Hal yang paling ku benci dalam hidup adalah kehilangan.
Itu sebabnya aku tak mau menaruh harap pada yang tak pasti.
Maka lebih baik, pergi.-Rose-
Matahari mulai meninggi saat Albertin bangun dari tidurnya. Dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul 06:00 pagi. Bergegas ia meraih handuk dan berlari keluar kamar menuju kamar mandi. Rumah itu masih sepi, bahkan lampu jalan dan teras juga masih menyala. Hari ini memang hari Senin, namun menjadi hari libur untuk seorang Rose. Gadis itu masih meringkuk dalam balutan selimutnya. Ia sengaja mematikan alarm hari ini karena ingin menikmati waktu liburnya dengan bermalas-malasan. Namun hal itu hanya menjadi angan semata karena terdengar suara ketukan pintu dari luar rumahnya di barengi teriakan seseorang. Rose mengerjapkan matanya, ia berusaha menajamkan pendengarannya juga. Ketukan pintu makin keras terdengar. Mau tidak mau, Rose harus meninggalkan kasur empuknya dan beralih menuju ruang tamu. Ia menoleh memastikan Albertin masih berada di rumah dan tentu saja hal itu dibenarkan tatkala terdengar suara percikan air dari kamar mandi.
Tanpa jawaban, Rose langsung menuju pintu utama rumah itu sambil mengikat rambutnya asal. Ia membuka sedikit korden dan memastikan siapa yang menggedor pintu rumahnya pagi ini. Dilihatnya seorang perempuan menggunakan hoodie hitam dengan celana levis berdiri membelakangi pintu. Ia memutar kunci lalu membuka pintu perlahan.
"Ya, siapa?" Tanya Rose dengan menahan kepalanya di sela pintu. Perempuan itu berbalik dan menatap Rose dengan kaget.
"Kau baru bangun tidur, Rose?" Tanya perempuan itu. Rose langsung membuka pintu rumah dan berhambur memeluk sahabatnya itu.
"Kau.. Kemana saja selama ini? Mengapa baru sekarang, hah?" Cerca Rose dengan kesal.
Olla hanya tertawa tanpa menjawab pertanyaan Rose. Kemudian Rose duduk di kursi teras sambil menguap lebar. Udara pagi ini sangat dingin akibat hujan semalaman. Olla ikut duduk di sebelah Rose. Ia menyulut rokok dan membumbungkan asapnya ke atas. Rose memelototinya dan merampas rokok itu lalu membuangnya asal.
"Ngaco ya, ada kak Albertin di dalam. Apa kau mau mandi air sabun, hah?" Tatapannya mengintimidasi Olla.
"Halah, hanya sebatang Rose. Tidak akan tercium sampai ke kamar mandi. Kecuali aku ikut di dalamnya." Olla kembali tertawa lebar sambil memukul meja.
Sudah lama semenjak kepergian Olla merantau ke kota lain. Dia jarang sekali pulang dan menunjukkan batang hidungnya di depan Rose. Bahkan meski hanya sekedar mengunjungi rumahnya sendiri.
Ya, Olla Efrida. Gadis keturunan Manado berambut hitam dan ikal ini adalah sahabat Rose sejak kecil. Mereka memang tidak pernah satu sekolah, akan tetapi pertemanan mereka terjalin semenjak Rose satu kelas les dengannya. Apalagi Olla adalah sepupu Ofa. Bagaimana mungkin mereka tidak berteman dekat dan saling mengenal. Bisa dibilang, Olla adalah diary hidup seorang Rose. Bahkan sampai saat ini mereka masih menjalin persahabatan yang kental meski dibentang jarak yang memisahkan. Meski menyebalkan begitu, Rose dan Olla bak rekan duet satu aliran musik. Mereka cocok dan saling mengisi satu sama lain. Udah kayak jodoh aja ya..
"Masih pagi, jangan jadi pengacau" Ucap Rose.
"Masih pagi, mending cari sarapan. Bagaimana? Bukankah sudah lama kita tidak jalan-jalan pagi ke pasar hanya sekedar membeli soto Pak Mamad itu." Imbuh Olla dengan antusias.
Sebenarnya Rose malas jika harus pergi mendadak seperti ini. Tapi apa boleh buat, apa yang dikatakan Olla ada benarnya juga. Entah kapan terakhir kali mereka menghabiskan waktu karena selama mereka sudah sama-sama bekerja, jarang ada waktu bertemu dan menghabiskan waktu dengan saling melempar canda tawa yang bahkan mungkin tidak lucu sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rose
Novela Juvenil📌 ON GOING STORY 📌 Rose Summerset, seorang gadis berusia 19 tahun yang jalan hidupnya sungguh penuh liku. Berjuang untuk dirinya sendiri demi mendapatkan kehidupan yang layak. Tentunya setiap jalan yang ia lalui tak sesuai dengan apa yang ia ekspe...