Bab 26

1 0 0
                                    


"Akhirnya aku tahu kenapa kau mau berpisah dari aku." Suara Krisna membuka percakapan mereka. "Aku baru sadar kau berubah sejak pergi ke pernikahan Fania Kau bertemu Jay di sana. Kau sudah merencanakan banyak hal yang aku tidak pernah tahu. Kau menyembunyikan banyak hal dari aku. Kau bahkan rela keluar dari perusahaan hanya untuk bekerja di tempat laki-laki itu. "

Ariane menggeleng tanpa suara. Pening yang dirasakan sejak kemarin semakin pekat dalam kepala. Krisna dan dirinyaa sedang berada di area paralayang yang letaknya sedikit jauh di luar kota. Satu-satunya alasan Ariane menurut saja ketika Krisna membawanya ke tempat yang sering mereka kunjungi dulu itu adalah Ariane tidak ingin mempertontonkan pertengkaran mereka di depan beberapa teman pengajar lain dan juga karyawan di tempat kerjanya. Perempuan itu tidak ingin kasak-kusuk yang mungkin akan sampai di telinga Jay.

Mereka berdua duduk di hamparan rumput.di atas dataran tinggi yang melandai. Di kejauhan tamppak titik-titik kecil deretan villa dan rumah penduduk. Sore yang hangat menghamburkan sinar matahari yang bercampur dengan kabut yang mulai turun. Udara yang sedikit dingin memudar di antara semilir angina yang menggerakkan bung-bunga rumput di sekeliling mereka.

Krisna duduk di samping Ariane. Ketika dia membuka percakapan tadi matanya jauh menatap ke arah langit yang membiru digurati merah yang menandai senja. Sepnajang perjalanan ke tempat ini keduanya sama sekali tidak berbicara. Bibir Ariane terkunci tidak tahu apa yang harus diucapkan. Dadanya masih berdebar-debar karena tidak menyangka bahwa Krisna akan mengejutkannya dengan kunjungan tidak terduga ke tempat kerjanya.

Dengan sudut matanya Ariane melirik laki-laki yang dulu menjadi harapan hidupnya itu. Krisna tampak sedikit kurus. Wajah tirusnya tampak menonjolkan tulang-tulang rahangnya yang kokoh. Kulitnya menjadi sedikit agak gelap meskipun sama sekali tidak mengurangi wajah bagus yang dimilikinya.Ketika mereka tadi bertemu pertama kali sejak perpisahan itu ada yang sempat terasa jatuh dari hati Ariane. Perasaan sama yang dirasakannya ketika pertama kali Krisna duduk di sampingnya bertahun-tahun yang lalu.

"Jujurlah padaku, kau sudah merencanakan semua ini dari awal." Suara Krisna kembali memecah keheningan.

Ariane menoleh ke arahnya.

"Tidakkah kau bisa berhenti menuduhku dengan pikiran-pikiran negatifmu?" Ariane mencoba menguatkan hatinya dengan menjawab yang dituduhkan Krisna padanya. Nada yang doltarkannya terdengar tajam hingga membuat kepala Krisna cepat menoleh ke arahnya.

Dalam manik hitam mata Krisna, Ariane menangkap kejutan. Tampak sekali bahwa Krisna terkesiap dengan kata-katanya. Dia tidak menyangka bahwa Ariane tanpa ragu-ragu dapat mengelak apa yang dikatakannya.

"Apakah tujuanmu menemuiku hanya untuk mendapatkan konfirmasi tentang hal itu?" Lanjut Ariane masih dengan nada yang sama bahkan mungkin lebih tinggi dari sebelumnya.

Krisna menarik pergelangan tangan Ariane.

"Karena aku tidak rela kau bersama dengan teman lamamu itu," jawab Krisna sambil menatap mata Ariane lekat-lekat.

Ariane mengibaskan tangan Krisna mencoba melepaskan jemarinya yang kuat melingkar. Tapi Krisna masih kuat mencengkeram pergelangan tangannya.

"Apa yang membuatmu tidak rela? Kau yang pertama kali menginginkan perpisahan kita. Kau yang memulainya." jawabAriane tanpa keraguan sama sekali "Dan, tolong jangan membawa Jay dalm urusan kita. Jay sama sekali tidak tahu apa-apa. Aku bekerja di tempatnya karena keinginanku sendiri dan sama sekali tidak terkait dengan apa yang sudah kuputuskan tentang pengunduran diri dari dari perusahaan. Atau bahkan keputusan yang sudah kuambil atas hubungan kita.".

Krisna menatapnya tak percaya. Ariane yang dia tinggalkan hanya beberapa bulan ternyata telah berubah. Tidak lagi ditemukannya Ariane yang terbata-bata ketika berusaha menjawab pertanyaannya atau yang lebih banyak diam membisu menghindari pertengkaran. Ariane yang sedang dihadapinya kini adalah Ariane yang berani terang-terangan membalas tatapannya. Ariane yang sekarang adalah Ariane yang mampu mengungkapkan semua perasaan yang tersembunyi di sela-sela hati tanpa keraguan.

"Bertahun-tahun aku mencoba memahamimu. Coba katakan, sepanjang ingatanmu, pernahkah aku tidak bersamamu? Setiap detik waktuku, apapun yang aku kerjakan dan dimanapun aku berada, kau selalu tahu. Tapi semakin hari, kau tampak semakin tidak mempercayai aku." lanjut Ariane. Kali ini nada suaranya berubah rendah seolah-olah sedang menggambarkan betapa ketidakpercayaan Krisna di tahun-tahun terakhir ini begitu membuatnya terluka.

Terbayang amarah Krisna yang tiba-tiba meledak ketika tahu dia pergi tanpa ijinnya atau ketika Krisna berusaha menghindar semua pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh teman-teman lama mereka.

"Kau tahu aku sedang dalam masa yang sulit." Krisna mencoba membela diri.

"Masa sulit apa? Membangun hidupmu? Apakah aku tidak berada di sampingmu? Aku memberikan dukungan sepenuhnya untukmu. Aku menunggumu berjuang hingga kau meraih kembali yang dimiliki oleh keluargamu. Aku bahkan tidak berani untuk memintamu segera menikahiku. Tapi apa yang kaulakukan padaku?" Suara Ariane bergetar menahan tangisnya. Berkelebat bayangan kedua orang tuanya yang kecewa dengan perpisahan mereka.

Krisna diam seribu bahasa. Pandangannya lurus tanpa kedip menatap langit yang mulai meredup biru cerahnya.

"Aku tidak bisa melihatmu dengan orang lain karena aku tidak akan sanggup kehilangan dirimu. Apalagi dengan posisimu yang sudah mapan di perusahaan, gajimu yang jauh melebihi apa yang kudapat...kau tahu, semua itu mencemaskan aku...," cetusnya tiba-tiba.

Ariane menghempaskan napas. Dirubahnya posisi duduknya. Berbalik ke kanan, Ariane menghadap tepat di depan Krisna sekarang. Dengan penuh amarah diguncang-guncangkannya bahu laki-laki itu. Hatinya penuh.

"Kata-kata apa itu?!" teriaknya dengan nada penuh kecewa. "Kupikir kita akan selalu bersama. Kupikir kau akan membawaku hingga pada titik tertinggi setelah kita melewati titik paling rendah berdua. Tapi nyatanya?"

Ariane menutup wajahnya. Air matanya tidak bisa dibendung lagi.

"Ternyata kau menganggap aku tidak pernah ada. Kau melarang aku melakukan banyak hal hanya karena kau tidak ingin melukai dirimu sendiri. Kau tidak pernah percaya padaku."

"Bukan itu maksudku." Sekali lagi Krisna mencoba membela diri. Ingin sekali dipeluknya Ariane agar tangis perempuan itu reda. Tapi Ariane dilihatnya berdiri mencoba menghindarinya. "Anne, dengarkan aku."

Ariane berlari masuk ke dalam mobil. Krisna mengejarnya masuk dan membanting pintu keras-keras.

"Aku sangat mencintaimu." Ariane berbisik pada dirinya sendiri tepat ketika Krisna mengatakan kalimat yang sama padanya. Krisna menyentuh jemarinya. Ariane memejamkan mata membiarkan air mata tetap meleleh di sana beberapa saat sebelum dibukanya kembali dan menggelengkan kepala.

"Kau tidak lagi mencintai aku," ucapnya sambil menatap Krisna. Dirasakannya kembali perasaan yang mengungkungnya tanpa ujung ketika teringat bagaimana Krisna telah memperlakukannya. "Yang mana kausebut cinta jika kau tidak pernah percaya? Aku lelah dengan semua ketidakercayaanmu padaku. Aku tidak berdaya dengan perasaan yang kaubangun sendiri."

Krisna menghela napas. Hatinya kacau. Semua yang berusaha dijelaskannya kepada Ariane hanya berujung pada hubungan mereka yang semakin tidak bisa diselamatkan.

"Dan keputusanmu untuk mengajak aku berpisah...sudah tepat." Lirih sekali Ariane mengucapkan kalimat terakhir. Krisna mengangkat wajah. Ketika mata mereka saling menatap, ada luka yang sama di sana.

Di Kaki Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang