12. Liontin

93 37 0
                                    

(´-﹏-';)

Bel pulang telah berbunyi, para siswa siswi berhamburan keluar kelas. Begitu bersemangat sampai agak berdesak desakan.

Namun, berbeda dengan Laily, ia malah membalikkan badan, jadi menghadap ke arah jendela, menopang dagu sebelah tak ingin melewatkan pemandangan langit yang begitu cantik. Sedangkan tangan sebelahnya memegang kalung yang melingkari lehernya.

Semburat senyum terukir, mengingat pelukan hangat Zaleya semalam.kilat matanya berbinar. Tak disangka, akhirnya ia benar-benar menemukan sosok Zaleya yang dulu.

"Bagus juga kalung, lu!" seru seseorang membuat sang empu terperanjat, secepat mungkin menyembunyikan kalung itu, langsung melirik ke sumber suara.

"Mau apa?" tanya Laily menguasai ekspresi.

Erika menyeringai agak menyondong, hendak memegang kalung Laily. Si gadis berponi dengan cepat menepis kasar. "Jangan sentuh kalung gue pake tangan lu!" tegur Laily, berintonasi menusuk.

Erika membuang muka, mengembalikan posisi awal. "Cih, apa apaan, si?"

Laily mendecih. "Lu yang apa apaan," sinisnya.

"Pegangin dia!" Erika berkomando kemudian mundur perlahan, memberi ruang.

Diana dan Karin datang, memegangi kedua tangan Laily di kedua sisi. Sang empu meronta berusaha melepaskan. "Woy limbah, stop pegang pegang tangan gue kayak gini!" Ia memperotes.

"Soalnya lu gak bakal diem kalo dilembutin!" sarkas Erika. Tanpa banyak basa-basi, dia menjambret kalung liontin milik Laily.

Sontak sang pemilik semakin beringas, tak urung ingin mencakar habis wanita sialan di hadapannya. "Cuih, bitchis!" umpat Laily.

Erika memandangi liontin berbentuk Love itu. "Gue harus hancurin dengan cara gimana, ya!?"

Laily terbelalak, bergerak beringas. "Gila lu!" pekiknya.

"Iya, gue gila! Kenapa?" Erika tertawa sumbang. "Gue tergila-gila buat hancurin hidup lu! Gimana dong?" Ia melipat kedua tangannya di dada.

Mata Laily menyipit. "Lu dapet nilai rendah?"

Erika langsung merasa tertohok, meneguk ludah dengan susah payah, menyembunyikan raut wajahnya yang gugup.

Mengingat bahwa tadi hasil ujian mereka dibagikan. Laily beralibi ke sana. Gadis berponi rata itu tau Erika akan jauh lebih habis oleh ayahnya bila mengetahui nilai Erika benar benar turun.

Erika menyeringai. "Sebelum gue hancur, lu harus HANCUR duluan!" tekannya.

Diana maupun Karin tidak ikut campur diantara keduanya. Gravitasi terasa memberat.

"Ikut gue!"

⁄(⁄ ⁄•⁄-⁄•⁄ ⁄)⁄

Erika jadi mengulas tatapan tak suka, setelahnya ia mendengus. "Gue punya tugas! Lu harus bersihin kolam renang sekolah buat ngegantiin hukuman kita bertiga!" kata Erika datar.

Laily mendesis, melengos kasar. "Kalian yang dihukum, kenapa gue yang kena?" sindirnya.

Si gadis berambut pirang tersenyum miring. "Berarti lu harus kehilangan benda paling berharga ini!" Erika menunjukkan liontin Laily.

Laily terpojok, bahunya melemas, menatap datar. Suasana menajam, dingin bagai menusuk kulit.

'Apa cuma ini yang lu mampu?' Ia mengumpat tertahan.

Berikutnya Laily menghela napas. "Ternyata lu gak lebih dari seorang pencuri yang punya hobi mengambil sesuatu hal paling berharga dalam hidup orang. Cuma bedanya, lu dari keluarga serba ada yang ngambil kebahagiaan orang miskin kayak gue!"

Plak!

Tamparan nyaring, membuat wajah Laily sampai tertoleh ke samping. Erika menyeringai dibalas tatapan getir Laily. "Kapan lu bisa takut sama gue, Ly? Apa harus gue sebarin kalo lu udah ngebunuh bapak lu sendiri?" Intonasi suara mengancam.

Laily menggeleng cepat. "Gue tau itu adalah kesalahan terbesar dalam hidup gue, tapi kejadiannya juga sebuah kecelakaan yang gak pernah gue harapin!" Dadanya naik turun, tersulut emosi.

Gadis berponi itu menarik napas agar lebih tenang. "Dan gue gak akan ngerasa takut sama lu! Karena lu sama-sama pengecut kayak gue," lanjutnya menembak telak.

Tangan Erika refleks mencengkeram erat kedua pipi Laily dengan satu tangan. "Ternyata gue udah terlalu baik, sampe lu bisa ngelunjak kayak gini. Mungkin sekarang gue harus mulai lebih keras sama hewan liar kayak lu. Supaya lu bisa berhenti ngelawan bahkan tanpa mampu berkutik." Ia melepas kasar, sampai sang empu meringis.

Erika memandang nyalang. "Lu gak tau apa yang lagi lu hadapin, Ly."

Laily menatap datar saja, berusaha terlihat tak terganggu.

"Lu tadi bilang gak mau bersihin kolam, kan? Yaudah gak apa-apa, tapi jangan harap lu bisa dapetin liontin lu kembali!" ucap Erika langsung membuang liontinnya ke kolam paling dalam.

"Liontin Papah!" pekik Laily, mulai meronta berusaha melepaskan diri.

Laily jadi mendelik geram pada Erika. "Hh, cuma ini yang lu mampu, kan? KENAPA? Karena lu gak punya barang berharga yang berisi tentang kenangan!?" sarkasnya.

Erika menjambak rambut coklat Laily sampai tubuhnya tertarik sedikit ke bawah membuat Diana dan Karin melepaskan tangannya, bergerak mundur, memberi jarak.

"Lu gak seharusnya bilang kayak gitu, Ly!" bentak Erika dengan hati sesak tak nyaman.

Erika menarik rambut Laily lebih kuat, sampai sang empu merintih, merasakan denyutan di kepalanya. "Jangan lupa ... kalo-- gue tem...."

Byurrrrr!

Erika tiba-tiba mendorong tubuh kecil Laily masuk ke dalam kolam. Gadis berambut pirang itu melipat kedua tangan di dada. "Selamat sekarat, upik!" gumamnya menyeringai.

Diana dan Karin melotot dengan kejadian barusan. "Dia gak bisa berenang, apalagi itu dalemnya lima meter," ucap Karin spontan.

"Gimana kalo dia mati?" Diana mulai panik.

Erika merotasikan mata. "Penyiksaan terbesarnya yaitu tenggelam bersama kenangan hitam di masalalu. Itu yang gue mau," ucap Erika menyorot tajam, kemudian berlalu pergi, langsung di susul kedua babunya.

Sementara Laily tengah berjuang mengambil napas di permukaan walau terasa begitu sulit. "T-tolong!"

Beberapa kali air masuk ke dalam mulutnya. Seberusaha ia mencoba, Laily semakin kalap seolah tertarik ke bawah pasrah.

Tangannya mencari seseorang untuk diraih, bagai ingin berkata, "Bawa gue keluar ...."

"Gue takut kalo harus sendirian lagi."

Ia tak menuntut lagi, membiarkan tubuhnya menghilir lebih dalam. Pandangannya meremang, setelah merasakan sesak luar biasa.

Pikiran menelisik kembali, pada senyuman hangat Zaleya. Hangat yang baru dia rasakan dan ingin dapatkan lebih lama lagi.

Dia tak mungkin berakhir seperti ini.

"Arka, kali ini gue bener bener butuh lu!" batinnya dengan pandangan mulai memburam.

Sayup-sayup Laily melihat bayangan hitam mendekat, gadis itu tersenyum kecil. Sampai pada akhirnya semua pandangan kabur, menyisakan kekelaman.

\(°o°)/

Tinggalkan jejak yawww >\\<

SAVIORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang