Bisa ditebak, bagaimana hari-hariku sekarang... it's beautiful. Haha. Setelah hampir 2 tahun aku selalu sendiri dan banyak menghabiskan waktu dengan teman-temanku saja, sekarang aku sudah punya seseorang lagi yang bisa aku perhatikan dengan spesial, yang pasti akan balik memperhatikanku dengan spesial juga. Having someone who cares of you is really great.
Pikiranku tentang Levi, membuat aku tak berkonsentrasi dengan mata kuliah Akuntansi Publik yang sedang dijelaskan dosenku. Aku malah menyandarkan pipiku diatas tangan yang aku lipat diatas meja dan memfokuskan mata ku kearah Levi yang duduk di seberang depan — seperti biasa cukup jauh dengan tempatku. Tapi entah karena hati kita yang sudah terlanjur menyatu atau apa, seolah aku mengirimkan sinyal telepati melalui tatapanku — Levi pun akan menengokkan wajahnya kearahku.
Deg.. deg.. deg..
Damn, I love this kind of heart beats. Sumpahnya, aku suka sekali merasakan debaran di dadaku yang akan berdegub sekencang ini begitu mata Levi menemukan mata ku yang sejak tadi sedang asyik memandangnya. Ditambah dia pun mengulas senyumannya yang lembut padaku.
Oh dear God, yes I'm in love with him..
"Prawira!"
Aku baru akan membalas senyuman Levi, ketika ku lihat dia malah mengalihkan lagi wajahnya ke depan.
"Prawira!"
"Niel.." desisan dan sikutan dari temanku, membuat aku membetulkan posisi dudukku, lalu baru tersadar kalau sejak tadi dosenku sedang memandang tajam ke arahku. Oh shit, aku lupa kalau dosen satu ini biasa memanggil nama belakangku, karena dia bilang nama depanku terlalu ribet.
"Kenapa kamu ngelamun?" tanya Pak Budi — nama dosenku.
"Eh, nggak kok Pak." Jawabku sambil mencoba tersenyum, gugup. Dia jangan-jangan meng-gap aku yang sedang flirting jarak jauh dengan Levi.
"Kalo gitu, coba terangin ulang yang barusan saya bilang."
Aku terpana beberapa detik, sebelum kemudian sibuk membuka-buka catatanku yang sebenarnya kosong. Anjrit.. Aku bermaksud meminjam catatan milik temanku, tapi mereka juga tidak mencatat apapun. Arghh.
Hingga akhirnya tiba-tiba sebuah binder yang diulurkan dari belakang, menyelamatkanku. Aku langsung mengambilnya tanpa peduli dulu siapa penyelamatku. Yang penting, aku lumayan selamat dari bulan-bulanan Pak Budi, meski dia masih saja agak meledekku. Aku tak terlalu ambil pusing, cukup memberinya senyuman garing. Aku melihat pada binder yang masih ada diatas meja, bermaksud mengembalikan sambil bilang terima kasih — tapi aku baru sadar kalau aku hafal tulisannya dan cover binder bergambar vokalis Coldplay itu.
Ini binder Dara. Ah, damn.
Memang sejak kejadian besar itu, aku tak pernah bicara lagi dengannya. Mungkin aku benci padanya karena aku terlanjur kecewa. Meski sebenarnya tidak nyaman, tapi aku juga belum bisa kembali akrab dengannya seperti dulu.
Tidak semudah itu.
"Thanks." Ucapku pendek, sambil berbalik sekilas dan menyimpan binder itu di meja Dara, tanpa melihat wajahnya. Dan ketika mataku melihat ke arah Levi, dia sedang melihat padaku lagi. Dia masih tersenyum, kali ini aku sempat membalas senyumannya.
————-
"Kamu tuh ya, yang serius dong kalo lagi kuliah." Ujar Levi begitu kami tiba di parkiran.
"Gue serius kok." Sahutku cuek sambil mencari-cari kunci motor di dalam tas.
"Apanya yang serius, kamu ngeliatin aku terus." Kata Levi dengan pede-nya.
Aku menemukan kunci motorku, lalu memandang lekat pada pacarku itu. "Siapa yang liatin kamu?" tanyaku, memasang muka serius. Sejak aku menyatakan perasaanku juga padanya, aku memang sudah mengganti panggilan 'elo' dengan 'kamu' biar lebih manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF I LOVE YOU TOO?
Romance❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : @rieyo626 ❌Homophobic diharap menjauh