2. Antar Jemput

3.7K 135 2
                                    

___

___

___

"Mang, baksonya dua, pedes," itu suara bang Rama memesan bakso.

Aku hanya duduk diam melihat keluar jendela menikmati pemandangan persawahan dan kolam ikan.

Posisi kedai bakso ini tepat di atas kolam ikan dan di pinggirannya terdapat pohon kelapa dengan latar persawahan dan perbukitan dibaliknya.

Udaranya cukup sepoi-sepoi bikin ngantuk. Aku yang tadinya cukup kelelahan dan di buai oleh semilir angin begini, membuat mataku semakin terkantuk-kantuk.

Mengapa aku bisa berada disini?

Oke, jadi begini.

Pulang sekolah tadi aku sudah capek. Pengen segera pulang dan istirahat. Tidak mau main drama-drama-an lagi.

Ya sudah, aku hampiri saja bang Rama yang sudah menyambutku dengan senyum menawannya.

Diperjalanan, dia menawariku makan dulu.

Aku yang lapar, tentu tidak menolak dong dikasih gratis. Aku cuma realistis yang suka dengan hal yang gratis-gratis.

Tak salah dong ya aku ikuti ajakannya? Udah, iya-in aja.

"Dek, dimakan baksonya." Aku baru ngeh. Selain memanggil ku dengan 'Di' bang Rama juga kadang memakai kata ganti 'dek'.

Dan anehnya aku tetap saja menyahuti. Karena memang aku merasa sudah biasa saja dengan kelakuan bang Rama yang diluar kebiasaan orang lain itu kepadaku.

"Iya bang," Kami berdoa masing-masing, lalu mulai menyantap bakso yang tersaji.

Bakso disini cukup favorit di daerahku. Rasanya cukup enak dan pas di lidahku. Meski aku bukan penggemar bakso tapi aku juga bukan anti-bakso.

Jadi aku menilai dari pelanggannya saja yang selalu ramai. Makanya aku bilang cukup favorit.

"Capek banget ya? Wajah kamu keliatan lelah gitu," Bang Rama ini perhatian pakai banget.

Aku baru tahu atau baru sadar ya? Entahlah.

Dia memang baik sih orangnya. Dari dulu. Temannya pun mengakui itu. Begitupun aku.

Belum pernah aku mendengar cerita negatif tentangnya. Hanya saja, baru hari ini aku berinteraksi yang cukup alot dengannya setelah sekian lama. Jadi wajar aku baru memikirkannya.

Waktu kecil sih sering. Cuma karena sudah cukup lama, berjarak tempat dan waktu, karena dia sibuk sekolah lalu kuliah. Dan juga jarang ketemu, membuatku sedikit kembali asing dengannya.

"Iya bang, kebanyakan tugas di sekolah, PR juga. Jadi ya gini deh, terkuras habis tenagaku." Sekalian saja aku curhat. Jarang-jarang loh ada yang mau mendengar keluhanku.

Temanku jangan ditanya, belum jadi aku menjelaskan pokok perkara permasalahan, eh dianya malah berkeluh-kesah duluan.

"Shinta juga gitu kalo pulang sekolah, tampak loyo dan kelelahan." Shinta itu adiknya bang Rama. Kakak kelasku. Aku cukup mengenalnya tapi tidak akrab.

"Kak Shinta pulang sama siapa bang?" tanyaku sambil memperhatikan Mamang bakso yang tampak sibuk dengan pekerjaannya dibalik punggung bang Rama.

Kami sudah membabat habis porsi bakso dan bersantai melepas kenyang perut namun obrolan santai tetap jalan.

Bang Rama itu kalo ngomong sama orang sangat memperhatikan lawan bicaranya. Dan itu terlihat fokus. Aku tidak tahan, dan juga merasa grogi diperhatikan begitu.

Makanya aku juga berusaha mengalihkan pandanganku pada yang lain.

Dan pilihanku jatuh pada Mamang bakso yang sepertinya sedang kerepotan melayani pembeli.

Merayu Dan Memuja (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang