas meja belajar Rose. Seketika Albert memutuskan untuk mengurungkan niatnya bertanya, namun melihat sikap dan wajah sedih Rose membuat Albert melontarkan pertanyaan selanjutnya.
"Sibuk sekali, Rose? Apakah banyak?", basa-basi Albertin membuat Rose sedikit jengah dan melihat ke arah Albertin dengan teduh. Ia berusaha menutupi segala perasaannya saat ini.
"Katakan, apa yang ingin kakak sampaikan padaku. Aku mendengarkan." Rose mengatakan dengan tenang lalu membereskan berkas laporan yang masih memenuhi meja belajar Rose.
"Kau yang seharusnya menceritakan sesuatu padaku. Ada apa, adikku? Apakah ada hal yang mengganggumu? Katakan dengan sejujurnya. Jangan mencoba berkilah atau berbohong padaku." Panjang lebar pertanyaan Albertin membuat Rose menghentikan kegiatannya. Terlihat sekali jika Rose sedang menutupi sesuatu, karena kini nafas Rose semakin tak beraturan. Dadanya mulai sesak, matanya terasa panas padahal ia sudah berhenti menangis sejak tadi. Albertin menyadari sikap Rose, lalu ia memegang pundak Rose. Saat Rose menoleh, dengan sigap Albertin memeluk adik kesayangannya itu. Rose menangis sesenggukan dalam pelukan Albertin, tangan Albertin mengusap lembut punggung adiknya itu. Albertin sengaja tidak bertanya mengapa adiknya menangis tersedu-sedu. Ia merasakan jika Rose sedang menyimpan banyak masalah yang tidak ia ketahui, pun termasuk perihal kedekatan Rose dengan Arvin. Setelah dirasa tangisan Rose mulai mereda, Albertin mencoba merenggangkan pelukannya. Ia menatap mata adiknya dengan lekat dan penuh tanya. Rose masih menunduk sambil sesenggukan. Ia mencoba mengatur nafasnya yang tidak karuan. Bahkan Rose juga sedang menata perasaannya, takut jika Albertin marah padanya atau pada lelaki yang telah berusaha melecehkannya.
"Rose, kenapa?" Albertin.
"Janji hiks.., jangan marah, hiks.." Jawab Rose masih sesenggukan. Albertin menyematkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Rose sambil menyunggingkan senyum tulusnya.
"Janji, tapi kau harus jujur. Ada masalah apa yang sampai membuatmu begini? Apa karena lelaki?" Tepat pada sasaran. Rose langsung melirik Albertin, memastikan wajah kakaknya itu tidak mengintimidasinya. Rose membuang nafas sedikit kesal, pasalnya kakaknya menebak dengan benar.
"Kenapa harus bertanya jika kakak sudah tahu jawabannya? Menyebalkan." Bibir Rose mencibik kesal lantaran Albertin yang sedikit kebingungan itu malah tertawa kecil. Dia gemas dengan tingkah adiknya yang sudah berusia 19 tahun tapi tetap saja masih seperti anak 15 tahun.
"Rose, apa kau lupa kalau aku ini kakakmu, hm? Aku hanya menebak saja tadi. Jadi, benarkah tebakanku barusan?" Albertin menaik turunkan alisnya sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya.
"Iya, kau benar. Aku memang sedang kesal dengan seorang lelaki, kami kenal belum lama ini. Sebenarnya dia lelaki yang baik dan menyenangkan, humoris juga. Tapi sejak malam itu, kami sedikit menjauh. Ada satu insiden di malam itu, kak. Aku sangat kecewa padanya." Rose berhenti menjelaskan dan meneteskan air matanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rose
Teen Fiction📌 ON GOING STORY 📌 Rose Summerset, seorang gadis berusia 19 tahun yang jalan hidupnya sungguh penuh liku. Berjuang untuk dirinya sendiri demi mendapatkan kehidupan yang layak. Tentunya setiap jalan yang ia lalui tak sesuai dengan apa yang ia ekspe...