6. Meluruskan kesalah pahaman

44 6 0
                                    

Aku masuk kedalam rumah sambil menenteng tas milik Nicholas sementara pemiliknya sendiri berjalan di sampingku dengan ragu-ragu. Ayah sudah menunggu. Begitu juga dengan ibu yang menyambut dengan senyum lebar seolah kedatanganku dan Nicholas sudah dinanti sejak lama.

Kami sampai di ruang tengah. Tempat berdiamnya sofa besar yang biasa digunakan untuk bersantai maupun berunding masalah keluarga.

"Kenapa kau ajak aku kemari?" Tanya Nicholas padaku, setengah berbisik, "Kukira kau akan membawaku ke tempat kos yang baru."

"Sekitar kampus sudah penuh."

"Agak jauh tidak masalah."

Untuk apa aku melakukan itu kalau ada pilihan lain yang lebih baik? Dia omega yang kutandai sejak 6 tahun lalu. Sudah sewajarnya ikut denganku, meski aku belum memiliki rumah atas namaku.

"Kenapa kalian berdiri dan berbisik-bisik di situ?" keluh ibu, "Cepat duduk."

"Maaf." Jawab Nicholas yang terdengar sangat sungkan.

Aku segera menggandeng tangan kanannya. Menuntunnya ke arah sofa. Lalu duduk bersebelahan tidak jauh dari ayah dan ibu.

"Kami senang akhirnya kau setuju tinggal di sini, Nic." Ucap ayah disertai wajah bahagia yang benar-benar sangat bahagia. Itu sungguh tampilan kebahagiaan yang lebih kuat dari yang dulu-dulu pernah ditunjukkannya.

Nicholas menoleh padaku. Tampak bingung sekaligus terkejut. Menandakan kalau dia ingin mendapatkan penjelasan dariku.

"Aku memberitahu ayah dan ibu kalau tempat kosmu tidak layak huni."

Dia masih menunggu penjelasan lebih.

"Dan meminta izin untuk mengajakmu tinggal di sini."

"Sementara waktu sampai aku mendapatkan tempat kos baru?"

"Ada apa ini?" tanya ibu, "Kenapa sepertinya kalian belum membuat kesepakatan?"

"Aku memang tidak merundingkannya dengan Nicholas." Aku mengaku. Membuat ayah dan ibu menarik napas panjang tanda kecewa padaku.

"Kalian setuju dia tinggal di sini kan? Bahkan sepertinya sangat senang. Makanya aku-"

"Kau tidak bisa mengambil.keputusan untuk seseorang tanpa melibatkan orang tersebut, Theo." Tegas ibu padaku.

"Meski kau alpha dan dia adalah omegamu." Ayah menambahkan.

Aku tahu. Tapi aku ingin Nicholas tidak jauh-jauh dariku.

"Sebagai alpha sudah sifat dasarmu untuk memiliki kecenderungan memimpin dalam sebuah hubungan." Ayah masih menambahkan, "Tapi ada perbedaan antara memimpin dengan mengambil kendali penuh tanpa mau melibatkan pendapat pasanganmu. Kau tidak akan membahagiakannya kalau yang kau lakukan hanya memerintahnya."

Aku malah mendapat ceramah. Padahal kupikir keputusanku tidak salah. Tapi memang benar cara yang kupakai tak baik. Meski begitu tidak kusangka ayah dan ibu akan langsung memihak Nicholas bukannya aku.

"Kami senang kalau kau tinggal di sini, Nicholas." Ayah beralih padanya, "Tapi hanya jika kau merasa siap."

"Juga kalau kau mencintai Theo." Sahut ibu, "Atau setidaknya sedang berusaha mencintainya."

Mencintai atau setidaknya berusaha mencintai. Tunggu, aku melupakan hal itu. Bisa-bisanya aku memaksakan kehendakku tanpa mempertimbangkan perasaan Nicholas padaku. Dia mungkin tidak membenciku. Tidak menaruh dendam padaku. Tapi juga tidak mencintaiku. Dia sempat menghindariku. Bisa jadi karena tidak ingin berurusan lagi denganku setelah selesai meminta maaf tentang kejadian 6 tahun lalu. Dia memang omegaku berdasarkan kejadian itu. Hanya saja... sebenarnya aku cuma orang asing baginya. Sekadar tahu nama.

BondingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang