[Jangan lupa kasih vote & comment ya]
Happy reading!
-
Cara berjalan menuruni anak tangga rumahnya. Matanya mencari-cari keberadaan bi Sumi. Cara ingin menanyakan persediaan mie instan di rumahnya. Karena mamanya dan bi Sumi lah yang tau stok bahan masakan di rumahnya ini.
Saat Cara sampai di bawah, matanya melihat mamanya membawakan nampan ke ruang kerja ayahnya. "Tanya mama aja lah," katanya berjalan menyusul.
Cara mengangkat alisnya saat samar-samar dia mendengar namanya di sebut. Nggak langsung masuk, Cara lebih memilih menunggu di luar ruang kerja ayahnya. Bukan maksud menguping, hanya saja Cara sedikit penasaran kenapa namanya sampai dibawa-bawa.
"Bagus kalau gitu! Gimana sama apartemen nya, kamu suka? Apa itu nggak terlalu kecil?"
Apartemen? Apa ayahnya akan membeli apartemen yang baru? Baru aja Cara berniat masuk, suara ayahnya selanjutnya membuat Cara menghentikan langkahnya.
"Baguslah! Cara juga terkadang tinggal di apartemen yang sama dengan kamu. Unit-nya ada di dua lantai di atas kamu."
Cara masih berdiam diri di depan pintu. Pikiran nya mulai berkelana dengan siapa ayahnya berbicara. Apa mungkin orang di balik telpon itu adalah gadis itu? Nggak, Cara belum mau menerka. Apalagi kalau sampai pemikiran nya itu benar.
"Belum! Irish belum bilang apapun ke Cara. Sebulan terakhir Cara selalu di rumah."
Cara melihat ayahnya menoleh ke arah mamanya, dapat di lihat bahwa ayahnya meminta mamanya untuk mendekat.
"Uang bulanan mu sudah di transfer, gunakan untuk keperluan mu, Sava. Kalau kurang kamu bisa hubungi saya."
Cara melebarkan matanya, tangan nya mengepal di kedua sisi. "Fuck," umpat Cara, jadi selama ini dia memang di bohongi?
"Irish baik! Dia juga kirim salam dengan mu. Ingin berbicara dengan nya?"
Udah cukup, emosi Cara tengah naik ke permukaan sekarang. Apalagi melihat mamanya tersenyum dan bersiap menyambut ponsel yang di berikan ayahnya. Tangan Cara yang mengepal di layangkan nya ke guci yang berada di atas meja samping pintu. Itu salah satu guci kesayangan mamanya, yang di beli tahun lalu di Cina dan sekarang guci itu bahkan tidak bisa di bilang guci lagi. Biarlah, urusan guci akan dia pikirkan nanti.
Cara masuk dengan santai ke ruang kerja ayahnya. Mendengar ada suara pecahan kaca, Albean dan Irish serentak menoleh ke pintu. Melihat Cara berdiri di sana, spontan Albean mematikan sambungan telpon. Apa anak gadisnya ini mendengar semuanya?
Melihat keterdiaman orang tuanya, Cara tersenyum. Matanya melirik ke arah mamanya. "Ma, sorry! guci Mama pecah," lapor Cara.
Irish mencoba tersenyum, mungkin anaknya ini tidak mendengar apapun. "Nggak apa-apa, Cara, nanti biar mang Ujang yang bersihkan serpihan nya."
"Tapi ini guci kesayangan Mama yang Cara hancurkan. Mama, nggak marah?"
"Nggak apa kok sayang, itu cuma guci."
Tatapan Cara sedikit lebih tajam. "Mama nggak marah sedikit pun saat sesuatu yang mama sayang hancur, pantesan Mama biasa aja saat bikin perasaan Cara hancur atau Cara bukan kesayangan Mama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CARABELLA
Teen Fiction[Follow sebelum membaca ya] ⚠️[R17+] Carabella Ceysa Allegra, merasa hidupnya baik baik saja selama ini. Terlahir sebagai putri satu satunya keluarga Allegra dan hidup serba berkecukupan membuat Cara selalu mudah mendapatkan apapun yang dia inginkan...