VII. Positive

38.5K 2.5K 239
                                    

"Fer! Fer! Lempar sini! Gue kosong!" teriakku pada Feri yang sedang mendribble bola. Aku sudah menunggu di dekat ring untuk bersiap memasukkan bola setelah mendapat operan darinya. Tapi temanku itu  malah melepaskan dribble-nya ketika tiba-tiba Roby menunjuk ke arah luar lapangan, memberi tahu sesuatu.

"Liat cuy, itu Leviandra."

Aku yang baru akan memprotes, tak melanjutkannya karena mendengar nama seseorang yang sudah membuatku berantakan beberapa hari ini. Aku cepat menoleh juga kearah luar lapangan. Levi memang sedang berjalan melintas disana dari arah parkiran.

Dia kembali. Finally. Aku memang sengaja tak menghubunginya dulu sejak itu.

Pertama, Karena aku tak mau mengganggunya yang mungkin sedang fokus dengan tante Mona. Dan kedua, aku akui kalau memang aku agak takut. Aku masih tak punya keberanian, aku masih khawatir kalau kali ini dia akan menolakku. Aku pasti akan semakin hancur.

Buk !

"Shit." Kutuk ku begitu terasa hempasan bola ke sisi bahu ku. Tawa Roby dan yang lain terdengar disana.

"Bengong lu. Terpesona liat nona Leviandra ya.." ledek Roby pula.

Ah sumpah, makhluk satu ini memang yang paling menyebalkan diantara semua teman-temanku. Aku bisa paham perasaan Feri  yang diledek olehnya. Tapi aku bukan kesal karena disebut sudah terpesona oleh Levi, aku lebih kesal karena dia menimpukkan bola padaku dengan sengaja.

"Sirik aja lu, Rob." Gumamku pula, datar saja  sambil keluar lapangan.

Roby menyahut dengan tawa yang menyebalkan lagi. Aku mendekati tas ku dan minum dari botol air mineral ku. Rasanya aku sudah tak berselera untuk main lagi.

"Kok udahan?!" teriak Erik.

Aku hanya melambaikan tangan menggunakan handuk kecil ku, beralasan kalau aku sudah capek. Padahal aku masih sanggup main untuk beberapa kali match lagi.

"Gue mau nyari bahan gosip ah, anter yuk Fer?!" ujar Roby yang ternyata ikut-ikutan berhenti main.

"Najis lu!" Feri menimpuk Roby dengan handuk yang di pegangnya.

"Alah, lu sok-sokan bilang najis, padahal pengen tau kan gimana kelanjutan nasib Leviandra?!" goda Roby, seperti biasa sambil mencolek-colek temanku itu.

"Hahaha.. lu udah belagak kayak emak-emak gosip, Rob." Sela Erik, sambil ikut menimpuk Roby dengan handuk.

Seperti biasa, aku tak begitu mau terlibat dengan obrolan aneh mereka. Aku yang sudah selesai minum dan sedikit beristirahat, kemudian berdiri sambil memakai tas punggung ku.

"Gue duluan ya!" kataku sambil melambaikan tangan pada semuanya. Mereka menyahut dengan meneriakiku, tapi aku tak begitu menggubrisnya. Aku juga sebenarnya penasaran. Apa Harlan dan William benar sudah membereskan semuanya?

. . . . . . . . . .

"Eh, Leviandra. Masih berani dateng kesini?" sapa Dara, begitu Levi baru akan masuk ke ruang senat. Dara tersenyum, tapi cenderung meledeknya.

"Gue mau ketemu kak Harlan."

"Mau apa? Mau macem-macem kayak waktu lo macem-macem sama kak Willy?" tanpa ragu, Dara langsung menyudutkan Levi. Beberapa orang mahasiswa senat yang ada disana, hanya diam memperhatikan mereka, dan Levi tau tampaknya orang-orang ini sudah terpengaruh semuanya. Tatapan mereka padanya memang lain dari sebelumnya.

"Nggak, gue ada perlu." Jawab Levi, pendek dan tak mau memperpanjang. Rasanya akan sangat tidak keren kalau dia meladeni omongan pedas Dara.

"Hmm. Lo kayaknya lebih suka yang tipe-tipe Kak Willy daripada Kak Harlan ya.."

IF I LOVE YOU TOO?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang