PROLOG 00

41.9K 3K 46
                                    

"Apa kau sudah sampai di bandara, little girl?" tanya ayah Oretha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa kau sudah sampai di bandara, little girl?" tanya ayah Oretha.

"Yes, Dad," jawab Oretha ceria. Mendengar suara ayahnya dari ponsel saja ia sudah sangat senang, apalagi jika sudah bertemu nanti.

"Daddy sudah tak sabar ingin bertemu denganmu, my little girl."

"Daddy, I miss you so much," ungkapnya. Oretha sudah tak sabar menunggu moment ia akan bertemu ayahnya di Amerika Serikat. Berhubung sekolah masih libur, Oretha tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

"Aku lebih merindukanmu, little girl. Ingat pesan Daddy, hati-hati dan jangan lupa berdoa."

Oretha tahu, pasti waktu di Chicago sekarang sudah malam. Dapat dipastikan ayahnya menyempatkan waktu berbicara dengan dirinya.

"Siap, Kapten!" seru Oretha.

"Baiklah, Daddy tutup ya. Masih ada urusan di kantor polisi. Nanti Daddy hubungi lagi jika kau sudah sampai di bandara Chicago. Sampai jumpa, my little girl." Terdengar suara kecupan singkat dari sana sebelum ayah Oretha menutup telpon. Entah mengapa gadis itu merasa sedih dan menitikkan air mata. Ini bukan sifatnya yang mudah terbawa perasaan.

"Ck, gitu doang dah pengen nangis," decak Oretha.

Sambil menunggu jam keberangkatan, Oretha menyibukkan diri membaca novel Last Secret yang tinggal beberapa halaman lagi. Menurutnya novel itu sangat seru dan menegangkan, ia paling senang bagian dimana peran gadis polos, bodoh, dan cupu itu mati di siksa oleh pembunuh bayaran.

"Cupu banget sih jadi cewek. Mau aja di begoin!" umpatnya.

"Tapi, kasian juga sih nasib si cupu. Meningsoy di akhir, padahal 'kan dia sebenarnya baik, tapi kebaikan sih, makanya mati," sambung Oretha lagi.

Oretha menutup buku dan menyimpannya ke dalam tas, beberapa menit lagi pesawat akan lepas landas. Entah hanya perasaannya saja, gadis itu merasa seperti akan meninggalkan negara Indonesia selama-lamanya. Kaki Oretha terasa berat untuk melangkah, ada sesuatu yang salah akan terjadi, pikirnya.

Bahkan Ibunya sempat melarang untuk terbang ke negara Amerika Serikat, Chicago. Tapi, karena bujukan dan rayuan manis Oretha, akhirnya ibu gadis itu mengizinkan Oretha untuk pergi, walau terasa berat di hati sang ibu.

Panggilan ditujukan dengan pesawat penerbangan Indonesia *****  dengan nomor penerbangan USA432 tujuan Amerika dipersilahkan untuk segera menaiki pesawat karena pesawat akan segera lepas landas

Sebuah lengkungan manis tercetak di bibir Oretha, ia menghembuskan nafas pelan. Ia yakin, semuanya akan baik-baik saja dan sesuai rencana.

Oretha masuk ke dalam pesawat lalu mencari kursi yang akan ia duduki. Tak terasa, pesawat itu sebentar lagi akan lepas landas, gadis itu duduk dekat jendela melihat ke arah luar, dengusan kasar keluar dari mulutnya.

"Kok gue jadi nethink gini sih!" omelnya.

Awalnya keadaan di dalam pesawat biasa saja, terlihat dari wajah ceria mereka membuat hati Oretha yang sebelumnya cemas berubah menghangat.

Bagi para penumpang diharapkan menggunakan masker oksigen secepatnya

Jantung Oretha berpacu cepat seiring dengan suara orang disekitarnya mulai panik tak tentu arah. Berapa menit kemudian berubah menjadi tangisan, menjerit, dan teriakan histeris. Keadaan di dalam pesawat benar-benar kacau. Para pramugari memberi intruksi untuk tenang dan jangan panik. Mereka mengerahkan agar cepat menggunakan alat bantu pernapasan yang ada di atas kepala mereka masing-masing dan mengencangkan sabuk pengaman.

Pesawat terbang tak tentu arah, lepas kendali, seluruh kekuatan dikerahkan oleh sang pilot. Keselamatan penumpang nomor satu.

Oretha menitikkan air mata, melihat ke luar jendela, mungkinkah ini akhir kisah hidupnya. Gadis itu berpegang erat di kursinya, mengedarkan pandangan melihat bagaimana orang-orang saling memeluk dan berdoa.

Beberapa kali kepala Oretha terhantup benda keras, ia tak tau apa itu. Rasanya, gadis itu sudah mati rasa. Darah kental berbau anyir mulai turun membasahi dahi dan pelipisnya. Bau amis menyeruak masuk ke indra penciuman.

"I'm sorry, Mom, Dad. Sepertinya kita tidak akan bertemu lagi, aku menyayangi kalian," batin gadis itu. Banjir air mata sudah memenuhi pelupuk matanya, dan menetes ke pipi. Oretha pasrah menyerahkan semuanya pada Tuhan.

Keadaan benar-benar darurat dan seketika suasana menjadi gelap. Pesawat mengeluarkan asap, dengan cepat satu persatu penumpang di arahkan, mereka harus menunduk guna mengikuti lampu yang ada di lantai untuk menuju pintu darurat.

Tapi, karena tidak ada yang mereka rasakan selain ketakutan, tak ada lagi tertib mengikuti intruksi dan mereka saling berdesakan.

"Selamat tinggal.... " batin gadis itu di sisa kesadaran dan ambang kematian.

Tak berselang lama—

Boom!

Suara ledakan keras terdengar, pesawat itu jatuh menuju laut dan tenggelam bersama para penumpang yang masih memiliki keinginan yang belum sempat terwujud karena ajal sudah menjemput.






Publish: 141021

Welcome to Antagonist! [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang