13. Awal Yang Baik

11 1 0
                                    

"Apa sudah kau pikirkan semuanya? Hidup sendiri di kota yang belum kau ketahui bukan hal remeh, Rose." Ujar Albertin kepada adiknya itu.

Mereka sedang duduk berdua di ruang tengah. Rose memberanikan diri mengutarakan keputusannya itu kepada Albertin. Meski kemungkinan terburuk adalah penolakan, tapi Rose sudah membulatkan tekad jika ia akan mengambil pekerjaan itu. Ia tidak mau berlama-lama berdiam diri di rumah menjadi pengangguran. Walaupun Albertin masih sanggup membiayai segala kebutuhannya, namun Rose bukan anak yang manja hanya dengan mengandalkan orang lain. Baginya, hidup harus diperjuangkan, bagaimana pun caranya.

"Ketika aku sudah berani mengambil keputusan untuk membicarakan hal ini, sudah pasti hal itu telah aku pertimbangkan sebelumnya, Kak. Bukan aku tidak mau menurutimu, tapi biarkan aku berusaha memperjuangkan hidupku dan masa depanku sendiri. Dan bagiku, ini adalah keputusan yang terbaik." Jelas Rose kepada Albertin yang sejak tadi menatap lurus Rose.

Albertin terdiam sejenak sambil menimbang-nimbang, sebelum akhirnya ia menyetujui keputusan adiknya itu. Ia tahu, Rose keras kepala dan sulit ditentang jika sudah memiliki kemauan. Sekalipun begitu, alasan lainnya adalah karena Albertin percaya jika Rose akan berjalan sesuai arahan yang baik.

"Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu, aku tidak akan ikut campur. Tapi satu yang harus kau ingat, Rose. Jaga kepercayaanku." Ungkap Albertin dengan menyunggingkan senyum khasnya.

Rose mengangguk mantap.

**

Seminggu kemudian..

Pagi-pagi sekali Rose bangun untuk mempersiapkan segala kebutuhannya. Mulai dari memasak untuk sarapan, kelengkapan berkas untuk ke perusahaan yang akan ia tuju dan juga membawa beberapa potong baju untuk menginap di kost Olla. Setelah mendapat persetujuan dari kakaknya, Rose langsung menyiapkan berkas lamaran pekerjaan dan mengirimnya melalui email.

Tiga hari berlalu setelah pengiriman berkas, Rose mendapat telepon dari perusahaan itu untuk melakukan tes wawancara dan juga tes tulis. Rose menghubungi Olla untuk menyampaikan berita tersebut. Olla pun langsung mempersiapkan segalanya untuk menemani sahabatnya itu ke kota.

Rose sudah selesai menyiapkan sarapan. Ia mengajak Albertin untuk turut serta menikmati hidangan penutup sebelum kepergian Rose ke luar kota. Albertin menatap adiknya itu lekat-lekat. Ia masih tidak menyangka jika adiknya kini sudah beranjak dewasa. Bukan lagi gadis kecil yang manja seperti dulu. Rose mulai tumbuh menjadi gadis yang mandiri dan penuh pesona. Cantik, pintar namun keras kepala.

"Ada apa? Mengapa menatapku begitu?", Rose mengatakan sambil menoleh ke belakang. Memastikan jika yang kakaknya tatap adalah dirinya.

"Tidak, hanya ingin menatap saja. Apa tidak boleh?", jawab Albertin cuek.

Rose hanya menggeleng heran melihat tingkah kakaknya itu. Ia melanjutkan aktivitas mengunyahnya. Samar terdengar suara ketukan pintu dari arah depan. Rose bergegas menuju pintu utama. Ia melihat Olla sudah berdiri di depan pintu membawa tas ransel miliknya.

"Hei, masuklah. Aku sedang sarapan dengan kak Albertin. Kau sudah sarapan belum?" Ajak Rose yang diikuti Olla dari belakang.

"Itu sebabnya aku kesini pagi-pagi sekali, belum makan pun aku dari semalam." Jawab Olla dengan menepuk bahu Rose.

Albertin yang melihat Olla berjalan di belakang adiknya itu menyapa Olla dengan senyuman. Olla duduk di sebelah Rose. Diambilkannya satu set alat makan untuk Olla. Rose kembali duduk dan melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda.

"Jadi, kau akan tinggal bersama Olla?" Tanya Albertin memastikan.

"Tentu saja. Meski kami akan berbeda tempat kerja, setidaknya aku tidak akan sendirian di kota." Jawab Rose sambil menengok ke arah Olla.

My RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang