Bab 14

1 0 0
                                    


Hampir dua jam sudah Ariane berada di dalam ruangan Bu Nila, ketika akhirnya dengan perasaan lega dia tinggalkannya ruangan dingin yang harum itu. Hari ini kali ketiga sejak keinginannya untuk resign dari perusahaan diajukan hampir dua minggu yang lalu, tetapi Ibu Pimpinan itu tampaknya masih belum dapat melepaskan Ariane. Setelah berkali-kali Ariane memastikan bahwa keputusan itu sudah lama sekali direncanakan dengan penuh kesadaraanya sendiri tanpa ada paksaan pihak lain, akhirnya Bu Nila menyetujui pengajuan penguduran dirinya dengan berat hati.

Menurut Ariane sendiri, alasannya sudah tepat. Dia akan memulai usaha sendiri karena orang tuanya yang sudah mulai banyak memerlukan waktu bersama dirinya. Pekerjaan kantor yang sering menyita waktunya membuat Ariane tidak dapat maksimal merawat mereka. Dan itu tidak dibuat-buat. Beberapa kali Papa sakit, meskipun ringan, harus ditemani sendiri oleh Mama, meskipun ada Pak Rahmat sopir mereka yang mengantar ke dokter. Jika jam kantornya tidak mengikat, pastilah dia juga yang akan ikut mengantarnya. Dan dengan mengajar di sekolah yang sedang dirintis Jay, pasti akan lebih banyak memberikan waktu yang luang untuk bersama mereka.

Ya, sejak Jay berkunjung dan menceritakan tentang usaha yang sedang dirintisnya, Ariane sudah bertekad mengajukan diri kepada Jay untuk menjadi salah satu pengajar. Meskipun Ariane belum tahu akan seperti apa yang akan dihadapinya tetapi hatinya sudah sangat yakin untuk melepaskan pekerjaannya di perusahaan. Mama dan Papa belum tahu keputusan yang diambilnya itu. Seperti persoalan yang sedang dihadapinya bersama Krisna, Ariane mencari waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya.

"Baiklah Ariane," ujar Bu Nila. Wanita itu akhirnya tidak bisa lagi menahan Ariane untuk tinggal. Hatinya menyayangkan karena beberapa bulan ke depan Ariane akan mendapatkan promosi jabatan. Tapi keputusan yang diambil membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa. "Semoga pilihanmu adalah yang terbaik untuk hidupmu."

"Terima kasih, Bu. Di sini saya belajar sangat banyak, dari hal-hal yang tidak pernah saya ketahui sama sekali, hingg saya bisa melakukannya dengan baik. Terima kasih Ibu selalu mendukung dan membantu saya."

Kemudian Ariane undur diri. Ariane meninggalkan ruangan Bu Nila dengan hati dan langkah ringan. Masih ada beberapa hal yang harus diselesaikannya, tetapi paling tidak rutinitas yang selalu memberati lagkahnya setiap pagi tidak dilakukannya lagi.

"Jadi, Bu Nila menyetujuinya?" Kania yang paling antusias dengan pengunduran diri Ariane melontarkan kalimat itu begitu terdengar langkah-langkah sepatu Ariane terdengar memasuki ruangan. Ariane mengangguk tersenyum. Dan Kania melihat senyum paling bahagia yang pernah terlukis di wajah sahabatnya itu.

"Pasti Bu Nila mengira kau akan menikah dan Krisna tidak mengijinkan kau bekerja," komentar Pram. Wajahnya tampak tidak senang dengan kata-katanya sendiri. Dia berpikir betapa tidak menyenangkan kehilangan salah satu anggota tim solid mereka. Berlima mereka sudah seperti saudara dan pasti akan terasa janggal jika salah satu keluar.

Ariane hanya mengangkat bahu sambil mengalihkan mata ke arah Kania karena hanya dia yang tahu tentang masalahnya dengan laki-laki itu.

"Sudah kau selesaikan dulu kerjamu. Ariane masih di sini. Masih banyak hal yang harus diselesaikan. Tenang saja." Kania menoca menengahi. Dia tahu hati Ariane yang pasti mendadak tak nyaman. Kania paham sekali bahwa Ariane sedang tidak mau membicarakan tentang Krisna. Kania tahu untuk sementara hidup sahabanya itu tentram tanpa urusan terkait dengan Krisna.

Tak bisa dipungkiri, sejak Ariane menerima kesepakatan yang diajukan Krisna agar mereka saling menjaga jarak, hari-hari Ariane menjadi lebih baik. Hanya hal-hal kecil yang kadag masih harus dia sesuaikan, misalnya kebiasaan Krisna mengirim pesan ketika jam makan siang untuk sekedar mengingatkannya. Dan mendadak dia sudah menjemputnya. Krisna tahu, Ariane sering kali terlambat beristirahat hanya untuk menyelesaikan pekerjaan. Atau ketika hendak pulang dia mengirimkan pesan bahwa dia sudah menunggu di depan. Bukan hal yang penting. Lagi pula, tanpa pesan itu, hati Ariane tidak lagi punya beban.. Dia bisa makan siang di mana saja atau pergi ke mana saja dengan teman-temannya setelah pulang kantor tanpa rasa was-was.

"Pasti Krisna sedang mempersiapkan wedding, ya. Akhir-akhir ini tidak pernah kelihatan batang hidungnya," celetuk Shanty asal-asalan. Kalimatnya yang menggunakan kata kiasan benar-benar membuat Kania memelototkan mata. Meskipun Krisna seringkali juga membuatnya kesal tapi dia masih selalu berusaha menjaga perasaan Ariane. Bagaiamanapun Ariane adalah sahabat mereka.

Seperti yang dilakukannya pada Pram tadi, Kania juga berusaha untuk menghentikan pembicaraan tentang Krisna. Tetapi gagal karena Shanty pura-pura tidak mendengarkan, bahkan Ariane yang seharusnya kesal dengan ulah teman-temannya malah ikut-ikutan tidak mendengar kata-kata Kania.

"Ah, sudahlah. Biarkan Krisna sibuk mencari-cari outfitnya untuk pernikahan. Boleh kan aku sibuk dengan kalian? Hei, berapa lama ya, kita tidak makan siang bersama?" kata Ariane. Wajahnya berseri-seri dan nada suaranya terdengar sangat riang. Setelah membenahi barang-barang yang berserakan di mejanya diambilnya dompet dan melangkah ke luar ruangan.

Ayu yang sejak tadi hanya mendengarkan celoteh teman-temannya akhirnya berbicara. "Wah, Mbak Anne beda sekali setelah dapat approval pengunduran diri. Padahal aku sedih, Mbak."

"Ah, kau ternyata juga memperhatikan dia?" belalak Shanty. "Aku tidak percaya dia bahagia meninggalkan kita. Pasti Krisna sedang merancang pesta besar-besaran, itulah kenapa Anne sangat gembira. Atau... "

"Benar kau mengajak makan siang? Kalau tiba-tiba Krisna datang? Ayolah, kau pasti sedang bercanda!" Pram menimpali sebelum Shanty menyelesaikan kalimatnya.

Ariane tertawa. Hatinya ringan seringan langkahnya. Ya, Tuhan belum pernnah aku sebahagia ini dalam hidupku, batinnya. Ada banyak hal yang membuatku bahagia akhir-akhir ini. Seandainya aku tidak berani mengambil langkah ketika Krisna menawarkan perpisahan mungkin aku tidak akan pernah mendapatkan semuanya.

"Sudahlah, siapa yang mau ikut? Restoran Korea yang dekat-dekat saja, bukan punya temanmu. Aku yang bayar!" ajaknya lagi yang kemudian diikuti suara sepakat ketiga temannya.

Kania hanya menggeleng-gelengkan kepala memandang tingkah pola mereka dan kemudian mengikut dari belakang. Dia gembira melihat Ariane gembira dan bisa merasakan apa yang sednag dirasakan perempuan itu.

Dan makan siang mereka sangat istimewa hari ini. Meskipun Ariane akan mengundurkan diri tapi suasana di antara mereka sangat riuh. Ayu masih penasaran dengan sikap Ariane yang gembira dengan pengunduran dirinya sehingga tak henti-hentinya diinterogasinya Ariane dengan berbagai pertanyaan penasaran. Shanty pun bertanya-tanya semeriah apa nanti pesta pernikahannya dengan Krisna. Sementara Pram tidak peduli dan menikmati makan siangnya dengan nikmat.

Dan keriuhan itu terpenggal ketika mendadak ponsel Ariane berdering dan membuat mereka saling berpandangan. Teman-temannya menahan napas ketika Ariane mulai bicara.

"Oh, hai Jay!" jawab Ariane dengan gembira. "Kau sudah di bandara? Sampaikan salam untuk Ibu. Baik. Iya, aku tunggu."

Kemudian Ariane mematikan ponselnya. Menatap teman-temannya yang masih menatapnya dengan pandangan tak percaya tetapi lega karena pertanyaan mereka terjawab sudah.

***

Di Kaki Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang