(2021) 3. Yang seharusnya meminta maaf

86 7 2
                                    

Kejadian itu berlangsung saat aku kelas 3 SMP. Kalau dihitung, sudah 6 tahun yang lalu. Aku cuma anak laki-laki biasa seperti yang lain, menurutku. Masih naif sebagai remaja, juga keras kepala karena memang pada masanya.

"Sial! Sudah hampir sampai ke rumah begini malah ada pemberitahuan mendadak. Padahal aku sudah senang bimbingan belajar dibatalkan." batinku menggerutu setelah membaca pesan pada ponsel.

Aku ingin menonton film, bukan belajar demi persiapan ujian. Lagipula orang tuaku tidak pernah menuntut prestasi tinggi. Asal lulus mereka pasti lega. Makanya aku tidak perlu berlebihan dalam berusaha.

"Ya sudahlah." ucapku, membalik badan lalu kembali melangkah menuju sekolah.

***

Entah ini karena aku yang terlalu cepat merespon pemberitahuan atau murid lain yang terlalu lambat. Bisa-bisanya aku menjadi orang pertama yang sampai di sekolah. Suasananya masih sangat sepi.

"Tahu begini aku tidak usah kembali, woy." ucapku, malas.

Hampir saja aku membalikkan badan lagi. Sudah berniat pergi. Tiba-tiba saja tercium aroma wangi. Hampir serupa strawberry, kalau aku tidak salah mengenalinya.

Aku yang biasanya mudah mengabaikan banyak hal, tanpa bisa kukendalikan mulai merasa penasaran. Kuikuti kemana arah wangi itu berasal. Sepertinya semakin dekat, karena aromanya semakin kuat. Dan benar saja, aku menemukan sumbernya begitu masuk ke area toilet siswa.

"Ini sangat konyol. Kenapa wangi yang begitu enak berasal dari toilet?" keluhku, "Hey, apa ada orang di dalam?"

Aku bertanya sambil mengetuk salah satu pintu. Tidak ada jawaban. Tapi aku yakin sekali ada seseorang. Dan lagi, semakin lama wanginya semakin menjadi-jadi hingga membuat tubuhku memanas. Kucoba untuk membukanya dari luar. Tidak akan berhasil jika seseorang di dalam menguncinya. Memang tidak berhasil, tentu saja. Meski begitu aku tidak menyerah. Aku terus berusaha membukanya. Sampai akhirnya aku mendengar suara.

"Hentikan!" pintanya, "Pergilah dari sini!"

Ha? Ada seseorang di dalam sana. Mana mungkin aku bisa mengabaikannya. Dia berada di tempat yang menjadi sumber aroma wangi yang membuatku kepanasan. Kalau aku saja yang berdiri di luar seperti ini, bagaimana dengannya yang di dalam sana. Dia jelas harus dikeluarkan.

"Kubilang pergilah dari sini! Tinggalkan aku sendiri!" Dia masih keras kepala karena akupun tidak berhenti berusaha membuka pintu yang membatasi kami berdua.

"Aku akan mengeluarkanmu." ucapku.

"Tidak! Kau tidak boleh mengeluarkanku!"

"Kenapa tidak boleh? Kau sedang kepanasan di sana kan?"

"Karena itulah tidak boleh!"

"Aku tidak mengerti alasanmu!"

Masih kucoba paksa membuka.

"Mengerti atau tidak tetap tidak boleh!" tegasnya.

"Mana bisa begitu!"

Jika seseorang membutuhkan bantuan sementara aku punya kesempatan membantu, aku tidak bisa tinggal diam. Itu sudah diajarkan dalam keluargaku. Bahkan sekolah pun sama. Jadi, diterima atau tidak aku akan tetap berusaha.

"Namanya tidak boleh ya tidak boleh!"

Dia keras kepala!

"Kumohon hentikan! Hentikan!"

Aku harus bisa membukanya. Dia terdengar sangat tersiksa.

"Pergilah dari sini! Atau kalau kau memang ingin membantu, panggilkan guru dari golongan beta!"

BondingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang