I. Confession

126K 4K 389
                                    

"Gue suka sama lo, Niel"

Tubuhku terasa membeku sesaat, setelah mendengar sebaris kalimat yang meluncur dari bibir Levi. Aku mengamatinya, melihat warna kemerahan yang menyemburat di kedua pipinya, membuat semakin manis wajahnya.

Oh shit. He must be serious. But how come?

Tanpa sadar, aku malah jadi bertanya-tanya sendiri dalam benakku dan tak memberikan respon berarti pada temanku ini.
Yeah, Levi atau Leviandra Hakim, adalah teman sekelasku di kampus. Aku memang bukan terkejut kenapa dia yang seorang laki-laki menyatakan perasaan padaku yang juga seorang laki-laki, tapi aku terkejut karena, kenapa bisa dia suka padaku?! Levi is gay. Semua orang di kelas sudah mengetahuinya, mungkin juga seluruh kampus.

Tapi memang tak ada yang terlalu mempermasalahkannya, (walau kadang aku masih mendengar juga bisikan-bisikan di belakang). Hal itu bisa dibilang sudah menjadi rahasia umum. Lagipula, Levi memang tak pernah berbuat sesuatu yang merugikan siapapun.

Di kelas, dia malah menjadi salah satu mahasiswa paling pintar yang bisa diandalkan. Karena itu, mengenai orientasi seksualnya, tentu saja bukan sesuatu yang perlu dicampuri. Itu hak dia. Dan kembali ke situasi sekarang, kenapa bisa dia suka padaku?

"Niel..."

"Hah?" cetus ku akhirnya, tak bisa menemukan kata-kata yang lebih baik.

Aku mengerjapkan mataku, mengembalikan pikiranku pada kenyataan yang sedang berlangsung dan berhenti membuat monolog di dalam benakku.

"Kenapa?" Levi bertanya lagi.

Aku menggelengkan kepalaku pelan, lalu mengulas senyuman tipis yang masih terkesan ragu. Dengan gugup, aku juga mengusap-usapkan telapak tangan kananku ke belakang kepala. Damn, kenapa aku grogi?!

"Lo denger kata-kata gue kan?" tanya Levi, agak hati-hati.

"Ya"

"Terus?"

"Terus apa?" aku bertanya balik dengan bodohnya.

Levi tampak mengerutkan keningnya. Aku rasa dia mulai menyadari kalau aku mendadak tidak berkonsentrasi atau mungkin dia baru sadar kalau ucapannya tadi bisa jadi tidak bagus dia ucapkan padaku.

Ok, he's gay and everyone knows it.

Tapi dia juga tak bisa sembarangan menyatakan suka pada siapapun, bukan? Apalagi dengan alasan kalau teman-temannya akan memahami itu. Namun terlebih lagi, kenapa aku? Apa aku tampak gay di matanya? Oh please.

"Sorry," gumam Levi setelah beberapa detik kita malah jadi saling memandang, canggung.

Dan tanpa menungguku berkata dulu, dia cepat berbalik, bermaksud meninggalkanku sendirian di taman belakang kampus ini. Tadi sekilas aku bisa melihat raut wajah manisnya yang berubah. Tidak lagi merah merona, tapi lebih terlihat seperti merah padam. Entah dia marah atau sangat malu.

"Tunggu Lev!" panggilku, setelah beberapa saat aku tepekur memperhatikan dia yang semakin menjauh.

Levi menghentikan langkahnya, kemudian berbalik perlahan. Aku sedikit bergerak maju, hingga jarak kami tidak begitu jauh dan aku bisa melihat lagi bagaimana raut wajah manisnya sekarang.

"Tadi lo bilang-"

"Oh nggak, lupain aja," potongnya, sebelum aku sempat berkata. Dia memaksakan sebuah senyuman dibibirnya.

Aku jadi merasa bersalah. Padahal terus terang, aku bukannya benci, hanya terkejut dan... yah aku bingung. Perasaanku diantara tak percaya karena ternyata seorang cowok manis dan pintar seperti Levi bisa suka padaku (that means, aku ternyata tidak hanya bisa menarik perhatian perempuan saja. lol) juga perasaan sebal karena ... am I really looks like gay?

IF I LOVE YOU TOO?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang