CHAPTER 27

6.9K 709 17
                                    

Satu hal yang pasti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu hal yang pasti. Wajah Darren Mahendra mirip dengan Alverd, karena mereka berdua kembar. Semua kemungkinan buruk mulai datang silih berganti memenuhi ruang pikiran Zelena. Bisa saja alur novel tetap berjalan sebagaimana mestinya, ia akan mati di akhir cerita. Tentu saja Zelena tak ingin mati untuk kedua kalinya, kali ini apa yang harus ia lakukan?

Apakah dengan menjaga, ah tidak, menjauhi orang-orang yang ada hubungannya dengan tokoh utama last secret. Terutama Alverd dan Jesika.

"Lo kenapa?" Alverd bertanya melihat keterdiaman gadis itu.

"Gue gak papa, oh iya ... gue balik ke kelas, ya. Bye...."

Tanpa menunggu jawaban Alverd. Zelena langsung pergi begitu saja, berlari menuju toilet. Padahal Alverd masih ingin berlama-lama menghabiskan waktu bersama gadis itu, namun apa daya jika Zelena seolah menyembunyikan sesuatu.

"Sial! Gak bisa apa hidup gue tenang?" monolognya. Zelena mengumpat dalam hati sambil membasuh kasar wajahnya dari air mengalir di keran wastafel. Melihat pantulan dirinya dari kaca membayangkan ia akan mati suatu hari nanti.

Zelena bergidik ngeri, dan berucap, "Semoga gue gak meningsoy lagi."

Tak berselang lama, ia keluar dari toilet. Tanpa sengaja Zelena mendengar percakapan dua gadis di belokan lorong, ia penasaran karena dua gadis itu menyebutkan nama sahabatnya.

"Oliv jahat banget sumpah! Lo gak liat sih pas Oliv tadi ngebentak Jesika sampai tu cewek gemetar ketakutan gitu."

"Gayanya sok banget, sama kayak sahabatnya juga, dulu aja cupu sekarang sok-sok an cari muka."

"Mentang-mentang si Zelena berasal dari keluarga kaya, dia main seenaknya nindas murid."

"Iya, kalau gue jadi Oliv udah gue tinggalin tu dari dulu temen busuk kayak dia!"

Zelena merasa jengah lalu keluar dari persembunyiannya meneliti dua gadis itu bergantian dari atas sampai bawah, lalu bersedekap dada sambil menaikkan satu alisnya.

"Emang kenapa kalau gue kaya? Iri lo pada?" tanya Zelena datar tanpa minat.

Seketika dua gadis itu merasa kikuk, apa pembicaraan mereka tadi di dengar oleh Zelena. Jika iya tamatlah riwayat mereka.

"Eh ... eng ... enggak kok, Zel. Kami gak ada ngomong gitu."

"Ngomong apa memang?"

Dua gadis itu saling menyenggol lengan satu sama lain, bingung dan takut untuk menjawab.

"Bisu, ya?" desak Zelena.

"Anu ... itu yang lo sebut tadi, kaya ... iya kaya."

Zelena menarik sudut bibirnya. "Lanjutin lagi dong ... gue juga pengen denger," sambungnya.

"Lain kali kalau mau gibah mending cari tempat aman deh, ntar kedengaran orang yang digibahin panik."

"Kami minta maaf, Zel," mohon salah satu dari mereka, tak mau memperpanjang masalah.

Welcome to Antagonist! [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang