XV. Final Ending

52.8K 2.7K 375
                                    

PLAK!

Sapaanku disambut dengan tamparan dari ibuku. Aku terkejut setengah mati, semua orang terpana. Suasana pun jadi hening, sebelum kemudian terdengar isakan dari ibuku. Ibu menangis di depanku, aku jadi tak tau harus melakukan apa. Ayahku juga malah membeku di tempatnya. Ibu kembali mendekat padaku, aku bersiap agak mengelak, takut ditampar lagi, namun rupanya ibu malah memelukku, erat sekali. Dia menumpahkan tangisannya di dadaku.

Aku semakin tercekat, tak tau harus melakukan apa selain balas memeluk dan ikut menangis dengannya. God, aku tak biasa menangis, tapi hanya karena wanita yang sangat aku cintai ini... aku sungguh tak bisa menahan air mataku. Aku tak tau lagi bagaimana orang di sekeliling kami, bagaimana Levi dan yang lainnya. Aku hanya memeluk ibu ku erat-erat sambil membisikkan kata maaf berulang-ulang di telinganya. Ibu ku tak pantas menangisiku seperti ini. Dia tak boleh menangis lagi.
. . . . .

Tatapan ayah terasa menusuk begitu beliau memandang padaku dan Levi bergantian. Kami sudah selesai dengan acara menangis tadi. Ibu sekarang sudah lebih tenang, rupanya ibu memang hanya ketakutan - lalu tadi begitu lega sampai jadi tak bisa menahan emosinya. Aku sungguh sangat beruntung memiliki ibu seperti ibu ku, aku tak akan pernah mau menjauh darinya lagi.

"Jadi kalian pacaran?" ayahku mengulang, setelah tadi aku menjelaskan semuanya. Termasuk bagaimana perasaanku pada Levi. Aku berusaha untuk tak merasa ketakutan lagi, aku sudah tak ada ide - aku hanya ingin jujur.

"Iya Yah. Aku sayang banget sama Levi."

Levi tampak menundukkan saja kepalanya. Aku melihat William dan Dara yang duduk di ruangan lain juga tampak tak bisa melihat ke arah kami. Mbak Lidya pun seperti jengah berada di kursinya. Dan ibu Levi mencoba tetap tenang memperhatikan situasi.

"Kalian sadar kalo kalian ini-"

"Itu sudah tak perlu dibahas." Ibu Levi menyela perkataan ayahku. "Mereka sangat sadar, sekarang urusannya adalah, apa kalian akan menerima keadaan Adniel atau tidak?!"

Tante Mona yang sebaya dengan orang tua ku, jadi bisa lebih blak-blakan untuk menyela mereka. Walau sebenarnya juga aku bingung, bukankah, dia juga sebenarnya menentang hubunganku dengan Levi? Tapi sekarang aku malah merasa Tante Mona sedang ikut memperjuangkan kami.

"Ok, saya paham." sahut ayahku. "Ini masih terlalu membuat shock, tapi..." ayahku tampak tak bisa mengungkapkan apa yang dia pikirkan. Pasti memang sangat sulit. Dan aku sebenarnya bersyukur karena ayahku tidak langsung memarahiku. Dia tampak tenang, meski aku tau mungkin aku sudah mengecewakannya.

"Kita sayang Adniel, kan Yah? Adniel tetap Adniel putera kita." ibu ku menyela. Setelah sejak tadi dia terdiam, ternyata dia sedang menyelami perasaannya sendiri - mungkin. She's really my only cool and great Mom.

"Iya Bu.... Cuma-"

"Dia sudah dewasa, sepertinya kita harus lebih bisa menerima itu, Yah. Kita harus menghormati pilihan dia."

"Benar. Saya juga berpikir begitu. Kalo kita tetap memaksakan kehendak dan egoisme kita, mungkin kita malah akan kehilangan mereka lagi. Kita hanya ingin anak kita bahagia, bukan?" sambung Tante Mona. Kedua orang tua ku dan ibu Levi, saling memandang. Mereka seperti saling menguatkan dari tatapan mereka.

"Aku gak akan ngecewain kalian. Aku bakal jadi orang sukses yang bisa kalian banggain, bakal jadi anak yang terus berbakti. Tapi buat kehidupan pribadiku kelak, aku sudah memutuskan untuk tetap bersama Levi." aku kembali bicara, entah mendapatkan kalimat sebagus itu dari mana.

Levi sampai melirikku dan tampak terpana. Pasti tak percaya melihatku yang bisa bicara. Aku malah mengedipkan sebelah mataku padanya. Dia tersenyum tipis, sebelum kemudian, melihat pada ibunya, lalu melihat pada orang tua ku.

IF I LOVE YOU TOO?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang