Sebuah binder yang aku kenal, tiba-tiba tersimpan di atas meja, dihadapanku yang sedang asik menikmati semangkuk mie ayam. Aku dan Levi memang sedang berada di kantin, menunggu jam kuliah berikutnya. Dara yang tadi menyimpan binder miliknya itu, kemudian duduk di kursi yang tepat ada di hadapanku dan Levi.
"Hey Ra." Sapa Levi setelah minum jus jeruknya dan mengelap mulut dengan tissue.
"Hey Lev." Sahut Dara membalas senyuman Levi, lalu melihat ke arahku yang segera pura-pura kembali makan.
Aku bukan tak mau menyapanya, hanya.. ya agak malas.
"Tenang aja Niel, gue udah gak akan maksa-maksa lagi buat minta lo pacarin gue. Kemarenan pikiran gue emang lagi kacau. Gue kayak gitu karena takut kehilangan lo. Gue takut banget udah gak ada yang mau peduli sama gue. Tapi.. gue sadar, gue cuma bisa sebates jadi temen lo, karena lo udah punya Leviandra."
Aku berhenti makan dan jadi memandang bekas teman dekatku itu. Dia tampak serius dengan kata-katannya dan tak membuatku berpikir kalau dia mungkin merencanakan sesuatu lagi.
"Gue udah bosen minta maaf. Intinya, gue mau jadi temen kalian, boleh?" tambah Dara, masih sama datar dengan perkataan dia sebelumnya.
"Dari awal kuliah juga lo temen kita, Ra." Sahut Levi dan melirikku sambil tersenyum. Aku hanya membalas dengan agak mengernyitkan kening.
"Iya, tapi.. gue udah ngerasa jadi orang jahat kemaren-kemaren. Dan gue ngerasa gak pantes buat jadi temen kalian lagi."
"Kita kan udah janji mau lupain itu, Ra." Levi lagi menyahut, malah kali ini menambahi dengan senyuman malaikatnya.
Err, aku tak tau apa yang sudah terjadi diantara mereka ketika waktu itu Levi bilang sudah membahas semuanya dengan Dara. Yang aku bayangkan, kalau Levi pasti menunjukkan kebaikan hatinya lagi hingga meluluhkan Dara dan membuat cewek itu malu.. lalu mungkin jadi menyukai pacarku ini. Duh.
Well, yang penting Dara sudah sadar kalau aku tak mungkin mau membagi perasaanku, hatiku dan tubuhku dengan siapapun - karena aku sudah menjadi milik Levi. Menggelikan, tapi kenyataannya memang begitu.
"Levi bener, lo itu dari dulu juga temen kita." Aku akhirnya membuka suara, setelah selesai dengan makananku, dan sekarang meminum soft drink yang aku pesan.
Aku memang sudah saatnya untuk tidak menunjukkan ketidaksukaanku terus. Dara mungkin sudah cukup mendapatkan balasannya atas kekecewaan yang dia beri padaku waktu itu. Hanya saja, aku pikir agar hubunganku dengannya bisa kembali seperti dulu, masih belum semudah itu. Sudah terlanjur akan menjadi kaku.
"Gue, gak bisa jadi temen deket lo lagi.. Niel?" tanyanya tiba-tiba, dengan nada suara yang lebih terdengar suram.
Aku melihat padanya sekilas, lalu melihat pada Levi yang masih tersenyum.
"Gue gak yakin, Ra." Jawabku akhirnya, memilih untuk jujur. "Yah, tapi sekarang kan kita tetep temen.." aku jadi bingung sendiri dengan kalimatku.
Dara mengangguk, tampak bisa menerima alasanku yang sebenarnya agak berantakan. Mungkin karena dia memang tak mau terus-terusan mendesakku.
"Lo sama Adniel udah duluan temenan, jauh sebelum Adniel deket sama gue, Ra. Jadi, lo gak perlu canggung sama gue, atau ngerasa gue bakal gak suka.." Levi menyela.
"Iya, tapi lo juga harus tau diri. Kedekatan kita cuma bakal sebates temen, karena pacar gue cuma Levi." Sambungku pula, mencoba mengatakannya dengan halus, meski kata-kata ku agak tajam.
"Gue paham." Jawab Dara akhirnya agak pelan.
"Eh Ra, ada proposal yang belum gue beresin, lo mau bantu dikit gak?" tanya Levi yang sepertinya mendadak ingat pada tugasnya di senat.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF I LOVE YOU TOO?
Romance❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : @rieyo626 ❌Homophobic diharap menjauh