Tidak ada menu yang menarik perhatian seorang Rose di restoran Jepang ini. Ia hanya memesan sup miso dan matcha kesukaannya. Sedangkan Ofa masih dengan lahapnya menyantap ramen sambil sesekali meniupnya karena masih panas. Makan malam kali ini terasa berbeda, Rose merasakan adanya perubahan sikap Ofa sejak keberangkatan mereka menuju ke tempat makan malam ini. Ingin rasanya Rose bertanya, namun ia tidak mau merusak suasana yang sebenarnya cukup tenang. Dilihatnya Ofa dengan lamat, wajah rupawan lelaki di hadapannya itu memang selalu membuat detak jantung Rose semakin bergemuruh. Wajah yang sangat ia rindukan kini sudah berada dihadapan matanya, meski dalam keadaan yang cukup canggung namun itu tak membuat Rose menjadi kikuk. Ia merasa tenang saat melihat wajah kekasihnya itu. Tak dapat dipungkiri jika Ofa adalah sosok laki-laki pertama yang mampu membuat Rose kelimpungan dengan perasaannya. Entah angin apa yang membuat seorang Rose menjatuhkan hatinya kepada laki-laki yang cukup terkenal berandal di tempat tinggalnya dulu.
Pertemuan pertama mereka pun tak terlalu berkesan, bahkan cenderung memalukan. Rose yang saat itu masih duduk dibangku sekolah dasar tingkat akhir, mendadak salah tingkah saat Ofa menyelamatkannya dari keusilan teman-temannya. Ya maklum, Rose kecil memang sering mendapatkan bully-an dari teman sejawatnya. Siang itu Rose berjalan sendirian menuju rumahnya, tak lama segerombolan anak perempuan melempari Rose dengan batu kerikil dan juga tomat. Alasan mereka melakukan itu karena mereka iri dengan Rose yang selalu mendapat nilai lebih baik dibanding mereka. Rose yang masih diserbu puluhan tomat dan batu kerikil itu hanya melindungi dirinya dengan tas ransel berwarna hitam. Tak lama teriakan suara laki-laki dibelakang Rose membuat gerombolan anak manja itu bubar seketika. Diraihnya pundak Rose yang berguncang naik-turun, tanda ia menangis. Ofa yang memakai seragam putih abu-abu itu memapah Rose menuju tempat duduk dibawah pohon beringin. Ia memberikan air mineral dan mencoba mengajak Rose berbicara. Namun nihil, Rose yang masih shock itu hanya menangis tanpa mempedulikan pertanyaan dari Ofa. Akhirnya setelah Rose cukup tenang, ia mengantar gadis kecil itu menuju rumahnya. Dari situlah awal mereka berkenalan, bahkan setelah kejadian itu, Ofa sering mengantar Rose pulang hanya demi melindungi Rose dari godaan teman-temannya. Semakin hari, semakin tak menentu perasaan Rose kepada Ofa. Katakanlah cinta monyet, namun sudah berjalan hampir tiga tahun lamanya mereka menjalin kasih dalam status pacaran. Kini Ofa sedang mengenyam pendidikan S1 di kampus impiannya, membuat mereka harus terpisah jarak dan waktu untuk beberapa musim. Meski usia mereka terpaut empat tahun, namun Ofa merasa nyaman dengan Rose yang meski agak menyebalkan tapi dia juga memiliki sisi kedewasaan. Hal itulah yang membuat Ofa jatuh hati pada Rose.
Berbeda dengan Ofa, laju perasaan Rose semakin naik turun kala Ofa yang dicap anak berandalan itu mulai menunjukkan sisi baik dihadapan keluarga Rose. Albertin yang paham dengan pergaulan Ofa membuat benteng ditengah keduanya. Namun hal itu tak membuat Rose berhenti mencintai Ofa. Semakin teguh Albertin pada keputusannya, semakin liar pula sikap Rose dalam menghadapi kakaknya itu. Ofa sendiri bukan tipikal pecundang, ia selalu berusaha membuktikan pada keluarga Rose jika apa yang mereka dengar tidak seperti kenyataannya.
Sadar dirinya sedang menjadi objek pemandangan gadis manis dihadapannya itu, Ofa segera menyambung sorot mata Rose kepadanya. Ia berbalik menatap Rose yang tak kalah saksamanya. Sambil menyunggingkan senyum tipis, tanpa mereka sadari jika saat ini manik mata dan mimik wajah mereka saling bersahutan. Diam-diam Ofa mencoba meraih tangan Rose, lalu dengan sigap Rose menarik tangannya sambil tetap menatap Ofa dengan rasa penuh kemenangan.
"Eiitts.. Tidak semudah itu, sayang. Habiskan makan malammu, segera kita ke gerai es krim di ujung jalan ini, okay?" Ucap Rose dengan senyum manisnya yang mengembang, ia lalu melahap supnya yang mulai dingin. Sedangkan Ofa, masih tetap memandang Rose, lalu meneguk uronchanya hingga tandas.
**
Setelah mendapat pesanannya, Rose melihat jam tangan menunjukkan pukul 20:15. Ia dan Ofa masih memiliki waktu kurang lebih tiga puluh menit lagi untuk menghabiskan waktu bersama. Kini mereka hanya berdiam di dalam mobil Ofa sambil menikmati es krim rasa bubble gum dengan strawberry sorbet ditambah topping permen coklat warna pelangi. Merasa keadaan masih canggung, Rose berinisiatif membuka percakapan dengan duduk menghadap kekasihnya itu. Ofa yang sadar perubahan Rose barusan pun ikut mengimbangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rose
Jugendliteratur📌 ON GOING STORY 📌 Rose Summerset, seorang gadis berusia 19 tahun yang jalan hidupnya sungguh penuh liku. Berjuang untuk dirinya sendiri demi mendapatkan kehidupan yang layak. Tentunya setiap jalan yang ia lalui tak sesuai dengan apa yang ia ekspe...