V. Chaos

40.1K 2.3K 117
                                    

Brak!

Bunyi pintu loker yang dihempaskan, membuat kami agak bernenti mengobrol, lalu nyaris bersamaan menoleh pada sumber suara. Barusan William yang menutup pintu lokernya seperti itu,sebelum kemudian menatap tajam pada Harlan.

“Yang bener aja?!” serunya, tampak kesal.

Aku dan teman-temanku saling melirik, lalu kembali melanjutkan apa yang sedang kami lakukan, berpura-pura seolah kami tak sedang menguping.

“Sorry, Will.” Kata Harlan, tetap tenang mengganti kaos basket dengan kemejanya, ia tampak tak terpengaruh dengan kekesalan William.

“Tapi Lan, gua harus bersaing sama homo? Itu konyol!”

Aku menghentikan sebentar tanganku yang sedang melepas sepatu basketku begitu mendengar sebuah kata yang disebut oleh William. Oke, itu pasti ada hubungannya dengan Levi, tapi masalah apa?

“Will, jangan kaya bocah, oke?” kata Harlan akhirnya memandang temannya itu.

“Pokoknya gua gak mau tau. Gua mending gausah jadi calon ketua senat kalo harus saingan sama dia.. tapi, dia juga gak boleh jadi ketua senat, never!” sahut William keras kepala. Dengan angkuhnya dia juga berkacak pinggang.

Well, sebenarnya dia kapten tim basket yang keren, dia juga orang yang cukup ramah karena dia mudah bergaul, tapi aku tak tahu kalau dia bisa berubah jadi orang yang nampak arogan ketika dihadapkan dengan urusan senat. Harlan mendecak pelan.

“Apa yang salah sama Leviandra? Karena dia gay? Come on Will, dia juga manusia, dan semua orang tau kalo selama ini dia udah sering bikin bangga kampus kita, apalagi? He’s better.”

William semakin mengernyitkan keningnya.

“Itu artinya, gua gak bakal menang dari dia?!”

“Itu gimana voting dari anak-anak.”

“Anjiss.” Gerutu William, semakin kalut.

“Gua gak mau Lan, gua serius!”

Harlan menggelengkan kepalanya, masih tetap tenang.

“Lu yang optimis dong. Tenang aja, anak-anak di kelas udah pasti dukung lu.” Katanya sambil menepuk pundak William dan berjalan melewatinya. William terus menatap temannya itu dengan tatapan keberatan.

“Nah, lu juga bisa minta dukungan dari anak-anak disini. Mereka pasti mau dukung kapten nya jadi ketua senat, iya kan?” tambah Harlan, jadi bicara pada kami. Kami melihat kearahnya sambil mengiyakan saja, tapi William masih tampak tetap pada pendiriannya. Dia kembali mengikuti Harlan dari keluar dari ruang ganti sambil terus mengkonfrontasinya. Aku dan teman-temanku saling melirik lagi.

“William jadi ketua senat pasti gak susah, dia punya banyak fans.” Komentar Feri yang membuka suara lebih dulu.

“Iya sih, tapi saingannya tadi dia bilang, si homo?”sambung Roby, yang seperti biasa selalu memakai panggilan yang tidak mengenakkan ketika menyebut nama Levi,meski dia memelankan suaranya.

“Leviandra? Gak heran gue..” sahut Feri lagi.

“Ciye Feri...” goda Roby tiba-tiba sambil mencolek Feri yang langsung ditepis oleh temanku itu.

“Ciye-ciye jidat lu!” gerutu Feri pula, tapi Roby terus asik menggodanya sampai mereka agak terlibat perkelahian kecil.

“Heh udah deh lu, disini ada hal yang lebih penting yang harus kita analisa.” Sela Erik, sambil duduk diantara Feri dan Roby untuk menghentikan dua anak itu berhenti saling menonjok.

“Apaa Rik?” aku yang bertanya lebih dulu.

“Kalian denger baik-baik, kenapa Harlan bersikeras banget pengen jadiin Levi calon kandidat ketua senat, dan kenapa gak langsung nunjuk William aja yang jelas-jelas temen deketnya..?” kata Erik, sambil berbisik-berbisik.

IF I LOVE YOU TOO?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang