06 || HM?

23 19 1
                                    

Happy reading...

Sebenernya nargetin dapet vote tapi sadar diri mawon mboten enten readers'e

____________

"Lo diem gue bukain gerbang buat papa dulu," titah Zia dibalas anggukan serta ringisan dari sang empu.

Sebenernya sakitnya gak seberapa tapi malunya luar biasa.

Tangan kanannya menggapai pagar tangga mencoba berdiri, Guntur melihat Juna masuk dari luar. "Sore om," sapa Guntur

"Kamu ngapain dirumah saya?" tanya Juna pasalnya Ia tahu betul kalau Guntur ini jarang sekali mau masuk kedalam rumahnya meskipun Guntur dan istrinya ini sering adu mulut.

"House tour rumah tetangga om," jawab Guntur lempeng.

Manik mata Zia terus melihat kejadian di depannya. Ia hanya diam mematung tanpa tahu mau melakukan apa.

Bingung bingung ku memikirkan.

Juna yang mendengarnya hanya memutar bola mata malas mendudukkan diri ke sofa ruang keluarga.

"Bapak lo udah balik, gue pulang," putus Guntur yang sudah merasa mendingan.

"Saya ayahnya bukan bapaknya," koreksi Juna tak terima masih segar bugar begini dibilang bapak bapak.

"Iya om."

Zia mengangguk samar melihat Guntur keluar dari rumahnya. Niat hati ingin membantu tapi Guntur malah berusaha sendiri.

Sekelebat kejadian di kamar tadi membuat Zia spontan memanggil ayahnya, malu mengingatnya. Juna menautkan alisnya tanda bertanya.

"Gak ayah."

"Ngapain anak itu kerumah tumben, apalagi ada kamu di rumah."

Zia menjelaskan secara singkat setelah itu ia pergi ke kamar. Percuma rasanya di ruang tamu jika tidak ada Bu Nyai.

★★★★

Semester dua kelas dua belas...

Hari hari terus berlalu, baik Guntur maupun Zia sudah memasuki semester penentuan lulus atau tidak sebagai seorang pelajar putih abu abu.

Zia mulai terbiasa dengan banyak orang meskipun belum sepenuhnya lepas dari kebiasaan yang sering membuat Vivi geram.

Ya, Zia masih sering membawa Handsanitizer dan sapu tangan atau tisu. Sesekali Vivi melarang Zia menggunakan itu semua mau tak mau Zia menurutinya.

Karena dari semua teman sekelasnya Zia hanya dekat dengan Vivi bukan karena membandingkan level, menurut Zia hanya Vivi yang bisa membuatnya nyaman.

Jika Zia berhasil membuat Vivi kesal satu hari Zia menjadi pendiam tak ada yang mengajak bicara. Sebenarnya bisa saja Zia banyak bicara tapi sayangnya Zia hanya malas melakukan banyak aktivitas. Seperti bicara dengan orang lain dan membicarakan hal yang tak penting.

"Zia ih dari tadi Vivi panggilin juga," Rajuk Vivi.

Zia tersentak kaget dan menatap Vivi lamat Lamat." Kenapa?"

GUNTURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang