14.Arvi dan papa

359 85 11
                                    

"Ayo balik"

Ratu mengangkat kepalanya ketika ia mendengar suara bariton yang tak asing baginya.

Setelah sepeninggalan Bintang, Arvi langsung beranjak menyusul Ratu, ntah apa yang di pikirannya namun hati kecilnya menggiring ia untuk menghampiri gadis yang mungkin sedang hancur seperti sekarang.

"Lo dateng kesini cuman mau maki² gue juga?" Tanya Ratu tanpa menoleh.

"Jangan fitnah" Balasnya sembari mendekatkan dirinya pada gadis yang tengah duduk memeluk lutut tak lupa tatapan kosong gadis itu.

Ratu kembali mengangkat kepalanya saat merasa ada seseorang di sampingnya.

"G-gue takut Lo semua ngebenci gue" lirih Ratu sembari menatap manik mata yang tengah menatap nya juga.

"Kita ga bakal ngebenci Lo, Lo itu berharga bagi Calveras dan Venus" ucap Arvi sesungguhnya.

"M-maksudlo?".

"Gue sekarang ngerti kenapa Arga nyembunyiin Lo".

Ratu menatap Arvi dengan tatapan bingung, kenapa Arvi kenal dengan Kakanya?, Apa hubungan Venus dan Calveras sebenarnya?.

"Lo kenal sama kak Arga?"

Arvi yang tadinya menatap lurus ke depan kini menoleh. Kenpa Ratu memanggil Arga dengan embel-embel kak?,heran.

"Kak Arga? Arga Kakak Lo?!" tanya
Balik Arvi, Ratu hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Oke bakal gue jelasin, dari angkatan satu sampe enam Calveras sama Venus itu satu gang,dulu namanya si Dreadvorks. Di waktu angkatan enam akhir ada Bigproblem yang ngebuat Dreadvorks harus di bagi dua, sebagian di Bandung dan sebagian stay di Jakarta, walaupun Uda mecah tapi tetep aja milik Venus otomatis jadi milik Calveras dan sebaliknya". Jelas Arvi sesuai fakta.

"Bigproblem?"

Arvi mengangguk "jangan tanya itu ke gue, Karna cuman mulut Kakak Lo yang berhak jelasin" ucapnya santai.

"Bintang bakal maafiin gue kan Vi?" Lirih Ratu.

"Pasti, tapi Lo banyakin sabar Karna Bintang tempramen dan perlu waktu bagi dia buat mikir" ucap Arvi yang sangat hapal dengan sifat temanya itu.

Ratu hanya diam. Hampir setiap hari ia bertemu dengan Arvi tapi tak pernah ia mendengar Arvi berbicara banyak seperti ini, misterius pikirnya.

"Ini uda larut, ga balik Lo?" Tanya Arvi, membuat Ratu tersadar dari lamunannya.

"Nebeng lu ya, gue ga bawa dompet hhe"balasnya sembari menyengir lebar.

Melihat Cengiran Ratu rasanya ingin sekali Arvi mencubit pipi gadis itu.

Gue ga akan biarin Lo di sakiti sama siapa pun sekaligus Bintang Rat -batinnya.

"Let's go kita balik" seru Arvi sembari mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu.

Selang tiga puluh menit keduanya sudah sampai di pekarangan rumah Ratu, Di parkiran terlihat mobil sport hitam yang Ratu sendiri tak tau siapa pemiliknya.

"Makasi" Ratu mengulas senyum tipis.

"Hm." Arvi hanya berdehem pelan
"Cepetan!".

"Apanya?"

"Masuk."

Ratu tertawa kecil. "Gue masuk dulu,ya?sekali lagi,makasih"

Gadis itu membalikan tubuhnya berniat masuk ke rumah nya.

"Rat," panggil Arvi membuat Ratu kembali menatap cowo itu.

"Jangan nangis lagi," lanjut Arvi, ia menatap Ratu lumayan lama, sebelum akhirnya memutuskan pandangannya.
Tanpa mengucapkan kata lagi ia segera menancapkan gas motornya meninggalkan Pekarangan rumah Milik Ratu.

Kini jam sudah menunjukan hampir setengah sebelas malam, jadi wajar saja jika keadaaan rumah sudah Sepi, terlebih lagi Silla yang sedang berada di luar kota Karna pekerjaan.

"Hebat"

Suara seorang lelaki paruh baya yang tak asing menghentikan langkah nya.

"Gak mamahnya ga anak nya sama aja!! Sama-sama murahan!!" ucap pria itu dengan nada tinggi.

Ratu yang awalnya menunduk seketika mengangkat kepalanya saat ia mendengar mamahnya di rendahkan oleh lelaki yang menjadi patah hati pertamanya ini.

"Cukup pah, cukup papah ngerendahi mamah!" Bela Ratu tak kala lantang, " Ratu Uda cape pah, cape denger papah yang selalu ngerendahi mamah!, Papah ga sadar papa lebih rendah di mata aku!" Sambungnya.

Ratu tak sadar jika ia sudah salah berbicara walaupun yang ia ucapkan semuanya benar. Karna ia mengingat sikap papahnya yang kasar, ringan tangan dan sangat tempramen.

Ratu memundar kan langkah nya perlahan ketika Pradipta semakin mendekat ke arahnya. Bau alkohol menyengat Indra pencuiman Ratu, ia sangat takut dengan situasi seperti ini. Keadaan sadar saja Pradipta bisa sangat kasar terhadapnya, apa lagi sekarang Pradipta sedang di bawah pengaruh alkohol.

"Ga sopan kamu!"

"Anak haram!"

"Anak dari perselingkuhan, seperti kamu ga pantas menyandang nama saya!".

Cacimaki yang Pradipta lontarkan tentu saja membuat hati Ratu sakit, walaupun bukan hanya sekali ia mendengar ucapan yang menyakitkan itu tetapi sudah sering, ralat tetapi sangat sering.

Plak

Tamparan menghadiahi pipi kanan Ratu sehingga membuat gadis itu menoleh. Ratu mati-matian menahan rasa perih yang terasa di pipi kanannya.

"Pah ga ada bukti kalo aku bukan anak papah!, kita banyak kemiripan dan itu ngebuat kemungkinan besar aku anak kandung papah" jawaban Ratu jelas membuat Pradipta Bungkam, ucapan Ratu sangatla benar. Diantara Arga dan Ratu maka Ratu lah yang sangat banyak memiliki kemiripan dengannya.

Pradipta tertawa sinis "jaga ya ucapan kamu, begini Silla jalang itu mendidik kamu" ucapnya.

"PAH CUKUP YA PAH" Bentak Ratu.

plak

Tamparan kembali menghadiahi pipi Ratu. Ia hanya tersenyum tipis.
"Mamah saya sudah sangat baik mengajarkan sopan santun kepada saya. Tapi anda yang selalu merendahkan mamah saya dan saya".
Setelah mengatakan itu Ratu langsung berlari menuju kamarnya menghindari amukan dari papahya ini.

Brakk!

Suara bantingan pintu terdengar saat Ratu dengan sengaja membanting pintu dengan keras.

"Segitu benci nya papah ngeliat gue, mah Ratu cape mah" mata indahnya sudah mulai membengkak air mata terus-menerus membanjirin pipi Ratu. Dengan sigap ia menghapusnya, untuk apa menangis pikirnya. Tetap saja sekuat apa pun ia menahan Namum ia tetap tidak bisa berbohong jika mengingat kata-kata yang papah nya lontarkan.

Cairan merah pekat terjun bebas dari hidung gadis itu, teringat ya sudah dua Minggu ia tidak mengonsumsi obat yang hanya bisa memperpanjang hidupnya.

"Kenapa penyakit sialan ini kambuh" lirihnya yang merasakan sakit di kepala dan dadanya.

Ratu tersenyum miris ketika melihat sebuah bingkai foto keluarga tanpa dirinya.

"Mah Ratu cape!" Lirihnya.

Hanya sebuah harapan yang bisa Ratu sampaikan saat malam tiba. Ia menyiratkan semua permasyaratanya dengan terus menatap rembulan yang terus bersinar.

Tersenyum adalah cara terbaik untuk bersembunyi dari kepedihan.

Not always sweet (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang