Beberapa saat Ariane mematut diri lagi di depan cermin. Blus putih dengan bunga-bunga biru dan merah muda tersulam di kerah yang dipadu dengan rok jeans panjangnya membuat perempuan itu tampak anggun. Wajah segar dengan potongan rambut baru semakin membuat penampilannya menawan.
Ketika turun di salah satu anak tangga Ariane berhenti sejenak. Geo sudah menunggu. Ariane tersenyum ketika dilihatnya laki-laki itu sedang berbincang asyik dengan Kania. Wajah keduanya tampak bahagia. Dari beberapa kali obrolan ketika Geo berkunjung Ariane bisa menangkap bahwa sebenarnya apa yang dilakukan laki-laki itu hanya karena dia tidak ingin membuat orang tuanya kecewa. Selain itu, Geo datang karena hubungan persahabatan orang tuanya dan orang tua Ariane yang baik, dan dia tidak ingin merusaknya.
Ariane yang melihat situasi itu benar-benar memanfaatkannya untuk menghindari perjodohan mereka. Setelah keputusannya untuk melepaskan ikatan hatinya dengan Krisna, seperti yang pernah disampaikannya kepada Jay, dia perlu waktu untuk menata hati. Ariane bersyukur Geo juga memahami keadaannya. Dan Ariane lebih bersyukur lagi ketika laki-laki itu tampak tertarik kepada Kania, sahabatnya, yang tak sengaja bertemu di rumahnya. Ariane sangat gembira karena gayung bersambut.
Kembali Ariane teringat beberapa waktu lalu ketika dia berusaha meyakinkan kepada Papa dan Mamanya tentang keadaan dirinya.
"Geo baik, Pa. Kami juga berhubungan dengan baik. Tapi untuk melangkah lebih jauh, apalagi untuk membangun keluarga..." Ariane berhenti sejenak. Dipegangnya tangan Papa denga tatapan memohon. "Anne memerlukan waktu untuk menata hidup lagi."
Papa menghela napas. Setelah beberapa kali peristiwa yang dialami putri tunggalnya, laki-laki dengan wajah yang sudah mulai banyak guratan itu, semakin menyadari bahwa sikap yang terlalu mengkhawatirkan Ariane ternyata salah. Yang telah dilakukakannya selama ini, sejak Ariane kecil hingga dewasa, adalah memaksakan kehendaknya sendiri tanpa mempedulikan perasaan Ariane.
"Kau tahu, Anne, Papa seringkali memaksakan apa yang menurut Papa benar karena Papa sangat menyangimu. Kau adalah harapan kami satu-satunya. Kami tidak rela jika kau "
Ariane memeluk Papa.
"Papa sudah mengatakan hal itu berulang-ulang. Anne belum pernah sekalipun meragukannya," jawab Ariane pelan.
Mama yang saat itu berada di dapur hanya mendengarkan saja pembicaraan keduanya. Mama tidak sampai hati melihat wajah Ariane ketika mulai membicarakan tentang pernikahan. Mama tahu meskipun berpisah dari Krisna adalah pilihan Ariane sendiri, tapi pasti hal itu menyisakan luka yang masih dalam di hatinya. Dan menjodohkan Geo dengan Ariane bukanlah pilihan yang tepat.
"Pa, biarkan Anne menenangkan diri dulu. Anne yakin ada rencana Tuhan yang lebih baik untuk Anne." Begitu pembicaraan keduanya berakhir.
Setelah itu Papa tidak pernah membicarakan lagi tentang hubungannya dengan Geo. Ketika laki-laki itu datang Papa dan Mama meyambutnya dengan baik seolah tidak pernah ada sesuatu yang terjadi. Seperti hari ini ketika Geo datang bersama Kania Papa yang pertama kali menyambutnya. Bahkan beberapa saat tadi Ariane sempat mendengar mereka bertiga berbincang.
"Hei, kenapa berdiri di situ saja tidak segera turun?" tegur Mama mengagetkannya.
Ariane tersenyum.
"Mama lihat wajah Geo begitu gembira? Lebih gembira dari ketika awal-awal datang menemui Anne." Ariane menjawab sambil menunjuk ke arah laki-laki itu, kemudian bergerak turun untuk menemui Geo dan Kania.
Mama tersenyum mendengar gurauan Ariane. Mama bahagia mendengar nada suara Ariane belakangan ini tanpa beban. Semoga hal-hal baik akan segera menggantikan apa yang telah hilang dari dirimu, Nak batin Mama.
"Kalian pasti mengirim undangan untukku!" seru Ariane dengan nada riang yang membuat Kania tersipu sekaligus gembira mendengar suara ceria sahabatnya itu. Pertemuan mereka yang sangat singkat itu ternyata disikapi sangat serius oleh Geo. Hanya dua bulan perkenalan mereka ketika Geo membawa Kania kepada orang tuanya. Dan minggu depan mereka akan bertunangan.
"Jangan khawatir aku akan segera menyusul," tambah Ariane masih dengan nada riang yang sama sekali tidak dibuat-buat. Beban hatinya sudah ringan sekarang. Persoalan yang menerpanya hampir satu tahun ini perlahan terurai satu per satu. Perpisahannya dengan Krisna tidak lagi menjadi masalah yang menghantuinya setiap pagi ketika bangun tidur atau setiap malam ketika hendak tidur.
"Berjanjilah kau akan segera menyusulku." Kania mengatakan kalimatnya dengan sungguh-sungguh sambil mengangsurkan undangan dusty pink itu. Ariane mengangguk sambil memeluknya.
"Jaga sahabatku, ya," kata Ariane kemudian sambil mengarahkan pandangan pada Geo.
Geo mengedipkan mata tersenyum sambil mengangguk.
Ketika mereka berpamitan untuk meneruskan membagi undangan ke teman-teman lain, Geo masih sempat menghampiri Ariane dan meminta maaf tentang perjodohan mereka yang tidak pernah terjadi.
"Kita tidak akan bisa memaksa untuk saling mencintai," ujar Ariane menenangkan perasaan Geo. "Kita masih berteman baik meskipun kita tidak menikah."
Geo tersenyum, lega rasanya mendengar kata-kata Ariane. Ariane meninju lengan Geo penuh rasa persahabatan.
"Kunjugilah Papa dan Mama kalau kau waktu. Mereka akan sengan sekali." Ariane melanjutkan sambil menutup pintu mobil untuk Kania.
Tak lama setelah kendaraan roda dua berwarna merah itu menghilang, tiba-tiba dia teringat yang disampaikan oleh Kania tadi bahwa Ayu sudah melahirkan. Ariane merasa bersalah. Dia terlalu sibuk dengan diri sendiri hingga lupa bahwa banyak hal yang sudah berubah di sekitarnya. Kania menceritakan padanya bahwa Ayu melahirkan bayi laki-laki yang sekarang sudah berumur dua bulan. Pram juga sudah berencana melamar teman lamanya yang mempunyai restoran Korea di mana mereka pernah makan dulu. Shanty juga sedang mempersiapkan pernikahannya.
Ariane bergegas memasuki rumah dengan tergesa. Dia sudah merencanakan akan mengunjungi Ayu hari Minggu besok. Dia juga akan menelepon Pram dan Shanty untuk memberikan selmat kepada mereka berdua. Ya, Tuhan ternyata banyak sekali hal-hal baik dan membahagiakan yang harus dirayakan, katanya dalam hati.
Dan hari ini Jaspina akan datang menjemputnya. Berdua mereka akan mengunjugi Fania yang kemarin baru melahirkan. Tak sabar rasanya mereka bisa mengobrol bertiga. Dan pasti sangat membahagiakan lagi hadir di antara mereka bayi mungil Fania.
"Mama gembira sekali." Tiba-tiba Mama sudah berdiri di sampingnya. "Kau akhirnya bisa menjalani hidup seperti yng kauinginkan."
Ariane yang tengah memperbaiki lipatan kertas bergambar hati yang membungkus kado untuk bayi Fania segera menghentikan kegiatannya. Ariane menoleh ke arah Mama.
"Tidak ada alasan untuk tidak bahagia, Ma." Ariane memeluk Mama. "Semua teman-teman Anne bergembira. Mereka benar-benar menularkan rasa bahagia itu kepada Anne."
Tiba-tiba Papa memasuki ruangan tanpa suara hingga mengagetkan Mama dan Ariane.. Di tangannya ada secarik kertas berwarna yang diacungkannya ke pada mereka berdua.
"Papa sudah melihat brosur-brosur ini. Kapan kita akan melihat-lihat ke lokasi?" Wajah Papa serius membuat Ariane dan Mama terkejut. Papa benar-benar memberikan kejutan untuk keduanya, terutama Ariane.
"Benar, Pa?" gentian kini Papa yang dipeluknya erat-erat dengan mata berlinang-linang penuh rasa bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Kaki Langit Senja
Random"Apakah kita tidak punya kesempatan lagi untuk bersama?" Terngiang kembali ucapan Krisna dengan nada yang hampir tak bisa ditangkap telinga. Mata mereka berdua nanar, saling menatap. Terlintas lembaran-lembaran hari yang pernah mereka tulis bersama...