Fakta sungguh sesuatu yang dapat berubah dengan mudah. Aku bicara tentang jenis kelamin manusia.
"Menjadi beta benar-benar tidak menyenangkan. Kau setuju dengan pendapatku kan, Theo?"
"Kenapa harus setuju?" tanyaku balik pada teman minum birku.
"Kau bisa melihatnya dengan jelas. Kau juga bisa merasakan posisiku karena kita sesama beta."
Benarkah? Memang apa buruknya menjadi seorang beta? Bagiku justru aman dan tenang.
"Tidak memiliki spesialisasi itu mengenaskan." tambahnya, menjelaskan, "Kita tidak seperti alpha yang unggul dalam segala hal. Juga tidak seperti omega yang punya sensualitas sangat tinggi. Ah, kudengar bahkan laki-laki omega juga bisa hamil jika melakukannya dengan laki-laki alpha."
Bukankah justru menyusahkan? Menjadi alpha dan omega, maksudku.
Beberapa tahun yang lalu tidak begini. Tidak akan muncul percakapan tentang alpha, beta, dan omega kecuali dalam bahasan sandi atau semacamnya. Secara mendadak 3 kata itu menjadi istilah umum yang digunakan semua orang.
Alpha, beta, dan omega. Sebutan-sebutan itu muncul sejak terjatuhnya sebuah meteor yang menimbulkan radiasi sangat besar. Mempengaruhi manusia seisi dunia. Itulah yang dikatakan berita 10 tahun lalu.
"Justru aneh kalau laki-laki sampai hamil." gumamku.
Pikir saja, anggaplah secara ajaib laki-laki memiliki rahim. Di sana bayi bisa dikandung. Tapi apakah memang akan diterima akal jika laki-laki yang biasanya cuma memiliki sperma serta-merta memiliki sel telur juga? Atau, dalam tubuh seorang laki-laki terdapat sperma sekaligus sel telur secara bersamaan? Itu bukan hanya tidak masuk akal, melainkan sangat mengerikan. Menurutku.
"Tentang bisa hamil atau tidak bagiku bukan hal yang penting." ucap Dimas, "Aku bukan gay. Aku cuma tertarik pada perempuan dan jelas yang akan hamil pasti perempuan."
Tidak juga. Dia mengesampingkan istilah mandul atau steril.
"Yang kupermasalahkan, menjadi beta benar-benar membuatku tidak terlihat di mata perempuan." lanjutnya.
"Iyakah?"
"Aku lupa. Mungkin kau tidak akan mengerti. Karena meski beta, kau memiliki wajah seorang alpha."
Aku sering mendengar kalimat yang sama dari orang-orang. Wajahku terlalu tampan untuk ukuran seorang beta yang harusnya cuma biasa-biasa saja. Sebenarnya kondisi itu menjelaskan kalau sebenarnya aku bukanlah beta melainkan alpha.
***
Ini hal yang tidak kusukai dari lama. Menjadi pusat perhatian.
Aku terlahir dengan fitur wajah yang menurut orang rupawan. Mulai dari mata lebar, hidung mancung, hingga bibir yang tipis. Ditambah lagi tubuhku cukup tinggi. Kriteria semacam itu hanya dimiliki seorang alpha pada tahun sekarang ini.
"Seperti rumor yang beredar. Kau seorang beta tapi benar-benar terlihat menyerupai alpha, Theo." ucap seorang perawat padaku.
Karena seingatku kami belum pernah bertemu sebelumnya, kusimpulkan kalau dia adalah pekerja baru. Aku bisa beranggapan begitu bukan tanpa alasan. Ini sudah kali kesekianku kemari mengantar pasien. Sampai-sampai seisi rumah sakit terasa sebagai area bermainku. Aku mengenal seluruh karyawan seperti mereka mengenalku.
"Kenalkan, namaku Rere. Aku baru dipindahkan kemari 2 hari yang lalu. Dan akhirnya kita bisa bertemu. Tidak percuma merasa penasaran. Kau memang seperti apa yang orang bilang." Aku tidak suka menjadi objek rasa penasaran, "Ngomong-ngomong, Kau mengantar seorang omega yang dalam masa birahi kemari kan? Memang hanya bisa dilakukan oleh seorang beta. Alpha tidak akan berguna di saat begini. Justru menyusahkan, malah. Sesama omega juga tidak mungkin membantu karena fisik yang cenderung lemah.
Kalau dilihat dari semua itu, apakah kau tidak merasa bangga menjadi seorang beta? Aku sering mendengar ketidak spesialan beta, padahal di waktu tertentu justru cuma beta yang bisa menjadi pahlawan. Itu membuatku iri."
"Kau..." ucapku, tidak ingin kulanjutkan.
"Seorang alpha." jelasnya sambil tersenyum, "Bisa dilihat dari kepercayaan diri dan kecantikanku kan?"
Daripada menyebutnya percara diri, aku lebih memilih melabelinya dengan sebutan banyak omong. Ya, itu menunjukkan rasa percara diri juga. Tapi tidak semua orang yang percaya diri mau bicara panjang lebar seperti dia. Apalagi pada orang yang baru pertama kali ditemui.
"Persetan dengan ABO. Kalau tidak bisa menghargai sesama manusia, bukan manusia lagi namanya." ucapku sambil berjalan pergi.
Tugasku sudah selesai di sini. Cuma mengantar seorang omega yang sedang birahi tinggi. Setelah mendapat penanganan dokter dia akan tenang dan bisa pulang sendiri.
***
19:24 wib
26 Oktober 2021
reo
Sebenarnya aku ingin merahasiakan kealphaan Theo di bab ini. Tapi karena aku ingin menulis cerita yang tidak terlalu panjang, kupikir lebih baik cepat kusebutkan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bonding
Romance[revisi] Theo dianggap sebagai beta yang memiliki rupa seorang alpha. Padahal dia memang benar-benar alpha. Anggapan itu berasal dari dia yang tidak terpengaruh feromon omega. *cerita ABO pertama yang kutulis pada tahun 2021 *ini sudah versi tulisa...