11. Hari Yang Melelahkan

34 2 0
                                    

Hujan pagi dipenghujung tahun ini membuat semua orang merasakan hawa dingin khas bulan Desember. Bagaimana tidak, bulan dua belas memang terkenal bulan hujan atau musim dingin di negara bagian empat musim. Beberapa orang menantikan bulan terakhir ini untuk merayakan suka cita Natal dan malam pergantian tahun. Begitu juga dengan keluarga Clymoonathan. Mereka sibuk mengatur acara malam Natal sekaligus malam pergantian tahun yang rencananya akan dirayakan di rumah sahabatnya, Tuan Marco. Pemilik rumah megah di depan rumah keluarga Clymoonathan itu. Kabarnya mereka akan segera tiba kurang lebih satu minggu lagi dan berencana menetap di tanah air sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan, mungkin juga bisa jadi selamanya. Tak heran jika keluarga Tuan Marco memutuskan untuk menetap di rumah yang sudah lama mereka tinggalkan. Hamparan padang rumput yang hijau serta pemandangan gunung Arjuna yang menjulang tinggi membuat siapa saja betah tinggal di rumah gaya art deco milik tuan Marco.


Semua anggota keluarga sedang sibuk membicarakan acara tersebut, tak luput juga seorang Chris ikut dalam rapat kecil di ruangan bak ballroom ini. Namun ia lebih banyak diam dan menelaah kalimat ibunya yang kadang sedikit berbelit karena euforia menyambut tamu juga kerabat mereka yang rencanya hampir seluruh keluarga besar Clymoonathan akan datang ke perayaan malam natal tahun ini.

"Baiklah, biar besok Chris saja yang pergi ke rumah tante Farah untuk mengecek persiapan souvenir. Kita harus memastikan semuanya aman, bukan?". Claudia tersenyum ke arah Chris yang tetap pada posisi duduknya. Ia memasang wajah pasrah saat ibunya meminta sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu berat, hanya saja karena rumah tante Farah yang tidak lain adalah rumah kawan lama yang selama ini ia hindari.

"Haruskah aku? Kenapa bukan Mama saja yang pergi untuk melihat langsung hasilnya? Biar aku disini saja menata segala sesuatunya." Claudia hanya terdiam, mungkin juga sambil berpikir mengenai saran dari Chris. Jika dipikir lagi memang lebih baik jika dirinya saja yang langsung melihat proses penyelesaian souvenir itu. Namun, Claudia juga harus pergi ke resto tempatnya memesan catering. Sedangkan di seberang Chris, Adnan yang menyadari itu seketika langsung melontarkan saran yang cukup mengagetkan.

"Mengapa kau tidak mengajak Rose saja? Ya, maksudku kan dia bisa menemani sekaligus melihat hasil akhirnya. Bukankah Rose juga yang menyarankan Mama untuk memesan souvenir itu disana? Mungkin Rose bisa sedikit membantu merapihkan atau apapun itu, biasanya kan selera wanita hampir sama. Ya kan, Ma? Bagaimana, kak?" Tanpa menunggu jawaban dari Claudia, Chris langsung bangkit dari duduk manisnya dan menganggukkan kepala seraya mengatakan 'setuju' dengan mantap. Lalu ia bergegas melangkah menuju car port, mobil melaju menembus rintik hujan yang masih cukup deras menuju rumah wanita idaman seorang Chris.

**


Ia sedang menyisir rambut ikalnya dan merapihkan dengan menjepit rambutnya ke samping kiri lalu mengikatnya bak kuncir kuda. Perempuan yang sedang mengenakan atasan crop top putih dengan bawahan andalannya, hotpants berbahan jeans itu sedang memoles skincare ke wajah dan lehernya. Sambil sesekali ia memijit bagian leher belakang yang masih sedikit kram akibat salah tidur. Setelah menyelesaikan ritual pemakaian skincare, ia beralih memakai lotion untuk lengan, kaki dan seluruh badannya. Wangi aroma bunga mawar kini sudah menyatu dengan tubuh Rose. Ia merasa segar dan siap menjalani aktivitasnya hari ini. Kebetulan hari ini ia masuk siang dan memutuskan untuk membereskan beberapa barang di rumahnya yang akan ia buang atau bahkan dihibahkan kepada orang lain. Semenjak kepergian ibunya, ia tidak pernah membereskan kamar mendiang ibunya. Padahal disana masih ada banyak barang peninggalan ibunya yang mungkin bisa ia berikan kepada orang yang membutuhkan. Bukan bermaksud untuk memusnahkan, hanya jika bisa berguna bagi orang lain, mengapa tidak.

My RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang